Be Your Inspiration

Monday, 12 August 2019

Serbat dan Gula Aren Khas Desa Langko Rambah Pasar Luar Negeri

Ibu Negara Hj. Iriana Joko Widodo didampingi Ketua TP PKK NTB Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah saat menunjukkan produk Serbat, minuman khas Lombok dalam sebuah pameran di Jakarta beberapa waktu lalu.

Serbat, minuman yang tak asing di telinga masyarakat Lombok umumnya. Dulu minuman ini dihidangkan ketika para petani turun ngaro atau membajak sawah untuk persiapan bercocok tanam. Kini minuman tradisional khas Lombok ini pun berhasil menembus Istana Negara dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo pun sudah mencoba minuman ini.

Minuman dengan campuran jahe merah dan gula aren ini dibuat oleh petani untuk menghangatkan tubuh ketika kedinginan akibat bermandi lumpur saat membajak sawah.  Minuman serbat ini juga kerap dihidangkan ketika acara-acara kematian dan peringatan hari besar. Kini, produk lokal ini agak jarang ditemukan dan dikonsumasi masyarakat umum.

Namun melalui tangan terampil, Abdul Hadi pelaku usaha olahan aren Longseran Barat Selatan (LBS) Mandiri Desa Langko, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat (Lobar) ini ingin mengangkat serbat sebagai penganan lokal yang sehat dan tak kalah dengan produk modern.

Bahkan ia ingin mengubah mindset masyarakat bahwa serbat bisa dijadikan mata pencaharian yang potensial. Serbat ini pun diolah menjadi beragam olahan, mulai dari kopi jahe serbat hingga es krim berbahan baku gula aren. Hasil olahan gula aren dan serbat yang dibuat Abdul Hadi ini pun telah masuk ke ritel-ritel modern bahkan hingga ke luar negeri.

Diwawancarai Ekbis NTB, Sabtu (10/8/2019), mantan TKI ini menceritakan awal mula dirinya membuat serbat tahun 2016 lalu. Idenya membuat serbat muncul karena terdorong dari rasa prihatin akibat gempuran produk penganan modern dari luar yang masuk ke daerah Lombok, termasuk minuman dari bahan jahe. Sementara ia berpikir, daerah ini memiliki bahan baku berlimpah dan jauh lebih original (asli). Dibandingkan produk luar ini, belum diketahui tingkat keasliannya apakah ada caumpuran bahan kimia atau tidak.

Di desanya sendiri banyak warga membudidayakan jahe. Ia pun mencoba bertanya-tanya ke para orang tua, apa minuman khas Lombok yang bisa dibuat untuk menyaingi minuman modern tersebut. Dari keterangan para orang tua tersebut, disebutlah serbat sebagai salah satu minuman khas lokal yang dibuat dari campuran jahe dan gula aren.

‘’Berjalannya waktu, saya coba buat. Terus-menerus mencoba sampai tiga bulan seperti apa komposisi dan rasanya, bisa diterima ndak oleh konsumen? Saya membuat hanya berbekal bertanya-tanya ke orang tua,’’ terang dia.
Abdul Hadi bersama Gubernur NTB H. Zulkieflimansyah saat acara Jumpa Bang Zul dan Ummi Rohmi tahun 2018.
Awal mula mencoba membuat serbat, ia menggunakan modal sendiri dengan peralatan seadanya. Ia membuat serbat dari bahan jahe merah, sere, kayu manis. Lambat laun ia terus berupaya mencoba membuat serbat dengan varian berbeda seperti bubuk. Itupun masih dengan cara tradisional. Ia membuat serbuk serbat agar minuman ini bisa diseduh di mana saja. Setelah dikembangkan dan memperlihatkan cara membuat serbat ini kepada yang ahli,ternyata cara pembuatan serbat yang dilakukannya benar.

Selama satu tahun awal-awal mengembangkan serbat, ia mengalami jatuh bangun. Sebab saat itu ia belum memiliki alat. Sehingga ketika itu, ia tak bisa memproduksi serbat ketika cuaca tidak bagus. Ditambah lagi ia belum memiliki oven. Di saat bersamaan ia dikejar waktu harus ikut pameran di sejumlah tempat, sehingga ia pun terkadang tidak bisa ikut. “Selama satu  tahun itu, saya jatuh bangun. Hampir-hampir putus asa,’’ akunya. Akan tetapi ia tak mundur begitu saja, lebih-lebih produk serbat yang dibuatnya sudah telanjur mulai dikenal oleh masyarakat.

Dengan peralatan seadanya, dalam sehari ia hanya mampu membuat 6 sachet serbat. Itupun kata dia begitu sulit dan lama. Namun karena ia memiliki tekad kuat, iapun terus bertahan. Apa yang dirintisnya kini telah membuahkan hasil. Pelan tapi pasti,usaha pembuatan serbatnya pun berkembang. Hingga kemudian dibantu mesin pengolah oleh Pemkab Lobar, kendati ia masih mengolah semi manual. Saat ini produksinya mampu mencapai 25 Kg per hari, bahkan kalau bekerja sampai malam hari bisa mencapai 50 Kg serbat.

Di samping tingkat produksi yang jauh meningkat, ia juga bisa membuat gula aren menjadi olahan beragam. Awalnya hanya membuat serbat, namun berkembang menjadi gula semut. Tak berhenti di situ, bagi pecinta kopi ia pun mencoba meracik kopi jahe gula aren. Produk kopi jahe gula aren ini pun banyak digemari oleh masyarakat. ‘’Terakhir ini saya mencoba membuat es krim gula aren,’’ katanya. 

Bahan pemanis inti yang dipakai untuk membuat es krim ini dari gula aren. Kini produk yang dihasilkan telah mampu merambah pasar luar. Sejauh ini produknya sudah masuk ke pasar modern, Ruby dan pesanan lokal termasuk kantor-kantor pemda banyak yang memesan produknya.
Pihaknya juga menjual melalui online dan masuk di Bukalapak, namun belum terlalu laris. Tak hanya pangsa pasar lokal yang dirambahnya, namun sudah masuk ke pasar luar daerah seperti daerah jawa. 

Kebanyakan kata dia dikirim Jakarta. Di samping merambah pasar sejumlah daerah, produk yang dihasilkan ini sudah sampai ke beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura.

Meski  pengiriman melalui tangan orang ketiga, namun sejauh ini orderan dari luar negeri mencapai 10 kardus. Dari hasil penjualan produknya ini,  ia mampu meraup, dibandingkan dulu per hari ia hanya memperoleh 250-500 ribu per bulan. Sedangkan saat ini, omsetnya telah mencapai Rp 20-30 juta per bulan. Dari usahanya ini, ia mampu mempekerjakan 6 orang karyawan dari warga sekitar. 

Namun saat permintaan yang tinggi, pihaknya menambah pekerja untuk mengejar target.  Sejauh ini ia mengalami kendala alat kristalitator yang belum ada. “Ada rencana bantuan dari Disperindag untuk pengemas,”jelas dia.

Di sisi lain, Abdul Hadi mengaku usaha pengolahan gula aren yang digelutinya tak hanya semata bisa menjadi mata pencaharian bagi dirinya dan warga setempat. Namun yang jauh lebih mulia dari adanya usahanya ini,  bisa menekan pembuatan tuak atau miras tradisional. Sebab kata dia dulu aren yang berlimpah ini dimanfaatkan oleh warga untuk mengolahnya menjadi minuman keras (miras) tradisional. Bahkan banyak pengepul miras tradisional berbahan aren di daerahnya.

‘’Namun semenjak kami mengembangkan gula aren menjadi serbat, gula semut ini, pembuatan miras tradisional jauh menurun. Di daerah kami tidak ada lagi pengepul-pengepul tuak,’’ jelas dia.

Warga  mulai sadar bahwa cara mencari nafkah dengan membuat tuak, tidak berkah. Ke depan warga harus sadar kalaupun mendapatkan uang banyak dengan cara depat namun membuat tuak ternyata tidak berkah. Ia pun ingin memberikan contoh kepada masyarakat dengan kembali membuat aren menjadi serbat, dan penganan lainnya.

Di samping dengan berkembangnya Serbat ini, ia bisa mengangkat kembali kearifan lokal khas daerah Lombok melalui minuman. Sebab, kata dia, pengunjung yang datang dari luar pasti ingin apa minuman khas Lombok yang bisa diketahui mereka. Ke depan ia sangat berharap agar lebih terbuka lagi, kepada masyarakat untuk mengangkat kearifan lokal, seperti minuman dan sebagainya. Karena salah satu yang menjadi motivasinya mengembangkan minuman Serbat ini, karena ingin mengangkat kearifan lokal menjadi kekhasan dan identitas daerah Lombok.

Sebab kata dia di daerah lain seperti Bandung punya minuman khas Banrek, di Jawa punya minuman khas Wedang, lalu kalau jalan-jalan ke Polewali Sulawesi Barat punya minuman khas Saraba. ‘’Lalu kenapa kita ndak angkat Lombok ini lewat minuman Serbatnya sebagai lokal khasnya,’’jelas dia. Lebih-lebih di Lombok khususnya di Lobar punya bahan baku berlimpah, seperti jahe merah dan gula aren. Dibandingkan daerah lain seperti Garut, justru bahan baku aren di Lobar jauh lebih berlimpah. “Ini juga memotivasi saya,”jelas dia.

Dari sisi kesehatan juga Serbat dan gula aren ini jauh lebih sehat. Menurut dia gula aren ini sangat baik untuk kesehatan, dibandingkan gula pasir. Sebab Kandungan yang ada dalam gula aren ini sukrosa dengan kadar kalori sangat rendah, sedangkan gula putih sendiri memiliki kandungan glukosa dengan tinggi kalori.(Heru Zubaidi/Lombok Barat)
Share:

Wednesday, 7 August 2019

Rehabilitasi Pascagempa "Korbankan" Budaya Sasak Berusia 3.500 Tahun Sebelum Masehi

Workshop memahami dan menulis berita pascagempa, yang digagas LSM Gravitasi Mataram, Sabtu (3/8/2019).

Workshop media massa bertajuk Memahami dan Menulis Berita Pascagempa, yang digagas LSM Gravitasi Mataram, Sabtu (3/8/2019) mencuatkan sejumlah isu. Selain menggali masalah untuk diselesaikan, keberadaan media dituntut untuk menghadirkan solusi dalam pemberitaan. Namun terungkap hal menarik, bahwa proses rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan terdampak gempa yang dilakukan saat ini, mengorbankan khasanah budaya Sasak Lombok yang bertahan berabad-abad lamanya.

Budayawan sekaligus mantan Kepala Taman Budaya NTB, H. Lalu Agus Fathurrahman, dengan materi Membangun Kesadaran Kosmologis dan ekologis berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengurangan risiko bencana memaparkan, proses rehab rekon perumahan warga saat ini masih berorientasi rehabilitasi fisik. Pemerintah dipandang belum merehabilitasi psikis agar siap menghadapi bencana di masa depan.

Dalam paparannya, Agus menerangkan fungsi dan kekuatan Bale Balaq terhadap gempa. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Setiadi Sopandi, seorang Ahli Sejarah Arsitektur Universitas Indonesia.

Kenapa Bale Balaq bisa aman? Fathurrahman meyakini, kekuatan gempa berapapun, Bale Balaq tetap aman. Kondisi itu dipelajari oleh para ahli pondasi era sekarang, yang dikenal dengan istilah pondasi Jaring Laba-laba. Teknologi itu yang selanjutnya disempurnakan dengan teknologi yang bernama pondasi Jaring Pasak vertikal. "Ini belajarnya dari konstruksi rumah adat kita. Bahwa, berapa pun kekuatan hantaman gempa membuat rumah adat tidak akan jatuh," tegas Agus.

Dari pengalaman pondasi Rumah Adat Sasak Lombok, diterapkan di beberapa daerah. Seperti, 150 rumah yang dibangun di Aceh dengan pondasi serupa pada saat tsunami Aceh, 100 persen rumah selamat. Ada pula 15 bangunan bertingkat lima di Palu yang dibangun dengan pondasi itu, 100 persennya, selamat.

"Ini belajarnya dari mana, belajarnya dari konstruksi balok tiang yang kita miliki. Dan ini usianya 3.500 tahun Sebelum Masehi. Asli punyanya orang Sasak, ini penelitian dari Setiadi Sopandi, ahli sejarah arsitektur Universitas Indonesia. Tapi kita kemudian mengabaikan itu," tegasnya lagi.

Rumat adat Lombok yang bertahan dari guncangan gempa. (dokumentasi Kompas.com)
Semasih menjabat sebagai Kepala Museum Negeri NTB, Agus Fathurrahman juga pernah melihat model konstruksi serupa yang diterapkan pada salah satu kapal pesiar yang ia tumpangi. Di kapal pesiar itu, ia menyaksikan model konstruksinya persis sama dengan model konstruksi Bale Balaq. Dengan konstruksi itu, kapal pesiar tersebut tidak oleng saat digoyang kekuatan ombak. "Ini yang digunakan, dan kita punya, khasanah asli, tapi kita tidak pernah memperhatikan, alasannya kayu. Kenapa kayu menjadi persoalan. Katanya kalau gunakan kayu, hutan akan gundul. Siapa yang mau tebang (kayu) hutan?"

Ia bahkan berasumsi sejak awal, apabila dana bantuan dikelolakan ke masyarakat untuk membuat rumah sesuai kearifan lokal dan pemerintah memfasilitasi kedatangan kayu Kalimantan, maka dua persoalan sekaligus terselesaikan. Fisik rumah terbangun, dan kondisi psikis warga yang trauma akibat gempa terobati. Terlebih lagi, masyarakat sejak awal sudah punya pilihan, yakni Bale Balaq.

Baginya, rehabilitasi korban gempa yang dilakukan pemerintah sejauh ini adalah rehab fisik, dan belum menyasar rehab psikis dan mental warga. Korban gempa sejak awal ditimpa banyak masalah, dari kaget gempa, takut masuk rumah, ditekan oleh kepentingan aplikator, ditambah pula oleh kekecewaan akibat kebohongan oknum, maka tumpukan masalah psikis tersebut dipandang perlu untuk ditangani.

"Bencana itu tidak mematikan semua selama kita masih menghargai eksisten sebuah masyarakat yang memiliki budaya. Kita gunakan budayanya untuk membangkitkan kembali maka masalah selesai," tandasnya.

Sementara itu, Direktur Gravitasi Mataram, Munzirin, memaklumi korban gempa Lombok Utara dihadapkan pada banyak masalah. Mulai dari kualitas dan kuantitas rumah yang terbangun, kualitas dan kuantitas fasilitator, realisasi warga penerima rekening, hingga kebijakan anggaran dari pusat dan daerah.

"Gravitasi memandang semua pihak harus bersinergi, dan masing-masing berkontribusi sesuai profesi, terutama memberikan pemberdayaan pascagempa," katanya.

Kesempatan yang sama, Asisten III Setda KLU, Ir. H. Melta, mengakui pentingnya peran media massa pada penanganan pascagempa. Dimulai dari masa tanggap darurat, masa transisi hingga recovery ke depannya.

"Media merupakan mitra pemerintah yang menjadi kekuatan edukasi dan informasi. Saya ingat, saat gempa lampu mati, komunikasi putus. Kehadiran media bisa menyampaikan informasi kepada masyarakat sesuai kondisi yang ada," sebutnya. (Johari/Lombok Utara)
Share:

Friday, 26 July 2019

Wisatawan Mancanegara Bersihkan Pantai Senggigi dari Sampah Plastik

Wisatawan asing bersama warga lokal memungut sampah di tengah luat.  Sampah plastik mengotori  sepanjang pantai Senggigi dikeluhkan wisatawan

 Sampah plastik seperti bekas botol minuman, plastik kresek dan sisa bungkus makanan mengotori sepanjang pantai kawasan Senggigi. Kondisi ini menyebabkan keprihatinan dari sejumlah kalangan, termasuk wisatawan asing. Wisatawan asing  bersama warga lokal yang tergabung dalam komunitas pecinta lingkungan pun turun tangan membantu memungut sampah plastik di laut. Mereka berenang bahkan menyelam ke tengah laut untuk mengambil sampah plastik tersebut. 

Seperti yang dilakukan komunitas Lombok Ocean Care (LOC), salah satu komunitas yang peduli terhadap lingkungan. Di komunitas ini sudah bergabung puluhan orang dari warga lokal maupun warga asing (wisatawan asing).

Pada Minggu (21/7/2019), komunitas ini membersihkan sampah plastik di depan Hotel Kila. Warga lokal bersama wisatawan asing berenang ke tengah laut mengambil sampah yang berserakan.  Mereka menggunakan jaring untuk mengambil sampah yang mengapung di laut.


Sakinah, warga asing asal Jerman yang menginisiasi komunitas LOC menuturkan, pihaknya menginisiasi komunitas akibat keperihatinan terhadap kondisi sampah plastik di kawasan pesisir Pantai Senggigi. Pihaknya melakukan aksi kebersihan sampah plastik selama sebulan sekali.  "Lalu kami punya ide untuk mencari teman-teman yang snorkeling menyelam membersihkan sampah," jelas dia.  Pihaknya tiap hari minggu menyelam di lokasi pantai yang banyak sampah di laut.

Dalam melakukan aksi bersih sampah plastik ini, pihaknya kerjasama dengan Ikatan Bank Sampah Lombok. Mereka membeli sampah yang sudah bersih dan ikut aksi memberikan sosialisasi memilah serta mengolah sampah. Sampah yang berhasil diperoleh dalam sepekan mencapai 200 kilogram.

Diakui masih banyak sampah plastik di tengah laut.   Pihaknya tidak hanya mengambil sampah, namun pihaknya memiliki misi mensosialisasikan bahaya sampah plastik dan program zero waste agar masyakarat belajar bagaimana mengolah sampah. Sehingga masyakarat belajar mengolah sampah, sebab sampah bisa diolah menjadi kerajinan dan menghasilkan uang. "Karena kalau sekadar memungut sampah semua orang bisa, tapi kami punya misi mensosialisasikan bahaya sampah plastik," jelas dia. 


Front Office Manajer Kila Hotel dan Pool Villa Club, Ahmadi mengatakan adanya sampah plastik di sepanjang pantai ini dikeluhkan oleh wisatawan. Hal ini dilihat dari komentar wistawan tentang kebersihan di pantai. Wisatawan asing memberikan masukan agar persoalan sampah ini serius ditangani.  Dalam hal penanganan sampah ini perlu melibatkan semua pihak termasuk para pengusaha hotel.

Sementara itu, Camat Batulayar, Saharudin mengaku persoalan sampah memang menjadi masalah pelik. Masalah sampah inipun menjadi atensi nya awal menjabat camat Batulayar. "Kami sentuh dulu soal kebersihan, kami bergerak dan alhamdulillah diikuti oleh LCC sebelum jadi LOC," jelas dia. 

Kaitan dengan itu juga terbentuklah pokdarwis, sehingga geliat penanganan kebersihan semakin baik.  Bahkan penanganan sampah dilakukan selama sekali sepekan komunitas bersama kecamatan turun melakukan gotong royong. (Heru Zubaidi/Lombok Barat)

Share:

Desa Danger Tampilkan Inovasi Olah Sampah Jadi Bahan Bakar Minyak

Kepala Desa Danger, Kaspul Hadi, memantau proses ujicoba mesin pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak di kantor desa setempat, Senin (22/7/2019)

Inovasi yang ditampilkan oleh Pemerintah Desa Danger Kecamatan Masbagik, Lotim berhasil menjadi juara I unggulan dalam pelaksanaan gelar teknologi tepat guna (TTG) tingkat Provinsi NTB yang dipusatkan di Lotim. Pemdes Danger menampilkan mesin pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak, mulai dari minyak tanah, bensin dan solar.

Menurut Kepala Desa Danger, Kaspul Hadi, keberhasilan yang dicapai itu tidak terlepas dari kepedulian dan kerjasama semua pihak. Salah satunya kepedulian terhadap lingkungan untuk bagaimana sampah bernilai ekonomis. Dituturkannya, inisiatif pengolahan sampah dari kerajinan Gaharu yang ada di Danger menciptakan minyak wangi yang dikirim ke berbagai negara.

"Dari Gaharu yang menghasilnya minyak wangi inilah yang menginspirasi untuk membuat mesin pengolahan plastik menjadi bahan bakar," terangnya kepada Suara NTB, Senin (22/7/2019).

Adanya mesin pengolah sampah plastik ini kedepan bagaimana plastik-plastik yang ada di Desa Danger tidak lagi menjadi momok ditengah-tengah masyarakat. Melainkan sampah-sampah tersebut dapat menjadi sumber berkah. Sampah yang mampu menciptakan PADes untuk kembali pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Mesin yang kita ciptakan ini mampu memproduksi dari sampah plastik menjadi bahan bakar berupa bensin, solar dan minyak tanah," terangnya.

Keberadaan mesin pengolah sampah ini terus dilakukan ujicoba. Langkah ini dilakukan supaya inovasi yang dibuat oleh masyarakat dan Desa Danger ini betul-betul dapat berfungsi maksimal. Ini untuk menjawab persoalan sampah. Terciptanya mesin pengolah sampah ini sejalan dengan program Pemprov  NTB untuk mewujudkan NTB zero waste. "Dengan karya ini, apabila sudah berkembang dan sukses. Insya Allah mampu mendatang PADes dan mengatasi persoalan sampah menjadi berkah," jelasnya.

Ia berharap keberhasilan mesin pengolah sampah menjadi bahan bakar minyak menjadi juara I unggulan tingkat NTB tidak hanya sebatas juara. Namun bagaimana diharapkan pemerintah daerah baik kabupaten maupun provinsi untuk mendukung dan mengawal inovasi TTG ini untuk dapat berkembang sehingga dapat berfungsi sebagaimana tujuannya.

Diketahui, terdapat empat penilaian pada gelar TTG ini, yaitu inovasi tepat guna yang juara pertama diraih alat pemotong kayu multi guna (KLU), sementara juara kedua adalah alat semprot (handsprayer) tenaga surya (Lombok Barat) dan juara ketiga alat pemupuk jagung (Dompu).

Sementara itu Lombok Timur meraih predikat sebagai Kabupaten Terbaik Tepat Guna Unggulan yang diraih oleh Desa Danger Kecamatan Masbagik, disusul Lombok Utara, dan Lombok Tengah. (Yoni Ariadi/Lombok Timur)
Share:

Tuesday, 2 July 2019

Branding Wisata Halal di NTB Harus Ada Perangkat Hukum

Islamic Center, pusat wisata halal di NTB.
Branding NTB sebagai destinasi wisata halal sudah tak perlu diperdebatkan. Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Kabupaten Lombok Timur (Lotim) menyarankan NTB, termasuk Lotim di dalamnya ini perlu segera menguatkan keberadaan branding wisata halal tersebut. Sarannya segera dibuat perangkat hukumnya.


Hal ini disampaikan Ketua BPPD Lotim, Akhmad Roji kepada Suara NTB, Senin (1/7/2019). Dia menjelaskan, perangkat hukum yang diperlukan ini bisa berupa Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati atau Peraturan Daerah (Perda).

Dukungan perangkat hukum yang jelas ini dinilai akan lebih mempercepat akselerasi pembangunan wisata di NTB. Branding wisata halal harapannya tidak lagi menjadi perdebatan publik. NTB sendiri sudah dinobatkan sebagai provinsi wisata halal.

Turunan dari predikat tersebut itulah yang harus dipersiapkan. Tidak lagi dimunculkan wacana baru mengenai apa yang akan dibuat sebagai branding baru. Saat ini yang perlu dilakukan bersama dengan seluruh pemangku kepentingan di bidang pariwisata adalah aksinya. Wujud nyata dari upaya menciptakan wisata halal.

Menurut Akhmad Roji, kurang tepat jika terus-menerus saling menyalahkan soal branding apa yang akan dibuat untuk memajukan pariwisata Lombok - Sumbawa. Semua pihak harus bersama mempersiapkan diri menyongsong Lombok - Sumbawa sebagai destinasi wisata halal dunia.

Mengawalinya, bisa dimulai dengan membangun sistem kelembagaan wisata halal. Di antaranya memulai di tingkat satuan pendidikan dan perguruan tinggi. Bisa difungsikan madrasah dan perguruan tinggi-perguruan tinggi yang memiliki ruh Muslim. Dengan demikian, kata Roji, akan lebih jelas apa yang menjadi capaiannya.


Konsep wisata halal ini bisa lebih didalami juga interpretasinya dalam sudut pandang wisata. Para ahli di bidang wisata juga bisa dilibatkan untuk membahasnya. Harus ada tolok ukur yang dibuat, sehingga bisa disimpulkan dalam waktu tertentu, bahwa destinasi wisata halal ini sudah benar-benar membumi di gumi Lombok - Sumbawa.

Mengisi konsep wisata halal ini bisa dilakukan dengan menggelar kegiatan-kegiatan yang bernuansa religi. Bisa digelar kegiatan sekala nasional bahkan internasional. Sejauh ini sebutnya branding wisata halal dengan penampilan khasanah budaya Islami di NTB belum pernah dilakukan. “Misalnya menggelar “Muslimah Fashion,” pameran barang kerajinan dari seluruh pesantren, tari zaman dan lainnya,” urainya.

Pemerintah daerah harapnya serius mengawal simbol Lombok - Sumbawa sebagai destinasi wisata halal. Diyakinkan, ketika semua elemen bergerak dengan dukungan penuh dari pemerintah daerah dari tingkat provinsi hingga kabupaten, maka akan lebih cepat membumikan Lombok - Sumbawa sebagai destinasi wisata halal dunia. (Rusliadi/Suara NTB)

Share:

Friday, 28 June 2019

Berlayar dan Suasana Hening, Potensi Pariwisata yang Belum Digarap di NTB

Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah dan istri, Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah, saat bertemu Fremantle Sailing Club di Perth, Australia Barat, Jumat, 28 Juni 2019.
Lawatan Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah ke Perth, Australia memberikan makna mendalam. Terutama, terkait sisi lain pariwisata yang selama ini belum dikembangkan. Pariwisata sebagai seni mengelola dan memfasilitasi berbagai minat manusia. Dari pelayaran yang menantang, hingga keheningan yang reflektif.

Hal itu dikemukakan Gubernur Doktor Zul, usai bertemu dengan Fremantle Sailing Club di Perth, Jumat, 28 Juni 2019. Fremantle Sailing Club adalah klub berlayar dengan ribuan anggota dari beragam usia dan minat.



Klub ini telah memiliki struktur kelembagaan yang sangat baik. Mereka memiliki kalender tahunan yang diisi dengan berbagai agenda pelayaran, termasuk yang bersifat kompetitif. Klub ini bahkan telah memiliki sistem regenerasi dengan membentuk keanggotaan junior dan akademi pelatihan. Dengan tujuan, membentuk generasi pelaut yang akan melanjutkan kiprah klub ini di masa depan.

“Mereka tiap tahun menyelenggarakan perlombaan berlayar dari Perth ke Bali yang diikuti banyak peserta dan pelancong,” ujar Doktor Zul. Dengan menjadi daerah persinggahan para anggota Fremantle Sailing Club, para pelaku wisata di Bali tentu akan menikmati manfaat dari aktivitas mereka selama di daerah tersebut.

Informasi ini menginspirasi Doktor Zul. Menurutnya, untuk memajukan pariwisata di NTB, semua pemangku kepentingan memang perlu banyak belajar dari Bali. Kesuksesan Bali dalam mengkreasikan tumbuhnya aktivitas semacam ini patut direnungkan bersama.

“Bali mengajarkan kita bahwa pariwisata bukan melulu persoalan pantai yang indah dan gunung-gunung yang menakjubkan. Tapi, lebih pada persoalan mengemas semuanya menjadi atraksi yang menawan hati dan memberi kesan dalam,” ujarnya.

Pemikiran ini membawa Doktor Zul pada pemaknaan lain akan pariwisata. Bahwa, di luar sana ada banyak orang yang memaknai pariwisata lebih dari pantai, gunung atau air terjun. Mereka membutuhkan hal yang selaras dengan minat-minat mereka. Beberapa orang lain juga memaknai pariwisata sebagai aktivitas yang memberikan mereka momentum untuk merefleksikan kehidupan.



Sebagian orang mungkin memiliki minat dalam pelayaran dan menginginkan tempat yang baik untuk menambatkan banyak perahu mereka. Tapi, tidak sedikit orang yang ingin melarikan diri dari rutinitas dunia. Mereka membutuhkan tempat yang hening, jauh dari keramaian. Sebuah tempat untuk berkontemplasi. Dan ada banyak lagi minat yang memotivasi orang untuk mengunjungi sebuah daerah.

Maka, untuk memenuhi beragamnya motivasi berwisata itu, dibutuhkan kreativitas para penentu kebijakan dan pengelola jasa wisata. Memberikan berbagai alternatif dan bentuk wisata yang memungkinkan banyak orang dengan beragam minat datang. Lalu, menemukan kebahagiaan sejati di daerah kita.

“Pariwisata sejatinya adalah seni dan kemampuan untuk menciptakan berbagai kegiatan-kegiatan yang membuat hidup kemudian jadi reflektif, penuh pilihan, bervariasi dan lebih punya makna dan penuh arti,” pungkas Doktor Zul.

Hal lain yang memberikan makna menyentuh bagi Doktor Zul adalah pertemuan dengan para perantau asal NTB di Perth. Di Perth, Doktor Zul bertemu dengan Rudy, seorang pemuda dari Dusun Klui, Lombok  Utara yang menurutnya luar biasa. Di Perth, Rudy memiliki dan mengelola sebuah restoran terkenal, yaitu Bintang Cafe. Menurutnya, Rudy merupakan bukti bahwa anak-anak muda NTB bisa berkiprah sukses di mancanegara. “Nggak ada yang mustahil. Asal berani aja. Di mana ada kemauan, di situ ada jalan,” ujar politisi PKS ini.

Sore harinya, Doktor Zul juga bersilaturahmi dengan masyarakat NTB di Perth. Dari silaturahmi ini, Doktor Zul merasakan pentingnya membuat jarak psikologis antara Perth dan Lombok semakin dekat. “Direct flight Perth-Lombok mudah-mudahan membuat jarak psikologis jadi semakin dekat,” ujarnya.

Bertemu dengan warga NTB di berbagai negara, memperkuat keyakinan Doktor Zul bahwa NTB memang milik semua orang. “Cinta kita semua pada NTB sungguh dalam, lebih besar dari makna yang bisa diwakili oleh kata itu,” pungkasnya. (Humas NTB)

Share:

Dari Lombok, AirAsia Luncurkan Lima Rute Domestik


Pesawat AirAsia di Lombok International Airport
AirAsia dalam waktu dekat telah melayani tiga rute dari dan ke Lombok. Penjualan tiket di sistemnyapun telah mulai dilakukan. Humas AirAsia, Addin Wibowo menyampaikan keterangan resmi. AirAsia telah meluncurkan lima rute domestik terbaru. Ekspansi jaringan penerbangan AirAsia di tanah air merupakan bagian dari komitmen maskapai untuk terus mendukung pariwisata dan ekonomi melalui konektivitas antar destinasi dalam negeri.

Kelima rute pulang pergi domestik yang akan dilayani oleh maskapai AirAsia Indonesia (kode penerbangan QZ) ini adalah Jakarta - Lombok (frekuensi 11x seminggu), Bali - Lombok (7x seminggu), Yogyakarta Kulon Progo - Lombok (3x seminggu), Bali - Labuan Bajo (7x seminggu) serta Surabaya - Kertajati (3x seminggu). Kelima rute baru tersebut akan mulai beroperasi pada 1 Agustus 2019.

AirAsia menawarkan promo harga spesial antara lain untuk Jakarta - Lombok mulai Rp635.000, Bali - Lombok mulai Rp243.000, atau Surabaya - Kertajati mulai Rp626.000.Terbang mulai 1 Agustus sampai 26 Oktober 2019. Tiket penerbangan domestik AirAsia sudah termasuk bagasi gratis 15kg.

Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan, mengatakan sejak lama AirAsia ingin memperluas jaringan rute domestik, maka sejak hub terbaru AirAsia di Lombok diresmikan awal Mei lalu dan dengan tambahan armada Airbus A320 ke-25, AirAsia dinyatakan siap menghubungkan semakin banyak lagi destinasi terbaik tanah air untuk mendukung pariwisata serta perekonomian dalam negeri.

“Dengan akses yang diberikan untuk memperluas jaringan domestik ini, kami segera mewadahi aspirasi masyarakat akan tambahan pilihan layanan penerbangan yang terjangkau menjelajahi spot-spot wisata di nusantara,” imbuhnya. 

Peluncuran rute baru ini menambah daftar rute domestik AirAsia setelah sebelumnya maskapai telah melayani penerbangan pulang pergi langsung Jakarta - Bali, Jakarta - Yogyakarta, Jakarta - Surabaya, Bali - Yogyakarta, Bali - Surabaya, Bali - Solo, Yogyakarta - Medan Kualanamu, dan Bandung - Bali.

Pada awal Mei 2019, AirAsia meresmikan pusat operasi (hub) terbarunya di Lombok. Peresmian hub Lombok ini merupakan bagian dari upaya berkesinambungan AirAsia dalam mendukung inisiatif Pemerintah dan Kementerian Pariwisata Republik Indonesia untuk menyukseskan Lombok sebagai salah satu dari ‘10 Bali Baru’.

AirAsia saat itu sekaligus meluncurkan livery pesawat dengan desain yang didedikasikan guna mendukung promosi pariwisata Lombok. Desain livery istimewa ini menampilkan ikon-ikon pariwisata lokal, seperti Gunung Rinjani yang megah serta pesona bawah laut kepulauan Gili.

Pesawat Airbus A320 berkode registrasi PK-AXU ini akan melayani rute penerbangan langsung terbaru dari Bandara Internasional Lombok menuju Perth, Australia sejak 9 Juni 2019.

Lombok merupakan hub kelima AirAsia di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Medan dan Bali. AirAsia telah menghubungkan langsung Lombok dengan Kuala Lumpur, Malaysia sejak 2012 dan membawa lebih dari satu juta wisman sejak penerbangan perdananya. (Bulkaini)
Share:

Gubernur NTB Minta Kepala Dispar Realisasikan Penerbangan NTB-Darwin


Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah (kanan) saat bertemu dengan Peter Tinley, Menteri Urusan Asia di Perth, Australia Barat, Kamis, 27 Juni 2019. 
Secara geografis, Provinsi NTB dan Kota Darwin, Australia sebenarnya cukup dekat. Namun, akses transportasi berupa penerbangan langsung masih menjadi tantangan bagi kedua daerah ini. Jika penerbangan langsung berhasil dibuka dan berkembang, banyak mimpi besar yang bisa diwujudkan.

Gambaran itu disampaikan Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah di sela lawatannya ke Darwin, Australia, Kamis (27/6/2019).

Gubernur menegaskan, untuk mendekatkan Darwin dengan NTB, ia telah meminta Kepala Dinas Pariwisata NTB, H. L. Moh. Faozal, S. Sos, M.Si untuk mengupayakan rute penerbangan Darwin-Lombok segera dibuka. Gubernur berharap, hal ini sudah bisa terealisasi dalam waktu dekat.

Berhubung dekat secara geografis, maka waktu tempuh penerbangan langsung Darwin-Lombok tidak akan lama. ‘’Kalau direct flight Darwin-Lombok ini bisa terwujud maka penerbangan Darwin-Lombok hanya sekitar satu jam, sangat dekat,’’ ujar gubernur.

Menariknya lagi, jarak Darwin ke Lombok bahkan lebih dekat ketimbang Darwin ke Melbourne, atau Darwin ke berbagai kota lain di Australia. Gubernur meyakini, kedekatan ini bisa membuat warga Darwin memilih berlibur ke NTB ketimbang ke daerah-daerah lain di Australia.

Secara keseluruhan, ujar gubernur, keadaan alam di kawasan Australia Utara mirip dengan Moyo Hilir di Sumbawa. Atau, seperti Sape di Bima atau di Dompu. Kemiripan ini akan memudahkan banyak kemajuan di kawasan tersebut, untuk diadaptasi di daerah-daerah di NTB. Misalnya, kemajuan sektor peternakan di Australia Utara.

Terbukanya akses penerbangan langsung Darwin-Lombok memungkinkan transformasi keterampilan beternak, serta manajemen sektor peternakan dari Darwin ke daerah-daerah di Lombok dan Sumbawa.

Gubernur yang akrab disapa Doktor Zul ini pun membayangkan berbagai kemungkinan yang bisa diwujudkan dengan semakin eratnya koneksi dua daerah ini. Kelak, ujarnya, bukan tidak mungkin peternak-peternak dari NTB akan lebih mudah membeli hewan ternak di Kawasan Utara Australia.

Bahkan, bisa jadi para peternak dari NTB justru bisa membuka usaha peternakan di Australia Utara. ‘’Saya membayangkan dalam waktu tidak terlalu lama, akan ada peternakan-peternakan sapi dan kerbau di Australia Utara ini dimiliki oleh peternak-peternak dari Pernek dan Raberas,’’ ujarnya.

Seperti yang selalu disampaikannya dalam berbagai kesempatan, gubernur menyerukan seluruh elemen masyarakat NTB untuk tidak takut bermimpi besar. Tentu saja, setiap mimpi besar pada awalnya akan ditertawakan orang. ‘’Tapi saya yakin mimpi ini dalam jangkauan kita semua,’’ ujarnya.

Untuk mewujudkan hal-hal besar, tentu dibutuhkan keberanian dan tekad yang ekstra. Keberanian dan tekad, bisa dibangun dengan mengubah atau membalik cara berpikir. ‘’Bukan hanya orang Australia bisa membeli properti dan tanah-tanah di tempat kita. Kita pun harus berani dan punya kemampuan membeli tanah-tanah di sini,’’ tegas gubernur.

Menurut Dr.Zul, harga tanah dan ternak di Australia tidak lebih mahal dari di NTB. Tanah-tanah di Utara Australia ini, menurutnya justru lebih murah dari harga tanah di Kawasan Mandalika dan Samota. ‘’Jauh lebih murah lagi tanah-tanah yang banyak buayanya,’’ seloroh gubernur.

Di hari keempat lawatannya ke Australia, Doktor Zul antara lain bertemu dengan Peter Tinley, Menteri Urusan Asia di Australia Barat (Western Australia) yang akan membantu memastikan penerbangan langsung Perth-Lombok yang telah dibuka dapat terus berkembang. Gubernur menegaskan, upaya mempromosikan daerah bukan hanya tugas pemerintah daerah semata. ‘’Ini tugas kita semua, terutama business community kita,’’ tandasnya.

Selain bertemu para penentu kebijakan setempat, gubernur juga tak lupa menyapa warga asal NTB di Australia. Salah seorang diantaranya adalah Renny Newall yang sudah 32 tahun menetap di Darwin. Renny berasal dari Kampung Bugis, Sumbawa. Kepada Doktor Zul, Renny telah mengutarakan kesiapannya untuk menjadi ‘orang tua’ bagi warga NTB yang ingin ke Darwin.

‘’Ada juga Ibu Mariatun dari Lombok yang sudah 30 tahun di Darwin. Jadi sudah ada yang meretas jalan baru,’’ ungkapnya.

Selain itu, gubernur juga bertemu Nico, salah seorang putra Gunung Sari, Lombok Barat. Nico dulunya kuliah di UGM Yogyakarta dan saat ini sedang ditugaskan di Perth oleh Kementerian Luar Negeri. ‘’Nico putra Lobar ini saya yakin suatu saat nanti akan jadi Dubes seperti seniornya Lalu Muhammad Iqbal dari Loteng,’’ harap Doktor Zul. (Humas NTB)
Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive