Be Your Inspiration

Monday 10 December 2018

Renda, Motif Tenun Asal Bima yang sudah Go International

Penenun sedang menenun motif Renda di Bima
Bima memiliki banyak potensi kerajinan yang bernilai jual tinggi. Apalagi motifnya tidak kalah menarik. Salah satu motif yang menarik perhatian adalah Renda. Motif Renda, menjadi motif  tenunan khas tradisional Bima (Muna Mbojo) yang telah menembus pasar internasional.

Rita, salah satu penenun, mengaku, motif Renda,  telah menembus pasar nasional hingga internasional atau diekspor ke Singapura, Malaysia dan Australia. Sayangnya potensi tersebut tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah. Karena produk ini banyak dibeli warga di luar Bima sebagai oleh-oleh yang sebelumnya dipesan terlebih dahulu.


Selama ini, Rita mengaku, jika menenun sebagai kegiatan sampingan atau mengisi waktu luang di saat tidak sibuk menjalani rutinitas sebagai IRT. “Karena ingin terus melestarikan warisan leluhur. Saya juga akan menenun apabila ada pesanan,” katanya.

Menurutnya kegiatan menenun tersebut tidak digelutinya sebagai profesi tetap, karena hingga saat ini belum ada pasar atau pembeli dalam jumlah banyak. Karena, ia menilai percuma saja diproduksi banyak tapi pasarnya belum ada. “Selama ini hanya dibeli sebagai oleh-oleh. Kadang untuk keperluan membuat gaun atau kemeja yang biasa ke acara pernikahan,” katanya. (Rafiin/Bima)
Share:

Pengen Beli Kre Alang, Datang Saja ke Perajin di Desa Sebewe Moyo Utara Sumbawa

Salah satu penenun Kre Alang Dusun Senampar, Desa Sebewe, Kecamatan Moyo Utara saat membuat produk Kre Alang. 
Tenunan khas Sumbawa, Kre Alang tidak sulit dipasarkan. Karena biasanya peminat yang langsung memesan kepada perajin.  Seperti halnya perajin tenun Kre Alang Dusun Senampar, Desa Sebewe Kecamatan Moyo Utara, Nurmayanti.

Dia menggeluti tenunan ini sudah belasan tahun. Mengikuti orang tuanya yang sudah menenun sejak puluhan tahun lalu. Selain Kre Alang, ia juga membuat Pabasa dan Sapu’, serta hiasan dinding untuk bingkai. Di rumahnya ada 4 stel alat tenunan yang digunakan. Masing-masing menghasilkan satu produk Kre Alang dalam satu bulan dengan harga pasaran bervariasi, mulai dari Rp 1,5 juta, Rp 1,8 juta hingga Rp 2 juta per produk. Harga ini, tergantung dari kesulitan motif dan bahan benang yang digunakan.

Pemasarannya pun tidak sulit, karena pembeli langsung datang memesan dari berbagai kecamatan. Bahkan ada yang datang dari luar daerah saat adanya kegiatan tertentu di Sumbawa. “Pemasarannya tidak sulit karena biasanya pembeli sendiri yang datang memesan. ada dari Sumbawa, Plampang, Empang dan kecamatan lainnya. Ada juga dari luar daerah kalau ada kegiatan tertentu,”  ujarnya.

Dalam pembuatan satu Kre Alang menghabiskan kurang lebih 6 kotak benang dengan isi 12 buah. Kemudian satu gulung benang emas untuk membuat motif. Bahan benang ini tidak sulit didapatkan karena banyak tersedia di toko. Namun untuk menghasilkan produk yang paling halus, pihaknya masih terkendala benang (benang mesres) yang hanya dijual di Mataram.


Adapun motifnya sendiri ada banyak, namun yang sering dibuatkannya bermotif Kemang Satange, Gili Liuk dan motif Ayam. Hasil produknya tidak dipasarkan ke tempat lain, karena tidak ada stok. Peminat langsung pesan sendiri, setelah produk jadi langsung mengambil. “Artinya tidak ada stok. Karena untuk penjualan biasanya pembeli pesan terlebih dahulu. Setelah jadi baru ambil. Bahkan pembeli ada yang menghubungi lewat hp,” jelasnya.

Pihaknya berharap, tenunan Kre Alang ini bisa dikenal di luar daerah termasuk mancanegara. Artinya orang bisa mengenal motif khas dari Sumbawa. Ia pun mengakui sebelumnya sudah pernah mendapatkan pelatihan dari Diskoperindag Sumbawa. Terutama terkait kreasikan produk bisa dibuatkan tas dan baju. “Untuk saat ini kita fokus tenun Kre Alang. Untuk buat tas dan kain untuk baju ada kelompok masing-masing,” tandasnya.

Terpisah Kepala Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Sumbawa, H. Arif, M.Si mengakui terus membina para penenun gedokan atau tradisional. Di mana sebagai sentra pusat dari industri, Kementerian Perindustrian sudah menetapkan di Dusun Sameri, Desa Poto. Di sana ada 64 alat tenun, kemudian ada gazebo atau rumah produksi tempat para penenun melakukan aktifitas produksinya. 

Selain itu, pihaknya sekarang juga fokus mengembangkan industri Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang menghasilkan tenun ikat sebagai bahan baju yang bermotif khas Sumbawa. “Kami tidak mengganggu Sameri dengan khas gedokan supaya dilestarikan. Sedangkan untuk ATBM ini di wilayah-wilayah lainnya,” terangnya.

Diakuinya, pihaknya sudah memberikan pelatihan pada bulan September lalu untuk ATBM ini. Mulai dari pelatihan pewarnaan sampai pelatihan nesek. Selanjutnya pihaknya melakukan pendampingan hingga akhir Desember mendatang. Pendampingan ini dimaksudkan untuk sinkronisasi peralatan. Karena ATBM ini masih terbilang baru bagi para penenun. Dimana sebelumnya terbiasa dengan tenun gedokan atau tradisional. “Alat tenun bukan mesin (ATBM) ini baru diperkenalkan kepada mereka. Oleh karena itu masih ada kesulitan, sinkron dan gerakan tangan kaki berbeda kaidahnya dengan gedokan. Target kami akhir Desember ini empat kelompok yang sudah dilatih ini sudah bisa lancar. Masih belajar. Insya Allah awal 2019 ada 5 kelompok lagi yang kita latih,” paparnya. 

Terhadap tenunan Kre Alang, diakuinya tidak perlu dikhawatirkan. Karena tidak pernah sepi peminat.  Apalagi momentum HUT Sumbawa, tenun Kre Alang  ini habis. Bahkan pihaknya terkadang kewalahan mencari apabila ada tamu yang datang dari luar. Begitupula untuk tenun dari ATBM nantinya pihaknya optimis akan laku keras. Karena bupati sudah mengeluarkan imbauan kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mengenakan baju dari tenun ikat yang bermotif khas Sumbawa.

“Kre Alang tetap laku. Kalau tenun ikat Insya Allah produknya laku. Kemarin kita sudah keluarkan ada Sembilan lembar dengan panjang 2,5 meter sudah direbut oleh orang di Pemda. Sehingga bagi mereka (penenun) tidak usah khawatir asalkan bikin yang berkualitas,” tandas H. Arif.
Untuk pemasaran, lanjutnya, pihaknya juga sudah memiliki galeri sebagai pusat penjualan barang UMKM yang terletak di samping Diskoperindag. Kemudian pihaknya juga memiliki UPT Tenun dan Batik. Saat ini pihaknya sedang menambah bangunannya untuk produksi pewarnaan kain tenun. Semua itu sebagai bentuk komitmen dan keseriusan Pemda dalam mendorong produksi tenun. “Itulah program Pemda baik jangka pendek maupun menengah. Pertama sebagai ciri khas branding kita, kedua dampaknya kepada meningkatnya penghasilan dan membuka lapangan kerja bagi mereka (penenun),” pungkasnya. (Indra Jauhari/Suara NTB/Sumbawa)
Share:

Tenun Pringgasela Lombok Timur Siap Penuhi Kebutuhan Seragam ASN

 Pemilik Pusat Industri Sentosa Sasak Tenun, Pringgalesa, Lombok Timur M. Maliki dengan kain tenun warna alam yang dibuatnya. 

NTB sangat kaya dengan kerajinan khas NTB. Misalnya, tenun khas Lombok yang berpusat di Sukarara Lombok Tengah, Pringgasela Lombok Timur, Lingsar Lombok Barat. Sementara etnis Samawa di Sumbawa dengan Kre Alang dan Bima dengan Tembe Nggoli atau Renda. Masing-masing tenun memiliki ciri khas dan pangsa pasar tersendiri. Meski demikian, penggunaan kain tenun tradisional ini di instansi pemerintah masih minim. Butuh intervensi pemerintah daerah agar perajin di NTB bisa merasakan dampak dari produk yang mereka buat.



Program Pemprov NTB menggunaan kain tenun lokal sebagai bagian dari pakaian resmi wajib yang digunakan oleh ASN disambut sangat positif oleh pelaku industri, produsen kain tenun. Mereka menganggap rencana pemerintah daerah ini sebagai angin segar menumbuhkembangkan kearifan lokal.

Kebijakan ini rencananya ditetapkan tanggal 18 Desember mendatang. Didorong lagi semangat yang sama setelah terbentuknya pengurus baru Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi NTB dibawah kendali Hj. Niken Saptarini Zulkieflimansyah.

“Ada peluang pasar bagi kami penenun lokal,” kata M. Maliki, pemilik Pusat Industri Sentosa Sasak Tenun, Pringgalesa, Lombok Timur pada Ekbis NTB, Minggu (9/12/2018).
Proses pewarnaan kain tenun khas Pringgasela menggunakan bahan alam.
M. Maliki termasuk bagian dari anggota Dekrasansda NTB pengurus baru yang telah direkrut. Ia salah satu produsen yang diharapkan akan mendukung rencana pemerintah daerah ini. Setidaknya, ia yang diharapkan menjadi penyedia, di samping perajin-perajin lainnya di kabupaten/kota di NTB.




Dalam waktu dekat pelantikan Dekranasda NTB, seragam dari kain tenun rencananya yang akan digunakan. Inipun, sudah menjadi signal sangat positif yang diterima para perajin. Artinya, ketika produk-produk lokal mulai diutamakan, akan tumbuh dengan sendirinya rasa cinta pada produk lokal, tentu menjadi penggerak bagi produsen-produsen lokal untuk lebih giat berproduksi.

M. Maliki kepada media ini menyebut, selama ini mereka mengandalkan pasar penjualan di luar daerah, termasuk luar negeri. Rencana pemerintah untuk menerapkan penggunaan kain tenun lokal sebagai pakaian resmi wajib bagi ASN harapannya akan membuka peluang pasar yang lebih besar. “Kalaupun tidak menjual keluar daerah tidak masalah. Kalau semua kita di daerah sudah mengedepankan kearifan lokal,”  ujarnya.

Perajin menurutnya merasa terdukung. Rencana ini sangat diharapkan sejak lama. Tidak saja oleh produsen satu jenis kerajinan. Harapannya, agar keinginan yang digagas kuat oleh Dinas Perdagangan Provinsi NTB Ini benar-benar dilaksanakan. Tidak sebatas wacana. Tidak juga sebatas pelaksanaannya oleh ASN lingkup Pemprov NTB. tetapi agar dapat diterapkan dengan semangat yang sama oleh pemerintah kabupaten dan kota di NTB.



Sebetulnya, kata Maliki. Keinginan untuk menggunakan produk-produk lokal ini sudah ada sejak lama. Hanya saja, tidak ada penekanan bagi ASN untuk penggunaannya. “Ada yang pakai, ada yang endak. Kalau sudah ditekankan kepala dinas, atau gubernur, mungkin semua ASN pasti manut. Kita mengharapkan hal ini,” imbuhnya.

Hanya saja, ia juga mengingatkan. Bila pemerintah daerah memberlakukan kebijakan penggunaan kain tenun lokal ini sebagai pakaian dinas, disarankan kebutuhan dinas agar bersentuhan langsung dengan kelompok-kelompok produsen. Kenapa demikian? Mulai muncul kain tenun yang motifnya dibuat menggunakan mesin printing, bukan produksi asli tangan-tangan perajin.

Tenun printing ini menggunakan bahan pewarna kimia. Pemerintah diharapkan lebih selektif melihat kondisi ini. Hal ini bertujuan, agar yang diuntungkan bukan pengusaha-pengusaha dari luar daerah. Kain tenun lokal biasanya menggunakan kain tenun dengan warna alam. Itulah yang membuatnya khas. (Bulkaini/Ekbis NTB)

Share:

Thursday 6 December 2018

Pariwisata Loteng Terancam Aktivitas Penambangan Emas Liar di Gunung Prabu

Lokasi penambangan emas ilegal di Gunung Prabu, Lombok Tengah. Penambangan emas secara liar mengancam keberlangsungan pariwisata Loteng. 

Keberlangsungan pengembangan pariwisata khususnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) The Mandalika di Lombok Tengah (Loteng) bagian selatan pada umumnya, dalam ancaman serius. Menyusul masih berlangsung aktivitas penambangan emas secara liar di kawasan Gunung Prabu. Lokasi tambang emas ilegal tersebut berdekatan dengan kawasan The Mandalika dan beberapa destinasi wisata unggulan Loteng lainnya.

‘’Kalau aktivitas tambang emas (liar) ini dibiarkan dan semakin meluas. Itu bisa membahayakan sektor pariwisata. Khususnya Loteng bagian selain dan KEK Mandalika,’’ ungkap Deputy Project Director The Mandalika ITDC, H. Adi Sujono, Rabu (5/12/2018).



Untuk itu, pemerintah dalam hal ini Pemprov NTB, selaku pemilik kewenangan soal pertambangan diminta tegas. Dengan segera menutup penambangan emas ilegal tersebut. Karena bagaimanapun juga penambangan apalagi itu dilakukan secara ilegal, sangat bertentangan dengan pariwisata. Karena wisatawan, terutama wisatawan mancanegera kalau tahu di kawasan tersebut ada tambang ilegal pasti akan berpikir dua kali untuk datang. Kalau sudah begitu, pariwisata tidak akan bisa berkembang.

‘’Bagaimanapun bagusnya kawasan tersebut ditata. Didukung dengan promosi besar-besaran, tapi kalau di sekitar kawasan tersebut ada aktivitas tambang dan diketahui wisatawan, wisatawan tidak akan mau datang. Kalau sudah begitu, pariwisata bakal mati,’’ katanya dengan nada prihatin.



Jika pariwisata mati, maka itu kerugian besar bagi daerah. Tidak hanya pelaku wisata yang rugi. Masyarakat dan pemerintah daerah juga akan rugi. Karena manfaat yang diharapkan dari sektor pariwisata tidak akan diperoleh. ‘’Bayangkan berapa besar investasi yang masuk di sektor pariwisata di daerah ini akan sia-sia akibat aktivitas tambang emas ilegal,’’ imbuh Adi.

Belum lagi, jika bicara investor yang sudah berencana masuk. Mereka akan berpikir ulang untuk berinvestasi akibat adanya tambang emas liar tersebut. Sehingga pemerintah harus tegas, segera menutup aktivitas tambang liar di wilayah Gunung Prabu tersebut. Karena itu ancaman serius bagi pariwisata di daerah ini.

Pihaknya sangat berharap di era kepemimpinan Gubernur NTB, Dr.H.Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur, Dr.Hj.Sitti Rohmi Djalilah, persoalan tambang ilegal tersebut bisa segera diselesaikan. Kalau tidak, maka jangan heran pariwisata di daerah ini tidak akan bisa maju. ‘’Karena memang tambang dan pariwisata tidak akan pernah bisa berdampingan,’’ katanya. (Munakir/Lombok Tengah)

Share:

Tuesday 4 December 2018

Fauzan Zakaria Sayangkan Pencoretan Dana Hibah BPPD

Ketua BPPD NTB H. Fauzan Zakaria
Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB, H. Fauzan Zakaria menyayangkan DPRD NTB mencoret dana hibah bagi BPPD NTB di APBD 2019. Meski BPPD NTB bisa menggali dana dari non pemerintah untuk melakukan promosi, Fauzan mengakui dana hibah APBD merupakan amunisi utama melakukan berbagai kegiatan. Apalagi alasan DPRD NTB mencoret dana hibah BPPD dianggapnya belum jelas.

Ketika ditanya alasan pencoretan anggaran karena ada alasan konflik internal seperti dituding pihak DPRD NTB, Fauzan Zakaria membantahnya. Menurutnya, hampir semua organisasi atau lembaga selalu ada dinamika internal. Dalam hal ini, dinamika internal yang terjadi di BPPD adalah hal yang biasa terjadi di instansi lain. Baginya, dinamika internal di BPPD NTB sudah selesai dan sudah tidak ada masalah.


‘’Jadi publik bisa menilai seperti apa yang terjadi. Jadi jangan salah mendiagnosis. Ibarat dokter, kalau salah mendiagnosis akan salah memberikan resep. Dan kalau salah memberikan resep akan salah memberikan obat dan pasiennya bisa berbahaya,’’ ujarnya pada Suara NTB, Jumat (30/11).

Menurutnya, setiap permasalahan ada cara menyelesaikannya yang tepat. Baginya, persoalan internal di BPPD tidak tepat cara penyelesaiannya dengan mengakhiri dana hibah di APBD. Sementara sekarang ini, ujarnya, dinamika atau persoalan internal BPPD sudah tidak ada. ‘’Kalau hari ini ada dinamika, besok tidak ada. Besok ada dinamika, besoknya lagi tidak ada. Jadi itu dinamika kami dalam bekerja dan tupoksi kami dan sangat wajar. Jadi tidak tepat dan substantif, bila peniadaan anggaran di APBD hanya karena dinamika internal,’’ tambahnya.


Sementara terkait salah satu alasan pencoretan dana hibah BPPD, karena dirinya masih menjadi calon anggota legislatif, Fauzan Zakaria tidak mau berkomentar. Dalam hal ini, dirinya sudah membuat pernyataan terbuka tidak akan berkampanye dalam bentuk apapun. 


Untuk itu, pihaknya segera bertemu dengan DPRD NTB untuk menjelaskan permasalahan yang terjadi. Apalagi kami sekarang ini pihaknya sedang mempercepat berbagai program untuk mempromosikan pariwisata. Terlebih sekarang ini, pariwisata menjadi salah satu sektor  yang banyak menciptakan lapangan pekerjaan di daerah ini. Untuk itu, jika anggaran promosinya dihapuskan, sangat berpengaruh pada kemajuan pariwisata.

Meski demikian, ungkapnya, jika dana hibah BPPD NTB di APBD 2019 tetap dicoret tidak akan membuat mati BPPD. BPPD pasti akan mendapat dukungan dan simpati dari publik. Dalam hal ini, BPPD tetap akan melakukan promosi dengan sumberdaya yang ada dengan menggalang dana dari swasta. Namun, pihaknya mengharapkan anggaran pemerintah untuk promosi tetap ada, karena pariwisata merupakan program unggulan pemerintah. Jadi kewajiban daerah untuk memberikan dana promosi, bukan berarti menutup anggaran untuk sumber yang lain. ‘’Kami tidak akan patah semangat melakukan tupoksi kami. Apapun yang terjadi, kami tetap melaksanakan program BPPD NTB sesuai dengan potensi yang ada,’’ ujarnya optimis. (Marham)

Share:

Sikapi Mahalnya Harga Tiket, Pemda di NTB Harus Duduk Bersama Subsidi Empty Seat

Gili Kondo di Lombok Timur yang masih alami. Kawasan ini membutuhkan sentuhan dan pengembangan kawasan agar wisatawan semakin banyak berkunjung, termasuk salah satu caranya agar tiket pesawat yang ke Lombok tidak terlalu mahal. 
WISATA alamnya natural, akulturasi budaya di tempat lain ada di NTB, plus penghargaan sebagai destinasi wisata syariah, merupakan keunggulan pariwisata NTB. Sayangnya, angka kunjungan wisatawan masih berada di bawah bayang-bayang provinsi lain. Sebut saja Bali. Apa yang kurang dari pengelolaan wisata NTB dibanding daerah lain?



Tiga gili di Kabupaten Lombok Utara (KLU) adalah satu contoh sukses pengelolaan wisata. Tak banyak intervensi dari pemerintah, namun angka kunjungannya luar biasa banyak. Di waktu normal sebelum gempa, angka kunjungan per hari menyentuh 2.500 orang sampai 6.000 orang (termasuk wisatawan lokal). Jumlah itu terhenti oleh dua peristiwa, meletusnya Gunung Agung serta gempa bumi, 29 Juli dan 5 Agustus.

Dari dulu sampai sekarang, kunjungan wisatawan ke 3 gili lebih banyak ditopang oleh transit wisatawan mancanegara yang ada di Bali. Pelaku usaha di 3 gili menyebut, 80 persen wisatawan mancanegara ke Lombok masih tergantung Bali. Jika tidak berkepentingan, citra wisata Lombok akan dengan gampang dirusak. Misalnya, Lombok sering gempa, Lombok tidak aman, dan sebagainya.

‘’Lombok sebenarnya lebih indah dibanding Bali, akulturasi budaya Bali bisa dilihat di Lombok. Tiga gili sebagai tourist destination, 80 persen wisatawannya masih tergantung Bali,’’ ujar General Manager Wilson's Retreat, Lalu Kusnawan, kepada Ekbis NTB, Minggu (2/12/2018).



Meningkatkan arus kunjungan wisatawan ke NTB, butuh kerjasama semua pihak. Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi, Kabupaten dan Kota tidak bisa lagi membuat program sendiri tanpa melibatkan pengusaha hotel. Kusnawan menyebut, Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) yang selama ini ada, tidak banyak dilibatkan oleh pemerintah. Konon lagi untuk berbicara promo dalam dan luar negeri, sosialisasi Destinasi Wisata Syariah terbaik di Indonesia masih jarang diketahui publik.

Berbicara Wisata Syariah, pangsa pasar Timur Tengah perlu digarap bersama. Tidak lagi melibatkan stakeholder, melainkan tentaholic (yang lebih luas). Di mana di dalamnya ada media massa dan bisnis. Pascabencana gempa, sektor wisata Lombok dan NTB pada umumnya, klaim Kusnawan, tertatih-tatih menjalankan bisnis. Hotel-hotel di 3 gili sudah memberi diskon, menyebarkan Trip Advisor bahwa Lombok sudah aman, hingga review pengalaman wisatawan mancanegara melalui media sosial.

Tidak cukup, kata dia, membangun kembali wisatawan tanpa intervensi pemerintah daerah, baik gubernur, bupati dan walikota. Solusinya yang dianjurkan adalah 11 Pemda di NTB duduk bersama membangun kembali pariwisata. Antara gubernur, bupati dan walikota, membangun kesepakatan bersama yang dituangkan dalam kebijakan anggaran masing-masing daerah.



‘’Ada beberapa solusi yang kita harapkan, pertama program SKPD. Kebijakan daerah satu suara dengan hotel. Jika memang promosi di Timur Tengah, ayo kita eksibisi sama-sama, bukan (lantas) SKPDnya di depan.’’

‘’Kedua, Pemda harus berani subsidi maskapai yang direct flight. Anggap seat 100, yang laku 60 sampai 70, maka empty seat sisanya harus dibayar oleh daerah. Pemda lain sudah lakukan ini, kita kapan," sambung Kusnawan.

Selanjutnya, kata dia, keunggulan Lombok sebagai objek wisata syariah diharapkan tidak sekadar klaim. Wisata syariah agar lebih dipublikasikan melibatkan semua pihak. Istilah wisata syariah belum banyak diketahui, apa saja keunggulannya. "Sosialisasi wisata syariah kurang. Di Kuta, area wisata syariah sudah berjalan. Ada tempat wisata yang memang memisahkan pengguna laki-laki dan perempuan, misalnya kolam renang dipisah, tempat makan dipisah. Hal-hal seperti ini, wisatawan Timur Tengah belum tahu," tandasnya.

Mantan Kades Gili Indah sekaligus pengusaha, H. M. Taufik, meminta harga tiket yang timpang antara tujuan ke Lombok dan ke provinsi lain harus segera disikapi. Setidaknya Lombok Utara akan menjadi destinasi wisata yang paling dirugikan. Sebab trip wisata yang dibutuhkan tidak hanya udara saja, tetapi perjalanan darat dari Lombok International Airport (LIA) ke Lombok Utara dan dari Lombok Utara ke 3 gili menggunakan fast boat.

‘’Pasti berdampak, apalagi sedikit sekali wisatawan yang menggunakan pesawat. Selama ini 3 gili hanya kecipratan wisatawan transit dari Bali,’’ katanya.

Mengandalkan wisatawan jalur laut dari Bali pun, Taufik masih berharap adanya sentuhan pemerintah, baik provinsi dan kabupaten. "Kita berharap bagaimana supaya tamu yang turun di Lombok, bisa turun langsung di Trawangan, di Meno dan Gili Air. Penumpang diturunkan di masing-masing pulau. Itu sangat efektif dan wisatawan tidak lagi diganggu oleh porter dan calo," harapnya.

Ketua HIPMI Bidang Pariwisata Lombok Utara, Asmuni Bimbo, menyoroti sejak lama masalah pada harga tiket pesawat tujuan Lombok seolah tak tertangani dengan baik. Ia membayangkan betapa lebih murahnya harga tiket dari Jakarta - Singapura, Thailand atau bahkan Malaysia daripada Jakarta - Lombok atau bahkan dari luar negeri ke Jakarta.

Bimbo mengingatkan potensi kejenuhan wisata di 3 gili disikapi lebih awal. Wisatawan ke Gili Trawangan cenderung lebih ramai karena didorong oleh dibolehkannya party. Namun pada titik tertentu di mana tempat lain di Lobar dan Loteng menyajikan hal serupa, maka 3 gili tidak akan menarik bagi wisatawan.



Sementara itu, Kepala Bidang Promosi dan Destinasi Pariwisata - Dispar Lombok Utara, Bratayasa mengamini harga tiket menjadi dilema bagi perkembangan pariwisata Lombok Utara khususnya dan NTB pada umumnya. Harga tiket maskapai penerbangan menuju Bali dan menuju Lombok memiliki selisih cukup tinggi. ‘’Dari Australia ke Bali dan Australia Lombok saja selisihnya sampai Rp 600 ribu. Saya berpikir kita di Lombok dipersulit hampir di semua sisi,’’ kata Bratayasa.

Perihal harga tiket, pihaknya di Dispar Lombok Utara sudah menyuarakan persoalan tersebut ke Pemprov NTB. Pemda Lombok Utara dalam hal ini mendorong agar harga tiket "dikeroyok" oleh Pemprov NTB dan Kabupaten/Kota.

Hal senada disampaikan General Manager Montana Premier Senggigi Binang Odi Alam. Katanya, perlu peran pemerintah secara penuh terkait masalah penerbangan ini. ‘’Sangat perlu peran pemerintah secara penuh terkait penerbangan ini,’’ harap dia.

Bukan tanpa alasan, Binang Odi Alam mengaku penerbangan menjadi persoalan serius, pasalnya hasil survei yang dilakukan terhadap harga tiket pesawat misalnya. Tiket dari Malaysia ke Lombok dengan Malaysia ke Bali selisihnya bisa mencapai tiga kali lipat harganya lebih mahal ke Lombok. Tentu orang tidak mau diberikan harga yang lebih mahal, sehingga mereka berupaya mencari yang lebih murah. Hal ini salah satu penyebab pengunjung minim ke Lombok. Padahal para pengusaha hotel terutama di daerah terdampak gempa seperti Senggigi sangat butuh wisatawan datang ke Senggigi.  (Johari/Heruzubaidi/Ekbis NTB)
Share:

Garuda Indonesia dan Lion Air Sebut Harga Tiket Berdasarkan Permintaan dan Penawaran

Pesawat Garuda Indonesia di Lombok International Airport
Nampaknya tak mudah bagi maskapai untuk melakukan penyesuaian harga tiket. Terutama untuk penerbangan dari dan ke Lombok yang harganya saat ini menjadi sorotan. Harga yang berlakupun, telah berdasarkan pertimbangan teknis dan non teknis.

Area Manajer Wilayah Bali Nusra Lion Air, Fajar Teguh Santoso,  menyebut, pada prinsipnya perusahaan tetap memberikan harga yang terbaik untuk customer-nya.  Tentunya asas supply and demand (permintaan dan penawaran) tetap ada. Kendati begitu, harga juga tak kaku.  ‘’Tetap mengedepankan prinsip supply and demand,’’ kata Fajar.
Harga yang diberlakukan Lion saat ini menurutnya disesuikan juga dengan adanya kenaikan biaya operasional. Di antaranya kenaikan harga bahan bakar yang mengikuti pergerakan harga minyak dunia serta harga-harga suku cadang (onderdil) yang juga didatangkan dari luar negeri dengan harga yang mengikuti pergerakan nilai tukar dolar AS sebagai acuan.


Fajar juga mengungkapkan soal pemberian diskon-diskon. Menurutnya, untuk penumpang maskpai tak mengenal potongan harga. Acuannya tetap berdasarkan harga yang tertera di sistem.
Sementara itu, GM PT. Garuda (Persero) Branch Office Lombok Supriyono, menjelaskan, harga penjualan tiket Garuda yang berlaku dimanapun, telah disesuaikan dengan standar permintaan. Selain itu, pengurangan flight yang dilakukan juga turut mempengaruhi harga. ‘’Dari empat kali penerbangan ke suatu tempat. Kadang dua kali, kadang tiga kali. Jadi sudah terambil,’’ katanya.
Pesawal Lion Air take off dari Lombok International Airport ke bandara tujuan
Meski begitu, Supriyono yang belum lama menjabat di Mataram ini menegaskan, untuk pemulihan Lombok bangkit. Tidak saja dilakukan dengan memberi harga tiket pesawat serendah-rendahnya. Di beberapa kegiatan pameran, baik dalam dan luar negeri, Garuda Indonesia menurutnya tetap menyisipkan promosi untuk Lombok. ‘’Pameran di luar negeri yang ada Garudanya, kita masukkan. Bahwa Lombok sudah mulai recovery,’’ ujarnya.


Terjadwal GATF juga akan dilaksanakan Melbourne dan Perth. Di kegiatan ini juga dimasukkan promosi Lombok. Semua itu dilakukan untuk pemulihan Lombok. Selain itu, promosi-promosi tentang Lombok tetap dilakukan dengan memanfaatkan media promosi milik maskapai pelat merah ini. Termasuk melalui media sosial yang dikelolanya.

Terkait harga, selain mengacu pada standar pemerintah. Turut mengikuti ketentuan dari kantor pusat Garuda Indonesia.  ‘’Mudah-mudahan ke depannya kita akan lihat lagi. Saya sebagai pimpinan di sini akan tetap support, kita coba tetap perjuangkan,’’ imbuhnya.


Supriyono mengatakan, soal harga dari dan ke Lombok yang lebih tinggi dibanding keluar negeri, tidak bisa juga menjadi acuan. Harga keluar negeri memang lazim lebih rendah. Contoh saja ke Singapura yang memakan waktu hanya 1 jam. Sementara dari Jakarta ke Lombok, masih lebih lama dari tujuan Singapura. Pertimbangan jarak juga oleh kantor pusat tetap dimasukkan dalam komponen penentu harga. ‘’Banyak faktorlah yang menentukan harga ini,’’ demikian Supriyono.(Bulkaini/Ekbis NTB) 

Share:

Pariwisata NTB dan Upaya Bangkit Pascagempa

Ketua Astindo NTB Awanadhi Aswinabawa
NTB merupakan salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia. Sebagai destinasi wisata unggulan,  angka kunjungan pelancong ke daerah ini dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2017, angka kunjungan wisatawan ke daerah ini mencapai angka 3.508.903 orang. Tahun 2018, pariwisata NTB memasang target tidak sedikit. Pemprov NTB melalui Dinas Pariwisata menargetkan,  angka kunjungan sebanyak 5 juta orang. Namun, angka tersebut akan berat terealisasi. Bencana gempa beruntun yang mengguncang NTB, berpengaruh besar pada minat pelancong berwisata ke daerah ini.


Pascagempa, angka kunjungan wisatawan menurun drastis.  Angka yang menunjukkan turunnya kunjungan wisatawan memang belum direlease. Namun, penurunan kunjungan diketahui dari keluhan pengelola jasa wisata, baik pengelola hotel, travel, penjual suvenir dan lainnya. Keluhan mereka sama, wisatawan sepi.

Upaya membangkitkan sektor pariwisata pascagempa, sudah secara maksimal dilakukan. Promosi-promosi untuk meyakinkan calon pelancong bahwa Lombok (baca NTB) sudah aman, sudah dilakukan secara maksimal oleh berbagai elemen. Pengelola hotel pun melakukan langkah luar biasa dengan memberi diskon besar pada wisatawan yang menginap. Namun langkah- langkah itu, tampaknya belum mampu secara maksimal menarik minat wisatawan berkunjung ke daerah ini.

Dalam beberapa diskusi, ada satu solusi jitu yang bisa membangkitkan kembali pariwisata NTB pascagempa. Solusi itu, menurunkan harga tiket pesawat udara dari dan ke Lombok yang terlalu mahal. Lalu lalang orang menggunakanmoda udara tersandera mahalnya harga tiket pesawat. Pada Grup Diskusi Ekonomi Membangun NTB, dengan peserta disskusi dari perwakilan lintas sektor dan penentu kebijakan, juga ramai diperbincangkan soal mahalnya harga tiket ini. Begitu juga di forum-forum lain, persoalan ini juga kerap diperbincangkan.

Kesimpulannya, mahalnya harga tiket pesawat dari dan ke Lombok, dapat menghambat keinginan orang berlalu lalang (berwisata). Bagaimana wisatawan akan tertarik datang ke NTB, bila harga tiket pesawat justru lebih murah jika ke luar negeri?
Wisatawan mancanegara saat berada di dermaga penyeberangan Gili Trawangan Lombok Utara

Asosiasi Travel Agen Indonesia (Astindo) Provinsi NTB angkat bicara, menyuarakan banyaknya keluhan masyarakat terkait tingginya harga tiket pesawat.  Apalagi pascagempa, tak juga terlihat surut harga jual tiket di sistem. Padahal NTB sedang berusaha bangkit, dan mengharapkan kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri.

Berdasarkan data, terjadi penurunan angka penumpang menggunakan pesawat terbang. Dari rata-rata 12.000 orang sehari, belakangan turun ke kisaran 7.000 sampai 8.000 orang penumpang dari dan ke Lombok International Airport.

Dengan tingkat keterisian pesawat (load factor) yang masih rendah ini, harga tiket dari dan ke Lombok tetap tinggi. Ketua Astindo, Awanadi Aswinabawa mengemukakan beberapa fakta tingginya harga tiket pesawat .


Diperbandingkan, harga tiket pesawat Citilink Jakarta-Denpasar Rp1.084.000, sementara Jakarta-Lombok Rp1.150.900. Lalu Lion Air, harga tiket Jakarta-Lombok Rp961.000, Jakarta – Denpasar Rp587.000. Bahkan Jakarta – Singapura Rp500.000. Lalu Garuda Indonesia, Jakarta-Lombok dikenakan Rp1.934.600, Jakarta – Denpasar Rp1.598.000 dan Jakarta-Singapura Rp1.625.900.
Selalu ada selisih, bahkan dapat dikatakan selisih harga tiketnya besar bila membandingkan harga tiket dari Jakarta ke Singapura. Padahal, Lombok-Sumbawa sedang  berkompetisi merebut perhatian wisatawan untuk berkunjung.

‘’Seharusnya setelah gempa, maskapai ini juga membantu mempercepat recovery. Beri diskon, atau promo-promo agar orang tertarik datang ke Lombok. Dari pada kursinya banyak yang kosong,’’ kata Awan.

Karena itu, ia memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah, terutama kepada Gubernur NTB, Dr.H. Zulkieflimansyah, SE.M.Sc  yang telah melakukan road show ke sejumlah maskapai penerbangan guna membahas persoalan ini. Baginya, itu langkah jitu untuk mengingatkan maskapai-maskapai penerbangan ini atas kewajibannya kepada rakyat. Terutama kepada maskapai pelat merah.
Astindo juga baru-baru ini melakukan pertemuan dengan manajemen Citilink di NTB. Pembahasannya mengerucut pada rencana Citilink untuk tidak lagi melibatkan mitra-mitranya, para travel agent untuk penjualan tiket. Rencananya Citilink akan melayani langsung pemesanan tiket tanpa melalui travel agent

Meskipun pertemuan dengan Citilink ini harus menunggu kebijakan dari manajemen pusat, Awan mengatakan, kebijakan tersebut dapat memperparah keadaan. Di saat travel agent lokal sedang dalam ‘’lampu kuning’’.


Dampaknya dapat meluas ke PHK oleh perusahaan travel. Padahal, satu travel agent setidaknya memiliki lima karyawan yang harus dihidupkan.

Hal senada disampaikan Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB H. Fauzan Zakaria. Diakuinya, kondisi terakhir pariwisata pascagempa sudah ada indikasi menggeliat. Ini tidak lepas dari kerjasama dari semua pihak. Mulai dari dorongan moril presiden dan pejabat lintas kementerian, gubernur/wakil gubernur. Secara perlahan, namun pasti tingkat kunjungan wisatawan meningkat.
Menurutnya, banyak wisatawan yang ingin datang berkunjung ke NTB. Namun, mahalnya harga tiket pesawat menjadi kendala. Belum lagi, harga tiket pesawat ke beberapa negara di ASEAN dari Jakarta lebih murah dibandingkan dengan harga tiket ke Lombok.

Sebagai salah satu stakeholder pariwisata NTB, pihaknya berharap perusahaan airlines dapat memberikan empati/kepedulian percepatan recovery Lombok. Salah satu caranya melalui diskon harga tiket . ‘’Jangan sampai, sudah dalam kondisi seperti ini tiket malah mahal dibandingkan kondisi normal. Kapan pulihnya pariwisata Lombok, kalau harga tiket mahal. Jakarta-Singapura, Jakarta- Thailand, Jakarta- Malaysia, harga tiketnya lebih murah dibandingkan dengan harga tiket Jakarta-Lombok,’’ ungkapnya.


Untuk itu, pihaknya berharap seluruh perusahaan penerbangan memiliki kontribusi konkret untuk kebangkitan pariwisata NTB dengan cara memberikan great sale atau memberikan harga terbaik pada customer.  ‘’Upaya konkrit tidak hanya dari BPPD, tapi semua pihak.  Termasuk pemerintah daerah harus menyuarakan persoalan yang sangat urgent,’’ harapnya.  (Bulkaini/Marham) 

Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive