Be Your Inspiration

Friday 15 November 2019

2019, Pemprov NTB Intervensi 25 Desa Wisata

Kepala Dinas Pariwisata NTB H. Lalu Moh. Faozal
Pemprov NTB tahun ini akan mengembangkan sebanyak 25 desa wisata. Desa-desa wisata ini yang nantinya akan menguatkan sektor pariwisata NTB.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB, H. L. Moh. Faozal, S.Sos., MSi., ke 25 desa wisata yang diintervensi oleh pemerintah daerah ini adalah desa-desa yang memiliki potensi dikembangkan sebagai desa wisata. Beberapa program yang dilakukan kepada desa wisata di antaranya, penguatan kelembagaan, membangun infrastruktur dasar, serta memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan yang disiapkan oleh desa wisata.

Kenapa pemerintah memprogramkan desa wisata? Alasannya, dari desa wisata akan terbangun gerakan ekonomi masyarakat. aktivitas-aktivitas usaha masyarakat dapat dihidupkan secara langsung. “Muaranya adalah pengembangan ekonomi masyarakat,” jelasnya pada Ekbis NTB, Minggu (10/11/2019).

Muara ekonomi artinya seluruh aktivitas dan layanan yang ada di desa setempat akan terjadi transaksi. Siapapun yang datang, konsekusensi logisnya adalah berbelanja (mengeluarkan uang) selain menikmati suguhan wisata yang ada di desa setempat.

Bahkan pada tahun ini, lanjut kepala dinas, di desa wisata akan dikampanyakan e-ticketing. Pembayaran dari pola konvensional ke digital. Wisatawan dapat melakukan pembayaran dengan non tunai. Untuk memudahkan pembayaran dari wisatawan-wisatawan yang tidak membawa uang tunai langsung.

“Akan muncul berbagai sumber pendapatan bagi desa itu. Setiap aktivitas dan layanan yang diterima wisatawan. Ditawarkan jasa yang berbayar,” imbuhnya.

Desa wisata ini targetnya wisatawan secara umum. Pun wisatawan dari luar negeri. meningat ada desa wisata yang pangsa pasarnya telah menembus wisatawan mancanegara. “Tahun ini ada 25 desa kita intervensi. Tahun depan kita harapkan menjadi 30 desa wisata,”  demikian Faozal. (Bulkaini/Ekbis NTB)
Share:

Efek Tetes Pariwisata, Desa Kembang Kuning Lombok Timur Bebas Pengangguran

Wagub NTB Hj. Sitti Rohmi Djalilah saat meresmikan Desa Wisata Kembang Kuning Kecamatan Sikur Lotim, September 2019.

Pembangunan bidang pariwisata desa-desa wisata diklaim memberikan efek tetes yang langsung bagi pembangunan ekonomi masyarakat. Hal ini diklaim Desa Wisata Kembang Kuning Kecamatan Sikur Kabupaten Lombok Timur (Lotim).

Kepala Desa Kembang Kuning, H. Lalu Sujian, menuturkan, setelah beberapa tahun terakhir ini menggerakkan sektor pariwisata terbilang tidak ada lagi warganya yang jadi pengangguran. Wisata ini telah memberikan efek ekonomi yang cukup positif bagi warga.

Gambaran lainnya, jumlah homestay di Kembang Kuning terus bertambah. Saat ini sudah terdapat 14 homestay dengan 50 unit kamar tidur. Salah satu homestay dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kembang Kuning yang dinamai Bale Kembang Kuning.

Homestay yang dikelola BUMDes ini yang hanya tiga kamar unit kamar. Per kamar dijual seharga Rp 550 ribu untuk wisatawan asing dan Rp 350 ribu untuk domestik. Setiap bulan, homestay ini selalu terisi tamu yang menginap. Sudah pasti, ini menjadi sumber pendapatan asli desa yang cukup menggiurkan.

Suasana Desa Wisata Kembang Kuning Lombok Timur
Sumber PADes yang tengah menjadi wakil NTB dalam lomba Desa Wisata Nusantara ini juga mengemas objek wisata yang dimilikinya sebagai salah satu daya tarik bagi wisatawan. Di antaranya Air Terjun Sarang Walet dan beberapa objek wisata lain juga turut menambah pendapatan bagi Desa Kembang Kuning.

Suksesnya pengembangan wisata desa ini membuat Kembang Kuning kembali akan diberikan bantuan oleh pemerintah untuk membangun homestay senilai Rp 1,5 miliar dari Kementerian Desa PDTT.  Dispar NTB juga sudah berikan Rp 500 juta yang diperuntukkan jalan ke objek wisata. Lainnya untuk toko suvenir lengkap dengan isinya.

Kepala Dinas Pariwisata Lotim, Dr. H. Mugni menilai, Kembang Kuning menjadi contoh pengembangan perekonomian masyarakat dari sektor pariwisata. Apa yang sudah dilakukan di Desa Kembang Kuning ini dianggap sangat positif untuk perbaikan taraf ekonomi masyarakat secara langsung.

Keikutsertaan Desa Kembang Kuning dalam Lomba Desa Wisata Nusantara 2019 ini diyakini juga nanti akan berdampak pada dukungan pengembangan dan pembinaan dari pemerintah pusat. Karenanya sangat diharapkan, Kembang Kuning bisa menjadi juara satu. ‘’Saat ini kan sudah masuk nominasi pertama dari 10 nominasi desa wisata berkembang di Indonesia,’’ tuturnya.

Semakin membaiknya penataan desa wisata ini, maka akan berdampak langsung pada pengembangan ekonomi masyarakat. Di mana, paket-paket kunjungan wisata akan dibuat. Pastinya, banyak wisatawan yang akan berkunjung dan menikmati sajian paket wisata tersebut.

Kembang Kuning sambung Kadispar Lotim ini memiliki kekayaan khasanah wisata yang cukup unik. Desa dengan konsep wisata berbasis kemasyarakatan ini telah menyajikan pengembangan wisata melibatkan langsung masyarakat dalam paket-paket wisata. Antara lain paket friendly tourism, coffee process, kunjungan ke sawah-sawah dan lainnya. Semua kemasan paket wisata itu menjadi daya tarik yang cukup memikat wisatawan. (Rusliadi/Lombok Timur)
Share:

Membangun Desa di NTB Lewat Desa Wisata

Gubernur NTB H. Zulkieflimansyah bersama Bupati Lombok Tengah H. M. Suhaili FT meresmikan Desa Wisata Bilelando Kecamatan Praya Timur, 17 Februari 2019 lalu. 

Sesuai RPJMD-NTB 2019-2023 dan telah ditindaklanjuti dengan SK Gubernur Dr. H. Zulkieflimansyah, ditetapkan 99 Desa untuk dikembangkan sebagai Desa Wisata. Tahun 2019, ditargetkan digarap 20 Desa Wisata. Desa-desa itu tersebar di seluruh kabupaten/kota di NTB, dengan beragam pesona, keunikan dan ke-khasannya masing-masing. Apalagi, konsep desa wisata adalah pembangunan dan pengembangan potensi desa secara  terintegrasi.

Mengembangkan desa wisata telah dimulai jelang akhir pemerintahan Dr. TGH. M. Zainul Majdi dan H. Muh. Amin, SH., MSi., beberapa waktu lalu. Di mana, muncul beberapa desa wisata di Lombok Tengah yang memiliki inisiatif sendiri untuk mengembangkan potensi yang dimiliki desanya. Misalnya, seperti di Desa Bilebante, Kecamatan Pringgarata dan Desa Setanggor, Kecamatan Praya Barat.

Sebuah desa wisata di samping harus didukung oleh modal potensi baik pesona alam serta keunikan tradisi dan sosial budayanya. Juga harus memiliki unsur ketangguhan atau aman dan mantap, tersedianya infrastruktur dan aksesibiltas wilayah yang memadai sehingga pergerakan barang dan orang serta aktivitas sosial dan bisnis menjadi lancar. 

Keberhasilan pengembangan desa wisata ini ternyata menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di NTB. Jika selama ini, pihak desa belum serius menjadikan potensi yang ada di desanya sebagai sumber PADes baru dan lapangan kerja bagi warga sekitarnya. Sebagai contoh, Desa Kembang Kuning dan Desa Jeruk Manis Kecamatan Sikur Lombok Timur, terus mengembangkan potensi yang ada di desanya. Apalagi, lokasinya di bawah kaki Gunung Rinjani dan banyak memiliki objek wisata alam yang tidak kalah indahnya.


Aspek yang tidak kalah pentingnya bagi sebuah desa wisata adalah penyediaan fasilitas pendukung aktivitas sosial ekonomi, termasuk program-program pemberdayaan masyarakat. Seperti pembinaan dan pengembangan berbagai produk handycraf, UMKM, kuliner, atraksi seni, pengembangan beragam produk-produk kearifan lokal, BUMDes Bersaing dan wisata agro lainnya, beserta jaringan pemasarannya harus tersedia. Tidak terkecuali pada aspek pelestarian nilai-nilai aneka tradisi, sehingga menjadi daya pikat tersendiri sekaligus persyaratan bagi terwujudnya sebuah desa wisata.

Pengembangan desa wisata juga membutuhkan dukungan infrastruktur digital yang memadai. Karena sangatlah sulit potensi desa wisata yang indah, akan dapat dipromosikan secara luas ke mancanegara, jika tidak ada akses internet yang memadai.

Keberhasilan pengembangan beberapa desa wisata ini ternyata menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di NTB untuk mengembangkan potensi yang dimiliki secara lebih maksimal. Jika selama ini, pihak desa belum serius menjadikan potensi yang ada di desanya sebagai sumber PADes baru dan lapangan kerja bagi warga sekitarnya. Sebagai contoh, Desa Kembang Kuning dan Desa Jeruk Manis Kecamatan Sikur Lombok Timur, terus mengembangkan potensi yang ada di desanya. Apalagi, lokasinya di bawah kaki Gunung Rinjani dan banyak memiliki objek wisata alam yang tidak kalah indahnya.

Termasuk Desa Bilelando Kecamatan Praya Timur Lombok Tengah mengembangkan potensi wisata yang dimiliki, yakni Pantai Ujung Kelor yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Lombok Timur.

Belum lagi, desa-desa yang ada di Lombok Barat, Lombok Utara, Sumbawa, Bima, Dompu, Sumbawa Barat, baik yang ada di kaki gunung dan pantai ‘’berlomba’’ mengembangkan potensi yang ada. Masing-masing desa memiliki keunikan dan kekhasannya, sehingga wisatawan yang datang berkunjung ke satu desa akan disajikan potensi wisata yang berbeda dibandingkan dengan desa yang lain.

Desa Wisata Bisa Entaskan Pengangguran

Dalam mengembangkan desa wisata, boleh dikata, Desa Bilebante, Kecamatan Pringgarata Loteng adalah pelopor. Desa Bilebante menjadi desa wisata tahun 2013 lalu, angkatan kerja baru langsung bisa terserap lantaran ada aktivitas yang bisa mendatangkan keuntungan di sana.
“99 persen warga di sini tidak ada yang menganggur. Hanya 1 persen yang menganggur, itu pun karena dia yang tidak mau kerja,” kata Hj. Zaenab selaku salah seorang perintis Desa Wisata Bilebante kepada Ekbis NTB, Jumat (8/11/2019).

Potensi wisata Pasar Pancingan yang ada di Desa Bilebante Lombok Tengah.
Zaenab mengatakan, setiap desa wisata memiliki potensi yang bisa dijual kepada wisatawan. Kalau di Bilebante, potensi yang dijual di antaranya wisata kuliner, jalur bersepeda, terapi kebugaran bernuansa syariah dan lain sebagainya. “Wisatawan banyak yang datang, sekitar 200 – 300 orang per bulan. Mereka berasal dari berbagai macam daerah di Indonesia, seperti dari Jakarta, Surabaya, Kalimantan dan daerah lainnya. Ada juga yang studi banding ke sini,” ujarnya. Sementara tamu yang menginap di homestay di desa ini belum banyak yaitu sekitar 6-8 orang per bulan.

Kelompok yang studi banding mempelajari proses sinergitas antara UMKM dan desa wisata. Karena di Bilebente, keduanya bersinergi dan saling menguntungkan. “ Misalnya masyarakat yang berjualan di desa wisata dikenakan 15 persen kontribusi untuk pengembangan desa wisata,” tuturnya.

Setelah tiga tahun tanpa bantuan dari pihak luar, barulah kemudian desa wisata ini mendapat dukungan dari pemerintah daerah, pemerintah pusat serta dari pemerintah desa melalui dana desa.” Sekarang 10 persen dari dana desa di Bilebante dialokasikan untuk pengembangan wisata desa ini,” katanya. (Marham/Zainuddin Syafari)
Share:

Ketua BPPD Loteng Ingatkan Desa Wisata Berbenah


Ketua BPPD Lombok Tengah Ida Wahyuni (Dokumentasi Pribadi/Twitter)
PULUHAN desa wisata yang sedang dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) menjadi penyangga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Saat ini sekitar 40 desa yang tetap eksis mengembangkan diri menjadi desa wisata di Loteng. Namun tahun depan, sekitar 37 desa wisata lagi yang akan didorong untuk menjadi desa yang siap menerima kunjungan wisatawan domestik maupun mencanegara.

Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Kabupaten Loteng Ida Wahyuni kepada Ekbis NTB, Kamis (7/11/2019), mengatakan, pascagempa yang melanda NTB tahun 2018 lalu, kunjungan wisatawan ke desa wisata sudah berangsur-angsur normal. ‘’Namun demikian, ada sebagian yang masih dalam tahap perbaikan infrastruktur serta sarana dan prasarana pascagempa,” katanya.

Yang jelas kata Ida, BPPD, pelaku desa wisata dan unsur terkait lainnya sedang  berupaya melakukan promosi untuk menarik kunjungan ke desa wisata yang jumlahnya akan terus bertambah. Masyarakat semakin bersemangat membangun dan mengelola desa wisata setelah melihat perkembangan KEK Mandalika dan rencana pelaksanaan MotoGP tahun 2021 mendatang. 

“ Kami optimis sekali, karena bukan hanya di Mandalika saja yang menjadi pusat kunjungan, namun daerah penyangga seperti desa wisata ini harus kita siapkan. Kita tingkatkan untuk capacity building-nya, bagaimana mengelola agar length of stay wisatawan juga bisa bertambah seperti itu serta bagimana pengembangan SDM masyarakat,” katanya.

Menurut perintis Desa Wisata Setanggor ini, mengeloa desa wisata relatif tidak memiliki tantangan yang serius, karena yang dibutuhkan adalah kesiapan masyarakat, ada potensi desa yang bisa dijual serta pemerintah desa mendukung terbentuknya desa wisata tersebut.

Saat ini desa wisata di Loteng sedang berkembang positif dan angka kunjungan wisatawannya cukup tinggi. Sebagai gambaran  di desa wisata Setanggor, hampir setiap hari sekarang tingkat hunian homestay-nya penuh.” Homestay VIP yang pakai AC itu 11 kamar, selebihnya pakai kipas. Jadi yang jadi homestay itu rumah masyarakat itu sendiri,” tambahnya.

Menurutnya, modal terbesar dalam mengelola desa wisata adalah kesadaran dari masyarakat akan pentingnya hospitality dan pelayanan yang baik. “ Dan masyarakat saya lihat sudah mulai berbenah agar tamu yang datang bisa nyaman. Terlebih jualan desa wisata adalah aktivitas harian masyarakat atau kearifan lokal yang ada di dalam masyarakat itu sendiri,”tambahnya.

Tinggal pekerjaan rumah yang harus ditingkatkan saat ini yaitu promosi melalui dunia maya, karena akses digital sangat penting untuk meningkatkan angka kunjungan wisatawan. “ Kami semakin bersemangat dan optimis karena Ditjen PDT Kementerian Desa memiliki program bantuan 300 juta untuk digital promotion per desa wisata di tahun 2020 nanti,” katanya.(Zainuddin Syafari/Ekbis NTB)
Share:

Friday 1 November 2019

Nanggu, Sudak dan Kedis, Tiga Gili Nan Memesona di Sekotong Lombok Barat

Pemandangan alam di tiga gili di Sekotong yang begitu memesona. (Dokumentasi Humas Setda Lombok Barat)

LOMBOK dikenal memiliki banyak gili atau pulau-pulau kecil. Namun selama ini, yang paling populer dan paling banyak dikunjungi wisatawan yakni tiga  gili yang ada di kawasan Lombok Utara yaitu Gili Trawangan, Gili Air dan Gili Meno. Jangan salah, selain tiga gili di Lombok Utara itu, wilayah yang terletak di Provinsi NTB ini juga punya gili-gili lain yang tak kalah eksotis.

Adalah di kawasan Kabupaten Lombok Barat, wisatawan bisa mengeksplorasi keindahan gili-gili lain yang juga cantik. Di kawasan Lombok Barat ada banyak gili yang bisa dikunjungi. Sebut saja Gili Tangkong, Gili Gede, Gili Asahan, Gili Sudak, Gili Nanggu dan Gili Kedis. Di antara gili-gili tersebut, yang paling sering dikunjungi dan memang punya panorama yang cantik adalah trio gili yaitu Nanggu, Sudak dan Kedis yang dikenal dengan sebutan Gita Nada.

Bagi pengunjung yang tak suka keramaian dan ingin menikmati pantai lebih privat, maka trio gili ini menjadi pilihan yang tepat.  Brechler, wisatawan asing asal Prancis akhir pekan kemarin menuturkan, suasana dan pemandangan di tiga gili tersebut bagaikan emas. "Di sini tidak terlalu ramai, bangunannya sedikit jadi terasa tenang dan nyaman, tidak seperti di Bali yang begitu banyak orang. 
Cuacanya pun bagus terlebih pantai-pantainya yang bagi kalian seharusnya adalah emas," akunya.

Trio Gili ini punya hamparan pasir putih dan air lautnya yang jernih. Gradasi warna lautnya membuat mata akan terpesona keindahannya. Saking jernihnya, banyak wisatawan mancanegara berlibur kesini melakukan aktivitas seperti snorkeling. Karena pemandangan bawah lautnya dengan terumbu karang yang indah, berbagai jenis ikan-ikan dan biota laut lainnya sangat gampang di lihat di gili ini.

Pengunjung pun bisa menikmati pemandangan di sekeliling gili yang memanjakan mata. Pengunjung  juga bisa camping di tiga pulau kecil ini.Untuk menuju lokasi ini, wisatawan harus menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam dari Kota Mataram. Untuk menyeberang ke pulau-pulau kecil ini, wisatawan harus menyeberang melalui Pelabuhan Tawun di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.

Raili pemilik kapal di pelabuhan tersebut mengatakan,  wisatawan hanya perlu menyewa kapal kayu bermesin dengan tarif Rp250 ribu untuk keliling tiga gili tersebut. Kapal akan mengantarkan wisatawan ke gili-gili yang dituju dan mengantar kembali ke Pelabuhan Tawun."Selain membayar sewa kapal, wisatawan juga harus membayar tiket masuk ke gili Rp5.000 per orang dan untuk wisatawan asing sebesar Rp15.000," ucapnya di sela-sela menahkodai kapalnya menuju Gili Nanggu.
Dari Pelabuhan Tawun, perjalanan penyeberangan ke Gili Nanggu menempuh waktu sekitar 20 menit saja.

Bagi pengunjung yang ingin mengunjungi tiga gili ini dengan rute pergi-pulang, jangan khawatir, pemilik kapal akan menunggu jika para tamu ingin singgah dan menikmati tiap gili. Penyeberangan menuju antar gili hanya perlu menempuh waktu sekitar 10 menit. Sepanjang penyeberangan, wisatawan akan disuguhi panorama pantai yang cantik. (Heru Zubaidi/Suara NTB Lombok Barat )
Share:

Tiga Ribu Dulang Warnai Pesona Budaya Desa Pengadangan Lombok Timur

 Sebanyak 3.000 dulang tengah diarak (betetulak) dari empat arah dalam Pesona Budaya II Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lotim, Rabu (30/10/2019)

Pagelaran Pesona Budaya II Desa Pengadangan tahun 2019 mulai di gelar, Rabu (30/10/2019). Pembukaan kegiatan dipusatkan di halaman kantor Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur yang dibuka dengan sholawat dengan tema adat gama (adat-agama).

Pesona Budaya II Desa Pengadangan tahun 2019  dilaksanakan dari tanggal 30 Oktober hingga 9 November 2019. Terdapat beraneka kegiatan yang dilaksanakan berupa Betetulak, Prabot Preaq, Ngalu Ujan, Maulid Kebon Doe, Nyeleng Minyak 1.000 Hajat, Mulud Beleq, Pentas Kesenian Pengadangan dan tak kalah pentingnya yang memukau event ini yakni dihadirkannya 3.000 dulang yang disajikan langsung oleh masyarakat Desa Pengadangan.

Sebanyak 3.000 dulang datang dari empat penjuru, masing-masing penjuru utara, selatan, timur dan barat. Dulang yang dibawa oleh kaum ibu-ibu ini kemudian ditempatkan di sepanjang jalan di Desa Pengadangan untuk kemudian dinikmati oleh tamu undangan, wisatawan dan masyarakat dengan cara begibung. Momentum ini diyakini dapat mempererat silaturahmi antar sesama di samping melestarikan adat dan budaya yang sudah lama berkembang di tengah-tengah masyarakat Desa Pengadangan.

"Pesona Budaya Desa Pengadangan tahun ini yang kedua kalinya kita gelar. Pelaksanaan dari tanggal 30 Oktober sampai 9 Nopember 2019. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung kegiatan ini," ungkap Ketua Panitia Pesona Budaya Desa Pengadanganan II, Wardi.

Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Lotim, Akhmad Roji, menilai jika Pesona Budaya II Desa Pengadangan merupakan salah satu maksud dengan keterlibatan masyarakat membangun total budaya desanya. Melahirkan partisipasi masyarakat yang tinggi sehingga pemerintah harus melirik yang tidak semua desa yang bisa dilakukan.
 
Tokoh adat Pegadangan dan masyarakat menikmati dulang pada Pesona Budaya II Desa Pengadangan 2019
Ia berharap event berikutnya harus terus berinovasi untuk menciptakan event-event yang lebih berkualitas supaya event yang dilaksanakan tidak monoton. "Di sinilah wonderful dilaksanakan. Untuk tema Pesona Budaya II Desa Pengadangan sangat tepat dengan mengangkat tema adat gama (adat dan agama).

Kepala Dinas Pariwisata Lotim, Dr. H. Mugni, mengapresiasi event Pesona Budaya II Desa Pengadangan yang menurutnya luar biasa. Event ini harus terus ditingkatkan. Bahkan, Pesona Buda II Desa Pengadangan kedepan akan dimasukkan pada kalender event kepariwisatan Lotim besama Alunan Budaya Desa Pringgasela.

Ke depan pemerintah mendorong event-event besar yang melibatkan masyarakat seperti 3.000 dulang sangat patut masuk rekor muri. Untuk daya tarik, juga menjual budaya untuk turis. Hadirnya wisatawan baik lokal maupun mancanegara juga akan berdampak terhadap perekonomian masyarakat setempat dengan lahirnya usaha homestay. "Pada tahun 2020. Insya Allah kita akan undang tim dari rekor MURI," ujarnya.

Kades Pengadangan, Iskandar mengatakan, pelaksana Pesoana Budaya II Desa Pengadangan merupakan salah satu wujud persatuan dan kesatuan masyarakat dengan tumpah ruahnya menyukseskan acara yang dilaksanakan setiap tahun ini. Pesona budaya bukan semata-mata menebarkan pesona. Namun bagaimana menunjukkan persatuan di dalam adat dan agama. Antara adat dan agama tidak dapat dipisahkan, apabila seseorang beradat, sudah pasti beragama. (Yoni Ariadi/Suara NTB)
Share:

Monday 28 October 2019

Gowes Mandalika Jadi Event Tetap Tahunan

Wakil Kepala Staf TNI AD Letnan Jenderal TNI Tatang Sulaiman memasuki garis finish Gowes Mandalika di kawasan The Mandalika, Minggu (27/10/2019).
Pemkab Lombok Tengah (Loteng) menetapkan gelaran Gowes Mandalika bakal jadi event tetap tahunan. Menyusul sukses yang dicapai pada gelaran perdana, Minggu (27/10/2019). Di mana total ada 600 lebih peserta yang ambil bagian. Kebanyakan justru berasal dari luar Loteng, termasuk Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Letnan Jenderal TNI Tatang Sulaiman, bersama 20 TNI jenderal lainnya yang khusus datang untuk mengikuti event bersepeda berjarak 74 km tersebut.

Selain itu, turut ambil bagian Kapolda NTB, Irjen Pol. Nana Sudjana, Pangdam IX Udayana Mayjen TNI Benny Susianto serta Danrem 162/WB Kol. CZI Ahmad Rizal Ramdhani. “Kita targetkan event Gowes Mandalika ini bisa menjadi event tetap tahunan yang digelaran oleh Pemkab Loteng bekerjasama dengan TNI,” sebut Wabup Loteng, H.L. Pathul Bahri, S.IP., kepada wartawan, usai pengalungan medali.

Ia pun mengaku tidak menyangka animo masyarakat untuk mengikuti event tersebut cukup tinggi, terutama lagi dari luar Loteng, antusiasme sangat tinggi. “Kalau peserta dari Loteng tidak terlalu banyak. Yang banyak peserta justru dari luar Loteng,” klaimnya.

Hal itulah yang menjadi pemacu semangat pemerintah daerah untuk menggelar event tersebut di masa-masa yang akan datang. Selain bisa sebagai ajang silaturahmi, event tersebut juga bisa menjadi wahana promosi potensi pariwisata Loteng. Mengingat, eventnya dipusatkan di kawasan The Mandalika yang merupakan kawasan wisata unggulan nasional.

“Melalui event ini potensi pariwisata kita bisa semakin dikenal. Khususnya lagi kawasasn The Mandalika, bisa semakin mendunia,” tandas Pathul.

Sementara itu, salah satu peserta Gowes Mandalika, Ketut Sumarta, mengaku jalur yang disiapkan cukup berat tapi menantang. Hal ini membuat peserta dituntut harus bekerja ekstra keras untuk bisa menaklukkan jalur yang ada. Belum lagi cuaca yang cukup terik, membuat para peserta sangat kelelahan.

“Terutama untuk etape pertama, jalurnya sangat berat. Karena peserta dituntut untuk menaklukkan sejumlah tanjakan yang cukup tinggi. Tapi itu sebanding dengan panorama alam yang disajikan di sepanjang jalur yang ada,’’ ujarnya.

Terpisah, Panitia Gowes Mandalika L. Firman Wijaya, S.T., mengatakan, Gowes Mandalika dibagi dalam empat etape. Etape pertama dari kawasan The Mandalika hingga PPN Awang. Kemudian etape kedua dimulai dari PPN Awang ke Desa Mujur. Lanjut  Mujur-Praya dan terakhir Praya-kawasan The Mandalika.  “Panjang rutenya sekitar 74 km. Sama dengan usia Loteng. Karena event ini memang digelar rangkaian HUT Loteng” tegasnya. (Munakir/Lombok Tengah)
Share:

Peringatan Bulan Bahasa


Apa yang menyebabkan bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa? Pasti Anda juga bisa menjawabnya. Ya, bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa karena pada 28 Oktober 1928 para pendahulu bangsa kita mencetuskan Sumpah Pemuda dengan bahasa, bahasa Indonesia, sebagai butir ketiganya. Belakangan, bulan Oktober tidak disebut sebagai bulan bahasa saja, tapi bulan bahasa dan sastra. Ini seharusnya dilakukan sejak lama. Sebab meskipun bahan dasar sastra merupakan bahasa, kompleksitasnya kadang melampaui bahasa.

Bagi kalangan civitas akademis sudah tidak asing dengan nama bulan bahasa, terlebih kalangan jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia baik yang kependidikan maupun bukan. Sekedar mengingatkan, di Indonesia pada bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan Bahasa. Banyak orang yang belum tahu tentang hal ini –saya pun baru mengetahui setelah kuliah di jurusan Bahasa dan Satra Indonesia – Penetapan sebagai bulan Bahasa didasarkan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia.

Umumnya kegiatan dan peringatan bulan bahasa hanya diperingati/dilaksanakan sebagian bangsa Indonesia, terutama kalangan akademis atau pemerhati bahasa Indonesia, dengan mengadakan kegiatan semacam lomba baca puisi, pidato, seminar, workshop, dan sebagainya.

Bahasa mencerminkan Bangsa Kenyataan sekarang, lunturnya rasa bangga terhadap bahasa Indonesia diwujudkan melalui tulisan, percakapan yang semakin jauh dengan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia. Kebanggaan terhadap kemampuan bahasa asing melebihi Bahasa Nasional sendiri. Terbukti lagi pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah merupakan momok yang ditakuti dan mendapat nilai di bawah rata-rata. Secara tidak langsung bahasa lisan atau tulis dapat menggambarkan kondisi bangsa saat ini.

Bulan Bahasa Sekolah Sudah saatnya pemerintah memperhatikan Bulan Bahasa di Bulan Oktober ini. Perlu ada semacam perubahan kurikulum atau aturan yang mempertegas pelaksanaan kegiatan di Bulan Bahasa. Pendidikan Sekolah mulai PAUD sampai SMA dan perguruan tinggi sebagai salah satu sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tempat yang paling efektif untuk menumbuhkan rasa bangga terhadap Bahasa Indonesia. Melalui kegiatan yang atraktif, menarik dan melibatkan semua pihak untuk belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan mempertahankan Bahasa Indonesia ? Mari kita belajar berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Setiap bulan bahasa sekolah kami atau bisa di sebut SMANSABEL mengadakan lomba yang berkaitan dengan bulan bahasa, seperti: Lomba Cipta Baca Puisi, Tutur Cerita Rakyat, MC, Pidato Menirukan Tokoh, ranking 1 .Dan masih banyak lagi. Pokoknya pas pelaksanaan bulan bahasa di sekolah kami pasti meriah. (*)
Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive