Be Your Inspiration

Monday 16 October 2017

Tembolak, Tudung Saji Tradisional Lombok Lebih Baik dari Tudung Plastik

Amaq Nurhayati dengan tembolak buatannya

TUDUNG saji digunakan oleh masyarakat untuk menutup makanan agar terhindar dari lalat atau lainnya. Di Lombok sejak dahulu kala, masyarakat sudah memiliki tudung saji tradisional sebelum adanya tudung saji modern dari plastik seperti sekarang yang dikenal dengan nama tembolak. Tembolak terbuat dari daun lontar yang dibentuk melingkar dan berwarna cerah yang digunakan untuk menutup makanan atau dulang saat ada acara-acara besar.

Desa Lelong, Kecamatan Praya Tengah merupakan daerah yang dikenal sebagai penghasil tembolak yang beredar di pasaran. Di desa ini ada 2 dusun yang menjdi sentra produksi tetapi yang paling dikenal adalah di Lendang Re yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai perajin tembolak.
Menurut salah satu perajin tembolak, Amaq Nurhayati, produksi tembolak di dusunnya sudah ada sejak zaman nenek moyang. “Tapi modelnya masih sederhana dan biasa, tidak seperti sekarang,” terangnya saat ditemui Ekbis NTB beberapa waktu lalu di rumahnya.

Dirinya sendiri sudah menjadi perajin tembolak sudah puluhan tahun yang lalu. Menurutnya, proses membuat tembolak membutuhkan waktu yang lama, karena ada banyak proses yang dilalui sampai jadi ke tangan pembeli. “Pertama kita buat dulu lingkaran awalnya dari bambu. Kalau saya pakai satu bambu untuk 1 tembolak sehingga kuat,” jelasnya.
Tembolak yang sudah jadi

Baru kemudian daun lontar diberi pewarna dan dijemur sampai kering. Proses selanjutnya yaitu membuat bagian atas tembolak atau hiasannya yang membutuhkan proses yang lama. “Saya masih menggunakan motif asli tembolak yaitu dengan menggunakan 4 warna. Tidak seperti yang lain menggunakan bekas tenun untuk hiasannya,” kata Amaq Nurhayati.

Setelah jadi, barulah semua bahan disatukan menggunakan cetakan agar hasilnya lebih rapi. “Dalam sehari kalau tidak banyak pekerjaan, bisa jadi 10 buah tembolak tapi itu sudah prosesnya lama,” jelasnya.

Ia mengaku jika untuk membuat ratusan tembolak dirinya membutuhkan waktu sampai berbulan-bulan, karena hanya berdua dengan istrinya. “Mungkin besok bulan maulid selesainya ini,” tukasnya.
Setelah selesai dirangkai, barulah tembolak diwarnai kembali dengan warna-warna terang seperti merah agar menarik perhatian. “Modal yang saya keluarkan untuk membuat tembolak itu bisa sampai Rp 500 ribu untuk membeli bahan baku,” kata Amaq Nurhayati.
Lontar untuk bahan baku tembolak

Ia biasanya membeli bahan baku di pengepul di dusunnya. Jika ada modal, dirinya membayar pakai uang, tapi kalau ndak, dibayar dengan tembolak

Diakuinya, kualitas tembolak menentukan harga tembolak di pasaran. Sementara kalau pengepul membeli tembolak di dirinya harus membayar Rp 5.000 per tembolak. Sementara di perajin lainnya, pengepul bisa membeli Rp 2.500/buah.
bambu untuk pembuatan tembolak

Adanya tudung saji plastik, menurut Amaq Nurhayati, tidak menjadi permasalahan bagi tembolak tradisional. “Soalnya kalau pakai yang plastik itu, kotoran bisa masuk tapi kalau pakai ini kan rapat, aman jadinya,” jelasnya.

Apalagi masih banyak masyarakat yang lebih menyukai tembolak lontar, karena warnanya yang cerah, sehingga gampang dikenali. Tidak heran, tembolak buatan dusun ini banyak dijual bahkan sampai Pulau Sumbawa dan Bali. “Kalau nyari tembolak, pasti sebutnya di Lelong saja soalnya di sini saja yang buat dan paling dikenal,” klaimnya. (Uul Efriyanti Prayoba)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive