|
Tembikar bersejarah Lombok Utara |
Keberadaan
benda pusaka di masyarakat masih tersimpan sampai saat ini. Namun tidak sedikit
dari situs sejarah tersebut yang hilang karena dipinjamkan atau bahkan diperjualbelikan. Seperti
yang terjadi di Dusun Kerurak, Desa Genggelang, Kecamatan Gangga, belum lama
ini. Sebuah lempengan tembaga yang diyakini bertuliskan tinta emas, belakangan
telah kembali.
Lempengan tembaga ini disebut Takepan oleh masyarakat. Jumlahnya
7 lempeng. Tiap lempeng bertuliskan huruf kuno, yang hingga kini belum
diketahui makna di balik pesan pembuatnya.
Hampir
di setiap Dusun di Lombok Utara, menyimpan benda pusaka peninggalan sejarah.
Termasuk di Kerurak, sedikitnya 35 jenis benda pusaka yang dikeluarkan seiring
prosesi tasyakuran ke balinya 7 lempeng (Takepan) peninggalan sejarah. Antara
lain, piagam (lempeng) tembaga 7 lembar, keris, tombak, guci, parang, keroncong
(biasa tergantung di leher sapi), sepatu kuda, gitar, takepan lontar dan takepan
bambu, mata bor (pertukangan), batu bekas telapak tangan (patih tempang), dan
lainnya.
|
Tembikar purbakala Lombok Utara |
Menurut
Sekretaris Pengurus Benda Pusaka Dusun Kerurak, Wira Maya Arnadi, seluruh benda
pusaka itu kini dikumpulkan menjadi satu. Benda-benda itu kemudian disimpan di
kediaman salah seorang tokoh masyarakat setempat, Inaq Tiren. Disimpan di sana
karena yang bersangkutan masih memiliki hubungan keluarga dengan leluhur yang
memegang benda pusaka pada zaman dahulu.
"Di
antara beberapa jenis benda pusaka, menceritakan tentang perjalanan Raja (Ratu)
Gangga dan Ratu Magada, untuk mengunjungi beberapa wilayah kekuasaan Kerajaan
Gangga.
Diperkirakan
benda tersebut digunakan sejak era Majapahit dan Singasari, dilihat dari nama
desa, nama pepohanan dan bentuk tulisan, maupun bahan material. Arkeolog
meyakini benda pusaka ini berasal dari Zaman Singosari dan zaman
Majapahit," kata Wira.
Termasuk
warga lokal, hingga kini masih belum bisa mendeskripsikan makna di balik
tulisan-tulisan yang tergores di 7 lempengan tembaga. Namun demikian, seiring
waktu pihaknya mengundang peneliti untuk mengetahui lebih jauh.
"Kami
persilahkan para peneliti untuk datang meneliti. Tetapi sebagaimana permintaan
masyarakat, benda pusaka ini tidak boleh dibawa keluar, penelitiannya agar
dilakukan di tempat," katanya.
Sementara
itu tokoh masyarakat Genggelang, Intiha, S.IP., sebelumnya mengakui benda
pusaka lempeng tembaga ini sempat hilang selama 2 tahun. Diyakininya, banyak
lagi benda pusaka yang diduga hilang sehingga tidak bisa diabadikan.
"Masih
banyak peninggalan sejarah di Genggelang ini yang belum sempat diabadikan.
Kurangpahamnya masyarakat akan benda pusaka dan sejarah, sehingga banyak yang
dirusak bahkan mungkin diperjualbelikan. Semoga dengan kembalinya pusaka ini
akan menyadarkan masyarakat akan pentingnya nilai sejarah yang ada," harap
Intiha.
|
Tulisan masa lalu di lempengan baja, peninggalan bersejarah
Lombok Utara |
Situs
sejarah Dusun Kerurak, sejatinya menjadi cagar budaya yang dapat diintegrasikan
dengan sektor pariwisata. Sebab di Dusun Kerurak, terdapat air terjun Tiu Pupus
yang bisa menjadi magnet masuknya wisatawan. Terlebih, masyarakat memiliki
rencana untuk melakukan ritual pencucian benda pusaka setiap setahun sekali.
"Kami
ada rencana untuk menggelar ritual pencucian benda pusaka setiap tahunnya.
Rencananya akan kita mulai pada 27 Rajab, semoga tidak ada halangan,"
tambah Wira.
Dukungan Perda/Perbup Benda Pusaka
Terpisah,
Wakil Bupati Lombok Utara, Sarifudin, SH., menegaskan keberadaan benda pusaka
di Lombok Utara patut untuk dilestarikan. Sebagai bukti peninggalan nenek
moyang, benda pusaka tidak hanya diyakini mengandung nilai mistis tetapi juga
artistik.
"Atas
nama Pemerintah Kabupaten Lombok Utara, saya sampaikan yang tinggi kepada tokoh
adat, tokoh masyarakat, yang telah melestari benda sejarah di KLU. Insya Allah,
Pemda akan menindaklanjuti dengan membuat Perda dan Perbup sebagai tindak
lanjut untuk melestarikan apa yang kita miliki ini," sebut Sarifudin.
|
Lontar bersejarah Lombok Utara |
Dikatakannya,
benda pusaka merupakan salah satu peninggalan sejarah yang sangat luar biasa
yang dimiliki oleh KLU. Peninggalan sejarah ini memiliki arti penting sebagai
alat pemersatu masyarakat KLU. Oleh karenanya, ia memiliki kebijakan bahwa
benda-benda pusaka ini tidak akan dimuseumkan atau diserahkan ke lembaga lain.
Benda tersebut dipercayakan tetap di tangan masyarakat untuk dijaga dan
dirawat, sehingga sewaktu-waktu bisa dikunjungi oleh wisatawan.
"Saya
tegaskan bahwa benda sejarah ini tidak akan kita serahkan ke Museum NTB. Pemda
akan membangunkan museum yang dihajatkan untuk menyimpan dan melestarikan
benda-benda sejarah yang ada di KLU," demikian Sarifudin. (johari/SN)