Be Your Inspiration

Sunday, 15 September 2019

Inovasi Desa, Jerman Lombok Timur Bangun Flower Hill

Flower Hill atau bukit berbunga yang ada di Desa Jerman (Jeruk Manis) Kecamatan Sikur Kabupaten Lotim. 

Desa Jeruk Manis (Jerman) Kecamatan Sikur Kabupaten Lombok Timur terus berinovasi menata dan mengembangkan sejumlah objek wisata. Salah satu destinasi yang saat ini dipersiapkan adalah Bukit Berbunga.

Kepala Desa Jeruk Manis, Nurhadi Muis mengutarakan, tahun 2019 ini dialokasikan dari APBDesnya Rp 500 juta untuk menata objek wisata. Sebesar Rp 250 juta dari jumlah tersebut diperuntukkan menata Bukit Berbunga. “Kalau Inggris nya nanti kawasan ini akan kita namai Flower Hil,” ucapnya.

Dinamakan demikian karena lahan berbukit seluas sekitar 3 ha itu coba ditanami bunga-bunga cantik. Jeruk Manis memang sudah dikenal sebagai daerah yang kaya dengan tanaman bunga. Bahkan kata Nurhadi Muis, ada bunga langka edelweis tumbuh di kawasan Jeruk Manis. Bunga-bunga anggrek juga banyak ditemukan. Termasuk bunga-bunga lokal yang cantik siap menghiasi kawasan.

Desa Jeruk Manis ini terbilang berani dalam menggunakan dana desa untuk menata destinasi wisata. Bahkan katanya bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD)nya, dipersilakan menggunakan seluruh APBDesnya untuk fokus menyelesaikan penataan salah satu objek. Tujuannya agar bisa lebih cepat menuai hasilnya.

Flower Hill Desa Jerman (Jeruk Manis) Kecamatan Sikur Lombok Timur.
Akan tetapi, anggaran menata satu kawasan tidak cukup dengan Rp 1 miliar. Butuh lebih dari miliaran rupiah agar bisa menjadikan objek wisata menjadi sangat menarik wisatawan. Diakuinya, sempat ada pemilik modal besar dari Riau saat berwisata ke Jeruk Manis menawarkan investasi senilai Rp 50 miliar. Akan tetapi, dirinya tidak berani menerima dan memilih menolak, karena takut tergantung dengan investor tersebut.

Kehadiran investor katanya tidak bisa dinafikan dalam menata kawasan. Diperlukan ada bantuan dari pihak-pihak lain dalam upaya mempercepat penataan kawasan. Seperti penataan bukit berbunga.
Bukit berbunga ini diharapkan nantinya bisa menjadi alternatif lain selain Air Terjun  Jeruk Manis, Air terjun Tibu Bunter dan Air Terjun Durian Indah yang ada di wilayah Jeruk Manis. Desa yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) ini terbilang kaya dengan objek wisata. “Kami ini adalah daerah tujuan wisata, wisatawan tidak pernah sepi datang ke sini,” klaimnya. 

Karena itulah, perhatian terhadap wisata menjadi salah satu atensi serius. Melalui wisata, bisa menjadi salah satu cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jeruk Manis. “Tujuan kita mengan lesejahteraan masyarakat,” ucapnya.

Bukit Berbunga diyakini ke depan akan bisa menberikan income yang besar bagi negara dengan kunjungan wisatawan asing. Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi daerah dan tentunya PADes desa. (Rusliadi/Lombok Timur)


Share:

Eco Tourism Tibuborok Lombok Timur yang Mempesona

Eco Tourism Tibuborok bisa menjadi objek wisata baru di Lombok Timur. 
Satu lagi objek wisata alam nan menawan kini hadir di kabupaten Lombok Timur (Lotim). Namanya Tibuborok, berlokasi di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) Desa Padakguar Kecamatan Sambelia. Kawasan yang kini coba disulap menjadi eco tourism wisata alam ini menampilkan pemandangan yang indah.

Dari kawasan Tibuborok ini dapat dilihat pemandangan pegunungan yang menjulang tinggi di sebelah barat. Sebelah timur, terlihat sejumlah gili yang muncul di atas perairan Selat Alas, yakni Gili Kondo, Gili Bidara dan Petagan. Pasirnya yang putih terlihat jelas dari ketinggian 130-241 meter di atas permukaan air laut (Mdpl).

Meski pada siang terik Minggu (8/9/2019), pemandangan indah itu masih bisa memanjakan mata para pengunjung. Ratusan hektare kawasan Tibuborok ini sebelumnya kering dan kritis. 


Junaini, penjaga kawasan menuturkan sejak dua tahun terakhir ini baru terlihat ada perubahan. Tibuborok mulai hijau.  Musim kemarau ini diakui memang membuat sejumlah tanaman mengering. Jika tanpa sentuhan teknologi, maka diakui semua tanaman mungkin akan mati semua. Saat penanaman awal, ada tambahan hydro gell diberikan pada setiap lubang tanaman. Dengan hydrogell itu, tanaman bisa bertahan sampai bisa tumbuh besar. 

Sementara itu, Stasiun Manajer PT Sadhana Arifnusa, Kuswanto Setiabudi selaku pemilik kawasan memaparkan, saat musim kemarau saat ini memang tanaman mengalami fase stress. Namun  saat hujan turun nanti, semua tanaman itu dipastikan akan kembali hijau.

Eco tourism menjadi salah satu konsep yang coba dikembangkan untuk kawasan yang nantinya akan terbuka untuk umum. Kuswanto mengakui, tidak akan  bisa menutup kawasan tersebut. Keindahan alam Tibuborok ini akan menjadi satu kesatuan sistem dalam industri yang coba dikembangkan dalam kawasan tersebut.

Dituturkan, kawasan HTI Sambelia seluas 2 ribu hektar itu ia peroleh perizinannya pada era kepemimpinan Gubernur Dr. TGH. M. Zainul Majdi dan Menteri Kehutanan MS Kaban, Sadhana diberikan izin HTI. Ide dari Gubernur NTB dan Menhut tersebut kemudian dijalankan. Pasalnya, upaya pelestarian hutan oleh pemerintah sejauh ini selalu gagal.


Upaya yang dilakukan Sadhana lambat laun berhasil memperlihatkan hutan yang dulunya gundul menjadi hijau dan lestari. Meski belum sempurna, namun sudah bisa dilihat pertumbuhan hutan yang rimbun. Dalam waktu yang tak lama lagi diyakini Kuswanto, Tibuborok akan semakin rimbun. Mengenai penjagaannya  melibatkan masyarakat sekitar.

Saat ini oleh pihak pengelola sudah disiapkan tiga unit menara pantau. Dari atas menara-menara tersebut pengunjung bisa melihat semua sisi kawasan. Tidak jarang sambil berswa foto. Akan ada pula kawasan kemah disediakan. Kawasan ini juga tepat kiranya sebagai soft trekking bagi para pecinta pendakian gunung. (Rusliadi/Suara NTB)
Share:

Tuesday, 3 September 2019

Apem, Onde-onde dan Kue Tradisional Lombok Lainnya Jadi Suguhan Khas di APGN 2019

Jajanan khas Lombok jadi suguhan di APGN 2019
Berbagai jenis jajanan tradisional menjadi suguhan khas usai acara pembukaan (opening ceremony ) The 6th Asia Pacific Geopark Network (APGN) Symposium 2019, yang berlangsung di hotel Lombok Raya, Mataram, Selasa (03/09/19).

Beberapa jenis jajanan tradisional tersebut di antaranya, sarimuke, kue apem, onde – onde, kue ketan merah dan lainnya. Jajanan khas ini sengaja disajikan untuk memperkenalkan makanan khas Indonesia khususnya jajanan khas NTB.

Salah satu peserta APGN asal Jerman Bexi mengatakan, sangat senang bisa disuguhkan jajanan tradisional. Selain rasanya enak dan manis juga bentuknya unik. ‘’Saya sangat suka, enak dan manis. Apalagi kopinya, sangat enak dan baunya juga khas sekali. Saya kebetulan sangat suka juga kopi pahit jadi cocok sekali di lidah,’’ katanya dalam bahasa Inggris.

Peserta lainnya, Mr. Takagawa asal Jepang juga sangat terkesan dengan suguhan makanan tradisional selama berada di Lombok.’’Saya sangat suka makanannya, hanya saja saya tidak terlalu suka pedas jadi tidak makan jajanan yang ada cabainya. Tapi saya sangat suka jajanan yang bulat- bulat ini,’’Katanya sambil menunjuk kue onde- onde sambil tersenyum.

Peserta APGN dari Jepang mencicipi jajanan khas Lombok
Selain terkesan dengan makanan, Mr.Takagawa juga sangat terkesan dan takjub dengan keindahan alam Lombok.’’ Tidak hanya indah, namun budayanya juga sangat unik,’’ terangnya.
Kegiatan APGN Symposium ini merupakan agenda pertemuan rutin 2 tahunan jaringan geopark se-Asia Pasific. Dimana pada simposium yang ke-6 kali ini, Rinjani Lombok UNESCO Global Geopark mendapat kehormatan menjadi tuan rumah. Sebelumnya, penyelenggaraan simposium pertama kali diselenggarakan di Langkawi Global Geopark- Malaysia tahun 2009, simposium kedua diselenggarakan di Dong Van Karst Plateau Global Geopark- Vietnam tahun 2011, kemudian simposium ketiga di Jeju Global Geopark- Korea Selatan tahun 2013, simposium keempat di San’in Kaigan Global Geopark- Jepang tahun 2015 dan simposium kelima di Zhijindong Cave Global Geopark- China tahun 2013.

Beberapa agenda yang telah dan akan berlangsung di antaranya, simposium, field trip mengunjungi geopark yang ada di NTB, pameran dan beberapa kegiatan lainnya. Kegiatan ini diikuti sekitar 700 orang dari 35 negara Asia Pacific. Berlangsung mulai 31 Agustus hingga 6 September 2019. (Diskominfotik NTB)
Share:

UNESCO Global Geopark Terkesima Keindahan Lombok

Peserta APGN ke 6 tahun 2019 di NTB pose bersama
PRESIDENT UNESCO Global Geopark (UGG), Guy Martini mengungkapkan bahwaPulau Lombok adalah tempat yang terindah. Pantai yang bersih dan laut yang biru begitu memanjakan mata.
"Saat menginap di Gili Terawangan, dari jendela tempat tidur kami dapat menyaksikan indahnya laut yang biru dan bersih. Seolah tak pernah diguncang gempa", ungkapnya saat menghadiri makan malam (welcome dinner) di halaman kantor Gubernur NTB, Senin malam (2/9/2019).

Di depan Gubernur Dr. H. Zulkieflimansyah,  Wakil Gubernur Dr. Hj. Rohmi Djalilah, Kapolda, Danrem 162, kepala OPD lingkup Pemprov  NTB dan perwakilan 800 peserta Geopark Tambora di Asia Pacific Geopark Network (APGN) 2019, Martin memuji pelaksanaan kegiatan ini.

Menurut pria asal Perancis ini, saat tiba di Pulau Lombok, pada hari pertama ia beserta peserta APGN 2019 lainnya menghabiskan waktu di gili selama tiga hari. “Kami disambut dengan baik dan  disuguhi acara yang megah,” jelasnya.

 Guy Martin juga memuji  upaya Pemerintah Provinsi NTB dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa yang sudah berjalan kurang lebih setahun ini.

Ia mengatakan musibah gempa bumi serta seluruh proses rehab rekon oleh pemerintah dan masyarakat NTB terus ia pantau perkembangannya. Masyarakat NTB bisa bergerak cepat untuk menjalani hidup seperti biasa dan secara normal.

President UNESCO Global Geopark, Guy Martini
Sementara itu peserta APGN 2019 asal negara Cina Maggie, mengaku pasca gempa bumi yang melanda Lombok-Sumbawa, rehab dan rekonnya begitu cepat. Pemerintah dan masyarakat sudah sangat baik bekerja membangun kembali Lombok.”Sungguh kerja bagus dari pemerintah,” ungkap Maggie.

''Kami mendengar tentang gempa di Pulau Lombok Indonesia.  Namun ini bukan berita yang besar di negara saya,'' tambahnya.

Menurutnya gempa bumi di Lombok Indonesia, tidak membuat dirinya dan peserta APGN 2019 untuk datang ke Lombok. “Di sini sangat indah dan banyak pantai,” pujinya.

Gubernur NTB, Dr. Zulkieflimansyah  saat memberikan sambutan, diawalinya dengan menyampaikan sebuah ilustrasi untuk mengekspresikan perasaan masyarakat di NTB.

"Setiap hari di tempat kami, seekor rusa terbangun dan dia tahu bahwa dia harus berlari melebihi dari larinya Macan. Kalau tidak dia akan terbunuh. Begitu juga seekor macan, dia harus dan dia tahu bahwa harus berlari lebih cepat dari rusa atau dia akan kelaparan, Jadi tidak masalah kalian itu macan atau rusa, ketika matahari terbit sebaiknya kalian lari " ungkap Doktor Zul sapaan akrabnya

Cerita sederhana ini, menurut gubernur, benar benar mengekspresikan perasaan dan keinginan masyarakat NTB setelah satu tahun lalu dihantam oleh gempa bumi. banyak masyarakat kehilangan nyawa, namun gempa bumi telah menuliskan cerita sederhana, bahwa masyarakat NTB harus mampu berharmoni dengan lingkungan, dengan bumi dan belajar bagaimana untuk mengubah alam dan masyarakatnya.

“Kami hidup tanpa  previllage, kami tidak mempunyai banyak pilihan kecuali mengubah diri kami menjadi komunitas yang ramah terhadap masyarakat pebisnis,ramah terhadap investasi dan juga ramah terhadap pengunjung yang tertarik berkunjung ke tempat kami di Lombok dan Sumbawa,” tutur Doktor Zul penuh hangat.

Terlepas dari semua itu,  gubernur ingin masyarakat NTB menjadi sangat senang untuk tinggal di Pulau  Sumbawa dan Lombok yang cantik. Karenanya, masyarakat merasa sangat beruntung dan terhormat sebagai tuan rumah diselenggarakan event internasional yang dikemas dalam Asia Pasifik Geopark Network (APGN) Symposium 2019.

“Atas nama masyarakat NTB, kami menyambut kehadiran seluruh para peserta simposium ke 6 APGN  ditempat kami, dan kami berharap dengan pertemun ini kita dapat belajar dan berubah bersama untuk mendapatkan dunia yang lebih baik dan mengerti tentang geopark dan dampak langsungnya terhadap masyarakat kami,'' tutup gubernur. (Diskominfotik NTB)
Share:

Wednesday, 14 August 2019

Hj. Mufidah Jusuf Kalla Ajak Dekranasda NTB dan UMKM Tingkatkan Kreativitas.

Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Hj. Mufidah Jusuf Kalla saat melihat hasil produksi ketak Lombok saat meresmikan Kantor Dekranasda NTB, Rabu (14/8/2019)

Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Hj. Mufidah Jusuf Kalla, mengajak segenap jajaran Dekranasda NTB untuk terus melakukan upaya pembinaan dan pengembangan usaha pengrajin.  Sekaligus juga membantu UMKM pengrajin mengatasi berbagai kelemahan dan permasalahan yang dihadapinya. Termasuk membantu dalam hal promosi dan pemasaran.

Karenanya istri Wakil Presiden Jusuf Kala, yang lebih dikenal RI 4 itu, sangat mengapresiasi Dekranas Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), yang telah membangun Balai Kriya di Kantor Dekranasda, sebagai wahana menjalankan kegiatan-kegiatan di daerah.

Saat meresmikan Kantor Dekranasda NTB di Jalan Langko Mataram, Rabu (14/8-2019), Hj.Mufidah menegaskan bahwa keberadaan Balai Kriya tersebut membuktikan keseriusan Dekranasda NTB dalam menjalankan tugasnya.

"Kita ketahui bahwa industri kerajinan kriya merupakan bagian dari ekonomi kreatif, yang pertumbuhannya sangat cepat hampir di seluruh pelosok tanah air, tidak terkecuali di NTB yang memiliki potensi sangat besar,” ungkapnya.

Istri Wakil Presiden H. M. Jusuf Kalla menyebut ketatnya persaingan di tingkat regional maupun internasional memerlukan upaya-upaya nyata, untuk mendorong Usaha Kecil Menengah (UKM) Pengrajin, agar lebih giat sehingga mampu bersaing di pasaran. Sehingga menurutnya sangat diperlukan sinergi dari berbagai pihak, untuk melakukan upaya pembinaan dan pengembangan usaha pengrajin, dalam mengatasi berbagai kelemahan dan permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin,” ujarnya.

Hj. Mufidah berharap, Kantor Dekranasda NTB yang baru diresmikan dapat sekaligus sebagai galeri, untuk membantu pemasaran hasil produk UKM dan dapat menunjang sektor pariwisata, khususnya dalam penyediaan souvenir.
“Dengan mengikuti trend pasar yang sedang berlaku, dapat pula dengan membuka website yang telah dimiliki oleh Dekranasda. Tidak kalah pentingnya juga, agar Dekranasda NTB memanfaatkan pemasaran online, baik secara mandiri atau melalui market place seperti buka lapak, shopee, dan lainnya,” pungkasnya.

Di tempat yang sama, Gubernur NTB H. Zulkieflimansyah menyampaikan selamat datang dan terima kasih, kepada Ketua Umum Dekranas karena telah mengunjungi NTB.  “Mudah-mudahan ibu memberikan inspirasi dan semangat baru bagi di NTB, untuk kerja lebih maksimal lagi dan menyongsong masa depan yang lebih baik” ucap Gubernur.

Sementara Ketua Umum Dekranasda NTB Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah, dalam laporannya memaparkan khazanah budaya dari dua pulau di NTB. Di mana disampaikan beberapa hal yang menjadi kebanggaan NTB, seperti hasil tenun khas Suku Sasak Lombok, Samawa, dan tenunan khas Mbojo.

“Kami sangat membutuhkan bantuan, bimbingan, dan arahan dari Pusat agar tenun NTB bisa sejajar dengan tenun lain, dan diterima di berbagai kalangan” ungkapnya.

Lebih jauh Hj. Niken menyampaikan bahwa menyikapi NTB pasca diguncang gempa beruntun, pihak Dekranasda NTB melakukan recovery beberapa UKM dan membantu mempromosikan hasil karya UKM, baik di dalam maupun di luar negeri.

“Kami tetap membuat berbagai kegiatan pameran, sekali di Dubai yang berkenaan dengan Lombok-Sumbawa Recovery Night, di Malaysia, dan rencananya dalam bulan Agustus nanti, ada undangan dari Konjen RI di Darwin dan di Perth” tuturnya.

Dalam kesempatan tersebut, Hj. Mufidah Jusuf Kalla memberikan bantuan stimulan kepada pelaku industri kreatif, yang terdampak gempa bumi di Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Timur. (Marham/Diskominfotik NTB)
Share:

Kerajaan Pamatan dalam Babad Lombok

Naskah kuno Babad Lombok
Nama Samalas berasal dari nama Gunung Api yang ada dalam naskah Babad Lombok. Ditulis pada daun lontar sekitar abad ke – 18 dalam bahasa Jawa Madya. Pengalihaksaraan dilakukan Lalu Gde Suparman tahun 1994. Dari naskah ini kemudian ditelusuri jejak peradaban yang tertimbun sisa letusan Samalas tahun 1257.  

Kutipan tersebut berbunyi “Gunung Rinjani longsor, Gunung Samalas runtuh, banjir dan batu gemuruh, jatuh di Desa Pamatan, lalu hanyut rumah, lumpur rubuh. Terapung apung di lautan. Penduduknya banyak yang mati.

Jika dihubungkan dengan peradaban kuno, sejumlah temuan benda arkeologi di Desa Aik Berik, Desa Tanak Beak dan Ranjok, Kecamatan Batukliang Kabupaten Lombok Tengah, semakin menguatkan bahwa benda-benda tersebut merupakan peninggalan setelah letusan Gunung Samalas tahun 1257 silam.

"Gerabah yang ditemukan di sana sama dengan gerabah yang ditemukan di Gunung Piring Truwai, yang merupakan peninggalan prasejarah. Dari hasil kajian giloginya juga, bahwa lapisan tanahnya menunjukan bahwa itu sudah berusia 700 tahun lebih. Jadi kalau dihubungkan dengan letusan Samalas itu cocok," ujar Kasubag Museum pada Museum Provinsi NTB, Bunyamin kepada Suara NTB, Senin (12/8/2019).

Penemuan sejumlah artepak di Desa Aik Berik tersebut, semakin menguatkan tentang keberadaan sebuah Kerajaan Pamatan yang lenyap tertimbung oleh letusan Samalas. Temuan-temuan benda-benda artefak tersebut bisa menjadi petunjuk untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari keberadaan Kerajaan Pamatan.

Sebab, benda-benda yang ditemukan itu memiliki kemiripan dengan benda-benda kuno yang ada di Vietnam. Hal itu tentu bisa menjadi petunjuk bahwa sebelum letusan Samalas terjadi pernah hidup peradaban yang cukup maju di Lombok, yang sudah menjalin hubungan perdagangan dengan dunia luar.

"Temuan itu memang sama dengan benda-benda kebudayaan milik Vietnam, dan dari hasil penelitian orang Amerika. Itu artinya bahwa nenek moyang kita sudah berinteraksi dengan dunia luar ketika itu," jelasnya.

Hanya saja, temuan tersebut belum cukup untuk bisa sampai pada kesempulan terkait dengan keberadaan Kerajaan Pamatan. Sebab di naskah kuno Babad Lombok, juga disebutkan bahwa Pamatan bukan kerajaan, namun hanya sebuah desa.

"Kalau Pamatan ini memang disebutkan Desa Pamatan, di Babad Lombok itu  bukan kerajaan, dan itu ada tujuh bait yang diceritakan tentang Pamatan. Jumlah penduduk Pamatan yang disebutkan sampai 10 ribu di naskah itu kemungkinan bukan penduduk Desa Pamatan, tapi penduduk Lombok," jelasnya.

Pulau Lombok diyakini banyak menyimpan sejarah besar, namun belum bisa digali dengan maksimal. Keyakinan itu bisa dilihat dari ditetapkannya Gunung Rinjani sebagai Geopark Dunia. Namun penggalian sejarah tersebut masih terkendala dengan tidak memiliki balai Arkeologi sendiri yang bisa fokus melakukan penelitian.

"Museum geologi itu sangat penting, karena kita sudah punya geopark skala internasional. Sekarang kan masih dibawah Bali kita, sehingga kalau kita punya Balai Arkeologi sendiri, mungkin bisa lebih maksimal untuk melakukan penelitian sejarah. Karena kita sangat kaya dengan peninggalan kebudayaan," sebut Bunyamin.

Peninggalan-peninggalan kebudayaan milik Lombok yang sudah ditemukan saat ini terisimpan di berbagai tempat, ada yang di Balai Arkeologi Bali, Museum Geologi Nasional dan juga beberapa ada di Belanda. Jika dilakukan penelitian lebih dalam, maka diyakini akan bisa ditemukan sejarah yang lengkap tentang peradaban yang pernah hidup pra letusan Samalas.

"Sejarah Lombok ini kayak missing link. Prasasti kita belum ada, kebanyakan manuskrip kita itu setelah Islam. Nah pada abad sebelumnya belum pernah ada. Kita tidak pernah tahu apakah itu artefak - artefak kita dibawa ke Belanda atau tertimbun  oleh letusan Samalas itu belum kita tahu. Karena beberapa yang sudah ditemukan ini ada tersimpan di Museum Nasional, di Belanda dan juga yang baru-baru ditemukan," ujarnya.

"Sekarang yang ada ini sejarah Lombok itu berbeda-beda antar daerah. Karena tidak ada sumber yang pasti. Karena itulah perlu lembaga Arkeologi sendiri, untuk melakukan penelitian baik dari sisi geologi maupun arkeologi. Kan temuan-temuan yang sekarang ini, baru sebatas temuan masyarakat yang ditindaklanjuti, tapi upaya penelitian lebih dalam itu belum ada," pungkasnya. (Hiswandi/Suara NTB)
Share:

Letusan Gunung Samalas yang Mengubur Kerajaan Pamatan Lombok

Kepala Desa Tanak Beak Maknun menunjuk ke arah sisa galian tanah uruk yang diperkirakan di bawahnya tertimbun Kerajaan Pamatan.

Selama tiga dasawarsa peneliti belum bisa menjawab pertanyaan mengenai letusan hebat abad pertengahan. Aktivitas super kegunungapian yang membuat perubahan iklim drastis Eropa dan sebagian Asia pada tahun 1258. Sampai kemudian muncul teori Gunung Samalas. Benarkah letusan maha dahsyat ini mengubur Kerajaan Pamatan?

Ahli geologi mengupas Samalas dalam Geomagz Volume 6 Nomor 1 terbitan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI 2016. Pemerhati Kebumian, Atep Kurnia menjelaskan ahli akhirnya mengurucutkan bahwa misteri letusan 1258 ditengarai akibat aktivitas satu gunung api di Indonesia.

Hal itu merujuk pada temuan 15 ahli gunung api dunia yang dimuat dalam Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS) Vol 110 No 42. Ditulis dengan tajuk “Source of the great A.D 1257 mistery eruption unveiled, Samalas volcano, Rinjani Volcanic Complex, Indonesia.”

Ahli dari Indonesia yang terlibat yakni Geolog pada Badan Geologi Bandung Indyo Pratomo, akademisi Geografi Universitas Gadjah Mada Danang Sri Hadmoko, dan mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono.

Atep menyebut tulisan itu menyatakan bahwa sumber letusan misterius abad pertengahan itu berasal dari kompleks Gunung Api Rinjani, Indonesia. Penanggalan 14C mengindikasikan bahwa klimaks letusan yang membentuk kaldera itu terjadi pada abad ke-13 (Akira Takada, 2003).

Sementara Penelitian Rinjani Franck Lavigne dkk menyimpulkan bahwa letusan gunung api di sekitar Kompleks Rinjani ini lebih besar dibandingkan letusan Gunung Tambora 1815. Lavigne, tulis Atep, menganalisis data stratigrafi dan geomorfologi, vulkanologi fisik, penanggalan radiokarbon, geokimia tefra, dan kronik.

Lavigne melanjutkan bahwa letusan itu melepaskan 40 kilometer kubik abu setinggi 43 kilometer. Total magma yang dilepaskan sebesar 40,2 ± 3 km3 Dense Rock Equvalent (DRE) atau kesetaraan volume batuan yang dierupsikan. Letusan itu setara magnitudo 7.

Lavigne menemukan perbandingan gelas yang ditemukan di inti es dengan material hasil letusan tahun 1257 yang menunjukkan kemiripan. Hal itu menjadi rujukan yang memperkuat hubungan letusan tahun 1257. Letusan itu menjadi yang terbesar selama periode holosen hingga menyebabkan anomali iklim pada tahun 1258 utamanya di belahan utara bumi.

Atep melanjutkan hasil temuannya. Bahwa Lavigne mencari jawaban mengenai literatur tertulis dari sumber lokal. Lavigne memutuskan untuk mencarinya di Perpustakaan Leiden, Belanda dan Perpustakaan KITLV, yang menyediakan dokumentasi Indonesia di masa lalu.

Pencairan Lavigne, masih tulis Atep, menemunkan naskah Babad Lombok. Babad Lombok menurut Sasak and Javanese Literature (Morisson, 1999) memilki beberapa versi. Perpustakaan Nasional memberi kode Bd Codex 395.

Naskah Babad Lombok yang dikutip Lavigne berisi naskah tambo sejarah Lombok sejak Nabi Adam hingga kondisi politik Lombok pada sekitar periode lahirnya naskah babad yakni abad ke-18, tulis Atep.



Naskah itu ditranslliterasi dan ditranskripsi Lalu Wacana (1979). Lavigne menemukan Samalas dalam Babad Lombok tersebut. Nama Samalas merujuk pada gunung api yang berbarengan meletusnya dengan Rinjani, sesuai kutipan naskah tersebut.

Kutipan itu berbunyi, seperti disadur dari Atep, “Gunung Renjani kularat, miwah gunung samalas rakrat, balabur watu gumuruh, tibeng Desa Pamatan, yata kanyut bale haling parubuh, kurambaning segara, wong ngipun halong kang mati.” Artinya, berdasarkan Lalu Wacana, “Gunung Rinjani longsor, dan Gunung Samalas runtuh, banjir batu gemuruh, menghancurkan Desa Pamatan, rumah-rumah roboh dan hanyut terbawa lumpur, terapung-apung di lautan, penduduknya banyak yang mati.

Atep melanjutkan, bahwa Indyo Pratomo (2013) menyatakan temuan Gunung Samalas berimplikasi terhadap disiplin kegunungapian dan mitigasi bencana, serta memberikan peluang penelitian baru di bidang arkeologi hingga sejarah nusantara pada masa lalu.  

Jejak Peradaban Sisa Samalas   

Hingga akhir abad ke – 20, sejarah pembentukan Kaldera Rinjani terus dalam penelitian oleh ilmuwan  ternama seperti Heriyadi (2003), Asnawir (2004) dan Frank Lavigne (2013). Kesimpulan  riset bahwa kaldera Rinjani terbentuk abad ke 13, sementara berhasil mengungkap misteri letusan pada abad itu bersumber dari Gunungapi Samalas tahun 1957. Bagaimana upaya mengungkap peradaban kuno sekitar 700 tahun lalu itu di Lombok?

Balai Arkeologi Bali wilayah kerja Bali, NTB, dan NTT melakukan penelitian awal Jejak Budaya di Dusun Ranjok, Desa Aik Berik, dan Dusun Tanak Bengan Desa Tanak Beak, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, pada tanggal 6 sampai 8 Juni 2018 lalu. Dari simpulan penelitian tersebut, temuan-temuan arkeologis tersebut, ada sisa-sisa kebudayaan masa lalu.
 
Kepala Desa Tanak Beak Maknun dan pengurus Pokja Samalas foto di atas permukaan tanah bekas galian C. Di bawah  tanah itu diduga masih tertimbun perdabatan kuno


Kepala Balai Arkeologi Bali Wilayah Kerja Provinsi Bali, NTB, NTT, Drs. I Gusti Made Suarbhawa, kepada
Suara NTB, menyampaikan, pihaknya sudah melakukan penelitian awal pada tahun 2018 lalu. Laporan penelitian itu merupakan laporan kegiatan insiden berdasarkan laporan masyarakat dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB tentang adanya temuan di lokasi penambangan pasir di Dusun Ranjok, Kecamatan Batukliang Utara.

Selain dari Balai Arkeologi Bali, pada kegiatan itu juga terlibat tim dari Balai Geologi Bandung untuk mengidentifikasi masalah terkait letusan gunung api. Tim dari Balai Arkeologi Bali terdiri atas Drs. I Gusti Made Suarbhawa, Drs. I Nyoman Sunarya, dan I Wayan Sumerata, S.S.



Kegiatan penelitian diawali dengan melakukan survei di lokasi penelitian, pada areal penambangan tanah uruk dan pasir yang luasnya kurang lebih 50 are Dusun Ranjok. Pada awalnya pada 1 Juni 2018 masyarakat Dusun Ranjok menemukan benda-benda kuno di sebidang tanah. Saat melakukan penambangan tanah uruk dengan cara tradisional di kedalaman 35 meter dari permukaan tanah awal, salah seorang buruh tambang menemukan benda-benda yang diduga sisa aktivitas manusia masa lalu.

Setelah dilakukan penegamatan terhadap tanah yang sudah digali, tampak singkapan dengan beberapa lapisan tanah, tetapi tidak begitu jelas karena kondisi tanah yang lembab dan terdapat aliran air di bawahnya. Meski pun demikian, masih dapat diidentifikasi beberapa lapisan tanah yang merupakan debu vulkanik bercampur fumis.

Gusti Made menjelaskan, tim juga menindaklanjuti informasi tentang lokasi penambangan yang terdapat di Desa Tanak Beak, secara administratif masih termasuk wilayah Batukliang Utara. Jarak antara penambangan di Dusun Ranjok dengan lokasi di Dusun Tanak Bengan sekitar 5 kilometer. Di lokasi ini juga ditemukan sebaran fragmen gerabah dari berbagai varian bentuk, keramik, dan benda logam.

“Oleh karena indikasi permukaan sangat banyak, tim hanya melakukan dokumentasi pada tempat-tempat yang paling banyak sebaran temuannya. Beberapa temuan kemudian diambil untuk dijadikan sampel penelitian. Belum diketahui dari mana asal temuan ini. Apakah tertransfortasi dari tempat lain akibat letusan gunung api, ataukah di tempat ini dulunya sebuah pemukiman,” jelas Gusti Made.

Tim menyimpulkan bahwa temuan-temuan arkeologis di Dusun Ranjok, Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang, merupakan sisa-sisa kebudayaan masa lalu. Dibuktikan oleh temuan gerabah, keramik, beras, dan tulang. Temuan tersebut dianggap dapat mewakili  bahwa di lokasi itu pernah ada aktivitas masyarakat masa lalu. “Sedangkan belum ada temuan fitur lain, temuan lepasnya belum mampu menggambarkan pola pemukiman di lokasi ini,” ujarnya.

Gusti Made menjelaskan, sebab-sebab terkuburnya permukiman ini diduga akibat bencana alam letusan gunung api, karena semua artefak yang ditemukan berada di bawah lapisan abu vulkanik dan piroklastik gunung api. “Untuk melacak hal tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut yang komprehensif,” katanya.

Pihaknya menyarankan agar Pemerintah Daerah Provinsi NTB dan Kabupaten Lombok Tengah segera melakukan upaya perlindungan dan konservasi di Dusun Tanak Bengan, Desa Tanak Beak, dan Dusun Ranjol, Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang Utara.

Sebenarnya, akhir tahun 2018, Balai Arkeologi merencanakan penelitian lanjutan, akan tetapi karena bencana alam gempa Lombok dengan berbagai dampaknya, penelitian ditunda dan sampai saat ini belum ada penelitian lanjutan. “Kami juga sangat berkepentingan agar tahun 2020 bisa terlaksana,” pungkasnya. (Wahyu Widiantoro/Atanasius Roni Fernandes Suara NTB)

Share:

Monday, 12 August 2019

Sulitnya Mendapat Penganan Tradisional Khas Lombok di Pasar Sendiri

Cerorot, makanan khas Lombok yang sulit ditemukan di pasaran. Lebih mudah membeli pizza atau burger, daripada beli cerorot. 
Beragam jenis penganan modern membanjiri pasar. Umumnya, penganan yang dibuat dalam skala industri. Pelan-pelan, penganan lokal ditinggalkan. Padahal, menjaga penganan lokal adalah upaya mempertahankan kearifan lokal tak tergerus. Seperti apa upaya kiat dan upaya pengusaha lokal dalam mempertahankan eksistensi penganan lokal agar tidak tergerus zaman.

Mencari penganan lokal untuk dikonsumsi atau dijadikan oleh-oleh masih sulit. Hanya ada beberapa toko atau pedagang di pasar yang menjual penganan lokal, seperti kelepon kecerit, jaje tujak, renggi, cerorot, nagasari, opak-opak, poteng dan lainnya. Beda halnya, kalau kita ingin membeli penganan modern atau luar daerah banyak ditemukan di toko-toko roti hingga pedagang kecil di masyarakat. 

Harus diakui masih sedikit yang mempertahankan tetap memproduksi penganan tradisional ini. Regenerasi produsen panganan lokal mengkhawatirkan. Mereka tersaing oleh produk penganan modern yang justru ditengarai banyak memicu beragam jenis penyakit, karena dibuat dengan beragam campuran bahan-bahan pewarna dan pemanis modern.

Sebaliknya, pangan lokal yang dibuat masih dengan cara-cara tradisional justru lebih terjamin risiko kesehatannya. Sayangnya, modernisasi membuat panganan lokal makin dikucilkan.

Adalah Industri Kecil Menengah (IKM) Sasak Maiq di Senteluk, Lombok Barat adalah salah satu produsen produk olahan pangan lokal. Produksinya cukup beragam, mulai dari tortilla atau keripik rumput laut, terasi Lombok, dodol rumput laut, kopi rumput laut, abon ikan hingga rengginang rumput laut. Semua bahan bakunya diambil dari petani lokal.

Baiq Siti Suryani selaku pengelola Sasak Maiq menuturkan, produk olahan pangan lokal semakin beragam. Namun belum semua jajanan yang menjadi warisan leluhur masyarakat Lombok dibuat sedemikian rupa untuk selanjutnya dijual ke wisatawan. Yang diproduksi selama ini adalah produk tahan lama yang berbahan baku rumput laut, ubi ungu, singkong dan abon ikan.
Cerorot dan makanan tradisional Lombok lainnya saat dipamerkan.
“ Kami juga membuat rengginang rumput laut, rengginang ubi ungu dan rengginang singkong. Respons pembeli bagus, terlebih kami tidak menggunakan pewarna makanan, kami hanya menggunakan pewarna alami,” kata Baiq Siti Suryani pada Ekbis NTB di Lapangan Bumi Gora Kantor Gubernur NTB, Jumat (9/8/2019).

Untuk menambah variasi produk olahan pangan lokal, Sasak Maiq juga mengolah jus jagung dengan aneka variasi, sehingga konsumen bisa memilih sesuai dengan selera. Variasi ini bagian dari inovasi agar mampu bertahan pascagempa tahun 2018 lalu. Karena pascagempa, nyaris seluruh dunia usaha terdampak, tak terkecuali IKM yang bergerak di bidang produksi makanan.

Menurutnya, satu tahun pascagempa usahanya belum benar-benar pulih. Hal ini tercermin dari perolehan omzet usaha. Sebelum gempa kata Suryani, omzet bulanan yang bisa diperoleh sekitar Rp 150 juta per bulan. Namun saat ini, omzet yang diperoleh sekitar Rp 60 juta per bulan. Ia optimis seiring dengan program pemulihan pasca bencana yang masih terus dilakukan serta geliat pariwisata NTB, usaha IKM di Lombok akan membaik di masa yang akan datang.

“ Dulu sebelum gempa bisa mencapai 150 juta, sekarang kami rasakan hanya sekitar 50, atau 60 juta. Namun sejak Juli kemarin mulai ada sedikit perubahan,” terangnya. 

Semua produk yang dihasilkan oleh Sasak Maiq dijual di sejumlah gerai modern, toko roti, lingkungan sekolah dan tersedia di situs penjualan berbasis daring. Penjualan lewat daring cukup diandalkan, karena banyak konsumen yang melakukan pemesanan melalui situs.

Ia mengatakan, agar IKM dapat berkembang dengan baik, maka semua syarat-syarat untuk berkembang harus terpenuhi, seperti adanya label halal MUI, PIRT, keterangan kedaluwarsa dan lainnya. “ Itu semua bisa diurus. Insya Allah tidak sulit jika ada kemauan, apalagi pemerintah daerah memberikan kemudahan untuk pengurusan itu,” terangnya.

Penganan modern menjadi penguasa pasar. Sementara penganan tradisional terancam punah. Seharusnya re-branding dilakukan.

Penegasan ini disampaikan Ketua Indonesian Chef Association (ICA) atau Asosiasi Chef Indonesia NTB, Anton Sugiono. Penganan tradisional ( produk lama), jika tak ditampilkan dengan bagus bisa jadi hanya tinggal menunggu waktu kepunahannya.  

Penganan tradisional menurutnya, belum berani tampil mengikuti zaman. Seharusnya, ia telah ditampilkan dengan kemasan yang bagus, sehingga menarik minat konsumen. Anton menyebut contoh wajik, dodol yang merupakanan penganan tradisional. Sampai saat ini, belum dikemas menarik, mengikuti selera zaman. Penganan ini hanya dibuat biasa-biasa saja. Jika tetap seperti ini, akan ditinggalkan.

Beda jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Terutama daerah yang sadar dengan potensi pariwisatanya. Pangan tradisionalnya adalah kearifan lokal yang dijaga kelestarian. Pangan tradisional ditampilkan dengan kemasan yang sangat menarik. Tak heran kemudian pangan tradisionalnya menjadi di toko oleh-oleh.

Dengan perkembangan zaman saat ini, Anton mengatakan konsumen sangat mengerti tentang kualitas dan standarisasi. Pangan lokal tidak dilihat sekilas. Tetapi dinilai dari proses pembuatannya. Legalitas penjualannya juga diperhatikan. Misalnya sudah ada tidaknya izin dari Dinas Kesehatan dan BPOM. “Konsumen sudah mengerti standarisasi. Sanitasi, dan pengolahannya. Sehingga faktor ini tidak bisa diabaikan,” jelas Anton.

Kelepon, salah satu penganan tradisional yang masih memiliki daya tarik. Kendati demikian, kelepon ini masih disajikan seperti yang biasa. Menurutnya, produsen harus berani membuatnya tampil lebih menarik.

ICA NTB juga turut melestarikan penganan tradisional ini. Apalagi komitmen yang tertuang dalam AD/ART ICA sudah jelas, agar penganan lokal/tradisional harus terus dipertahankan. Kelepon salah satu contohnya. Biasanya disajikan sebagai menu-menu tradisional dalam setiap kegiatan di hotel. Kelepon juga tidak sekadar disajikan, seperti model penyajian para pedagang.  ‘’Untuk meningkatkan daya tariknya, kelepon ini bisa disusun dalam bentuk boneka. Atau sejenisnya. Tidak sekadar dijejer di atas wadah, seperti yang biasa kita lihat,’’ imbuhnya.

Untuk melestarikan penganan tradisional ini, Chef Hotel Puri Indah Mataram ini mengatakan, ada ketentuan di hotel untuk menyajikan pangan lokal. Misalnya, di Puri Indah, setiap sarapan disiapkan sajian tigapo, getuk, juga cerorot. Demikian juga pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di hotel. Diatur komposisi menu sajian. 1 pangan tradisional lokal, 1 pangan modern.

Anton mengatakan, seluruh anggota ICA sepakat untuk membantu pemerintah melestarikan pangan lokal. Salah satunya dengan cara mengkampanyekan pangan lokal dalam setiap sajian hotel. Tapi pemerintah juga harus aktif. Sarannya, agar pangan lokal tetap lestari. Para produsen harus diberikan pelatihan. cara membuat pangan higienis, penggunaan alat dan bahan, serta pengemasannya.(Ekbis NTB)
Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive