Pemilik Pusat Industri Sentosa Sasak Tenun, Pringgalesa, Lombok Timur M. Maliki dengan kain tenun warna alam yang dibuatnya. |
NTB sangat kaya dengan kerajinan khas NTB. Misalnya, tenun
khas Lombok yang berpusat di Sukarara Lombok Tengah, Pringgasela Lombok Timur,
Lingsar Lombok Barat. Sementara etnis Samawa di Sumbawa dengan Kre Alang dan
Bima dengan Tembe Nggoli atau Renda. Masing-masing tenun memiliki ciri khas dan
pangsa pasar tersendiri. Meski demikian, penggunaan kain tenun tradisional ini
di instansi pemerintah masih minim. Butuh intervensi pemerintah daerah agar
perajin di NTB bisa merasakan dampak dari produk yang mereka buat.
Program Pemprov NTB menggunaan kain tenun lokal sebagai
bagian dari pakaian resmi wajib yang digunakan oleh ASN disambut sangat positif
oleh pelaku industri, produsen kain tenun. Mereka menganggap rencana pemerintah
daerah ini sebagai angin segar menumbuhkembangkan kearifan lokal.
Kebijakan ini rencananya ditetapkan tanggal 18 Desember
mendatang. Didorong lagi semangat yang sama setelah terbentuknya pengurus baru
Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi NTB dibawah kendali Hj.
Niken Saptarini Zulkieflimansyah.
“Ada peluang pasar bagi kami penenun lokal,” kata M. Maliki,
pemilik Pusat Industri Sentosa Sasak Tenun, Pringgalesa, Lombok Timur pada Ekbis NTB, Minggu (9/12/2018).
Proses pewarnaan kain tenun khas Pringgasela menggunakan bahan alam. |
M. Maliki termasuk bagian dari anggota Dekrasansda NTB
pengurus baru yang telah direkrut. Ia salah satu produsen yang diharapkan akan
mendukung rencana pemerintah daerah ini. Setidaknya, ia yang diharapkan menjadi
penyedia, di samping perajin-perajin lainnya di kabupaten/kota di NTB.
BACA JUGA : Tunggul Cikal Bakal Tenun Pringgasela
Dalam waktu dekat pelantikan Dekranasda NTB, seragam dari kain tenun rencananya yang akan digunakan. Inipun, sudah menjadi signal sangat positif yang diterima para perajin. Artinya, ketika produk-produk lokal mulai diutamakan, akan tumbuh dengan sendirinya rasa cinta pada produk lokal, tentu menjadi penggerak bagi produsen-produsen lokal untuk lebih giat berproduksi.
M. Maliki kepada media ini menyebut, selama ini mereka
mengandalkan pasar penjualan di luar daerah, termasuk luar negeri. Rencana pemerintah
untuk menerapkan penggunaan kain tenun lokal sebagai pakaian resmi wajib bagi
ASN harapannya akan membuka peluang pasar yang lebih besar. “Kalaupun tidak
menjual keluar daerah tidak masalah. Kalau semua kita di daerah sudah
mengedepankan kearifan lokal,” ujarnya.
Perajin menurutnya merasa terdukung. Rencana ini sangat
diharapkan sejak lama. Tidak saja oleh produsen satu jenis kerajinan.
Harapannya, agar keinginan yang digagas kuat oleh Dinas Perdagangan Provinsi
NTB Ini benar-benar dilaksanakan. Tidak sebatas wacana. Tidak juga sebatas
pelaksanaannya oleh ASN lingkup Pemprov NTB. tetapi agar dapat diterapkan
dengan semangat yang sama oleh pemerintah kabupaten dan kota di NTB.
Sebetulnya, kata Maliki. Keinginan untuk menggunakan
produk-produk lokal ini sudah ada sejak lama. Hanya saja, tidak ada penekanan
bagi ASN untuk penggunaannya. “Ada yang pakai, ada yang endak. Kalau sudah
ditekankan kepala dinas, atau gubernur, mungkin semua ASN pasti manut. Kita
mengharapkan hal ini,” imbuhnya.
Hanya saja, ia juga mengingatkan. Bila pemerintah daerah
memberlakukan kebijakan penggunaan kain tenun lokal ini sebagai pakaian dinas,
disarankan kebutuhan dinas agar bersentuhan langsung dengan kelompok-kelompok
produsen. Kenapa demikian? Mulai muncul kain tenun yang motifnya dibuat
menggunakan mesin printing, bukan
produksi asli tangan-tangan perajin.
Tenun printing ini
menggunakan bahan pewarna kimia. Pemerintah diharapkan lebih selektif melihat
kondisi ini. Hal ini bertujuan, agar yang diuntungkan bukan pengusaha-pengusaha
dari luar daerah. Kain tenun lokal biasanya menggunakan kain tenun dengan warna
alam. Itulah yang membuatnya khas. (Bulkaini/Ekbis NTB)