Kepala Perwakilan BPKP NTB Dr. Ilham Nurhidayat |
Selain melakukan pengawalan terhadap sejumlah program pembangunan strategis yang ada di NTB, seperti pembangunan bendungan, RSUD Provinsi NTB dan juga pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB juga siap mengawal industrialisasi garam di NTB.
Kepala Perwakilan
BPKP NTB Dr. Ilham Nurhidayat mengakui , jika swasembada garam untuk memenuhi
kebutuhan garam dalam negeri masih menjadi permasalahan yang belum teratasi.
Menurutnya, garam impor masih mendominasi pemenuhan garam nasional, khususnya
di sektor industri.
‘’Perlu upaya masif
dan kolaboratif dalam rangka mengatasi permasalahan ini, baik dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah maupun badan usaha. Provinsi NTB sebagai salah satu
produsen garam di Indonesia, memiliki andil besar dalam mendukung upaya
tersebut,’’ ujarnya pada Suara NTB,
Selasa (27/9/2022).
Diakuinya, program industrialisasi
garam yang telah diinisiasi oleh Pemprov
NTB sejak tahun 2019 telah menargetkan tercapainya produksi 120.000 ton
garam kualitas K1 di tahun 2024. Namun, program industrialisasi garam ini belum
berprogres secara signifikan hingga tahun 2022. Dalam hal ini, pihaknya
memberikan masukan agar industrialisasi garam ini berjalan secara maksimal.
Seperti perlunya penguatan dari berbagai sisi, yakni, kebijakan, dukungan kelembagaan, dukungan
program/kegiatan dan anggaran.
Selain itu,
tambahnya, perlu dilakukan perbaikan tata kelola, peningkatan kompetensi SDM,
pemenuhan kebutuhan infrastruktur, penerapan inovasi, kemitraan, dukungan permodalan dan monitoring secara
periodik.
Adanya upaya masif
dan kolaboratif tersebut diharapkan dapat mengakselerasi program industrialisasi
garam ini mampu memenuhi kebutuhan garam berkualitas di tingkat regional NTB
maupun di tingkat nasional, sehingga
mengurangi ketergantungan akan garam impor.
Dijelaskannya, industri
garam merupakan industri yang strategis dan terus berkembang, sehingga
permintaan, baik jenis dan penggunaan garam terus meningkat. Khususnya, garam
konsumsi dan garam industri. ‘’Garam sebagai bahan pangan merupakan bahan
pelengkap dan salah satu sumber gizi yang tidak dapat digantikan oleh produk
lainnya, sedangkan sektor industri memanfaatkan garam sebagai bahan baku dalam
pembuatan berbagai produk industri,’’ terangnya.
Namun pada
perkembangannya, tambahnya, produksi garam Provinsi NTB belum mampu memenuhi
kebutuhan regional Provinsi NTB dan nasional, utamanya kebutuhan di sektor
industri. Hal ini disebabkan garam yang mayoritas masih diproduksi oleh
masyarakat (garam rakyat) memiliki kualitas yang rendah.
Dicontohkannya,
produksi garam Kabupaten Bima, hanya mampu diserap pasar industri dan konsumsi
sebesar 10% saja. Garam yang dibutuhkan pasar industri dan konsumsi adalah
garam dengan kualitas 1 (K1) dengan tingkat NaCl antara 95% - 98%. Sedangkan
garam NTB lebih dominan memiliki kadar NaCl di bawah 90% atau masuk dalam
kategori kualitas dua dan tiga (K2/K3).
Kendala lain,
kualitas garam, terutama di Kabupaten Bima belum dapat memenuhi kebutuhan pasar.
Akibat pemerintah Ddaerah belum optimal dalam memasarkan produk garam.
Pemerintah daerah, tambahnya, perlu memperhatikan penerapan inovasi teknologi
peningkatan kualitas produksi garam, karena penerapan inovasi ini berjalan
lambat. Selain itu, kerjasama kemitraan antara kelompok usaha garam rakyat
dengan BUMD belum terjalin optimal dan dukungan sarana dan prasarana.
‘’Begitu juga, kelompok
usaha garam belum mampu mengakses pembiayaan perbankan/non perbankan. Termasuk
monitoring capaian kinerja industrialisasi garam di Provinsi NTB belum
dilakukan,’’ ungkapnya.
Terkait hal ini,
ada beberapa rekomendasi yang diberikan pihaknya agar NTB menjadi daerah
penyangga garam nasional. Dalam hal ini, pemerintah harus menerapkan kebijakan
yang jelas dan lengkap. Selain itu, kebijakan ini harus mendapat dukungan dari
perangkat daerah dan juga memangkas rantai distribusi dan membangun sistem
pemasaran.
‘’Pemerintah daerah
juga mesti melakukan peningkatan kualitas garam produksi. Dan juga menerapkan
inovasi dan dukungan sarana prasarana. Hal yang paling penting adalah menjalin
kerjasama kemitraan dan membuka arus serta monitoring kinerja program
industrialisasi garam,’’ sarannya.
Selain itu, peran
pemerintah pusat, khususnya kementerian terkait sangat penting dalam mendukung
keberhasilan industrialisasi garam di Provinsi NTB. Dalam hal ini, tata niaga
garam yang baik melalui penurunan kuota impor garam yang disesuaikan dengan
jumlah produksi garam nasional, dukungan konektivitas dan aksesibilitas bagi
produk garam NTB untuk pasar nasional. Termasuk, pembangunan industri-industri
yang membutuhkan bahan baku garam di Provinsi NTB akan meningkatkan daya saing
produk garam NTB.
‘’Selain itu,
dukungan anggaran dari Kementerian terkait bagi terwujudnya Kawasan Ekonomi
(KE) Garam yang terintegrasi di Provinsi NTB menjadi salah satu kunci
terwujudnya industrialisasi Ggaram di Provinsi NTB dan menjadikan garam NTB
sebagai penyangga kebutuhan garam nasional,’’ harapnya. (Marham)