Be Your Inspiration

Friday 23 February 2018

Gencarnya Kabupaten Sumbawa Promosi Pariwisata dan Budaya

Parade kebudayaan yang kerapkali dijadikan sebagai ajang promosi pariwisata dan budaya di Sumbawa.


Pemerintah Kabupaten Sumbawa semakin gencar melakukan promosi pariwisata daerahnya. Apalagi saat ini sudah ada beberapa destinasi wisata yang diunggulkan. Bukan itu saja, beberapa kesenian dan budaya juga turut menjadi media promosi pariwisata.

Ada puluhan aktivitas event yang akan dilakukan di Sumbawa. Termasuk kegiatan kebudayaan dan berbagai kegiatan yang diselenggarakan di destinasi wisata. Ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Sumbawa.

Sebelumnya Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sumbawa Junaidi mengatakan bahwa pihaknya sudah memetakan berbagai destinasi wisata yang dianggap sudah siap menerima wisatawan. Salah satu diantaranya  adalah Pulau Moyo. Salah satu kegiatan promosi yang dipadukan dengan kegiatan kebudayaan di Sumbawa adalah Festival Moyo. Selain ini, ada beberapa kegiatan kebudayaan lainnya yang dapat disaksikan oleh wisatawan.

“Kita ada beberapa kegiatan yang sudah kita rancang dalam kalender event Dinas Pariwisata Sumbawa. Dengan harapan ini bisa mendatangkan lebih banyak lagi wisatawan untuk berkunjung ke Sumbawa,” ujarnya.

Berbagai kegiatan itu diantaranya pesta rakyat pada Januari, Ponan dan Labangka Fiesta pada Februari, SAKA buffalo race championship 1 dan kemah wisata pada Maret. Pada bulan April ada ekspedisi pulau kecil, Mei ada SAKA buffalo race championship 2 dan semalam di dalam Loka, Juni ada festival Teba Murin, Juli ada SAKA buffalo race championship 3 dan Festival Pesona Moyo dan Agustus ada Festival Kampung Syahdu, Samba dan MU.

Sedangkan pada September ada Sail Moyo Tambora, SAKA buffalo race championship 4, Festival Melala dan Festival Teluk Saleh. Pada Oktober ada Rantok 1001 Denang, Festival Raja Kape dan Festival Gerbang Barat. Sedangkan pada November ada Festival Pesona Agal dan Festival Pesona Paraso.

Pelaku pariwisata dan wisatawan bisa menjadikan kalender event itu sebagai acuan saat ingin berkunjung ke Sumbawa. Tentu saja wisatawan tidak hanya dapat menikmati berbagai event itu saja. Banyak destinasi wisata yang dapat dikunjungi sebelum atau setelah menikmati berbagai event tersebut.

“Semoga dengan penetapan kalender event ini, semakin banyak wisatawan yang datang,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa semua kegiatan itu merupakan kegiatan yang penting sebagai promosi pariwisata Sumbawa. Ini juga ajang untuk meningkatkan kearifan lokal warga setempat. Sebab pariwisata Sumbawa dirancang sebagai pariwisata berbasis masyarakat. Dengan harapan masyarakat Sumbawa dapat terlibat langsung dan menjadi bagian dari dunia pariwisata saat ini. (Linggauni/Suara NTB)



Share:

Thursday 22 February 2018

Mengenal Wura Bongi Monca, Tari Selamat Datang Ala Suku Mbojo

 Tari Wura Bongi Monca yang merupakan kesenian tradisional Bima
Kebudayaan dan kesenian asli menjadi salah satu pembeda dari daerah lain. Saat ini kesenian daerah juga semakin sering dipertunjukkan pada acara-acara resmi. Salah satunya Tari Wura Bongi Monca yang merupakan tari selamat datang yang berasal dari Bima.

Tarian ini dilakukan oleh penari perempuan secara berkelompok dengan gerakan yang lemah lembut sambil menaburkan beras kuning sebagai simbol penghormatan dan harapan. Tari Wura Bongi Monca ini merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal dan masih sering dipentaskan di berbagai acara di daerah Bima.

“Kalau acara-acara biasanya ada Tarian Wura Bongi Monca. Semacam tarian untuk menyambut tamu,” kata penari asal Bima Kumalasari, di Mataram, Selasa (20/2/2018).

Konon, Tari Wura Bongi Monca ini merupakan salah satu tarian tradisional yang sudah ada dan berkembang pada masa Kesultanan Abdul Kahar Sirajuddin tahun 1640-1682. Tarian ini ditampilkan untuk menyambut kedatangan tamu istana yang sedang berkunjung.

Dengan gerak yang gemulai, para penari menyambut kedatangan tamu sambil menaburkan beras kuning sebagai simbol penghormatan dan harapan. Nama Tari Wura Bongi Monca sendiri diambil dari bahasa Bima yang berarti menabur beras kuning. Sehingga tarian ini dapat diartikan sebagai tari penabur beras kuning.

Dalam tradisi Bima, beras kuning adalah lambang kesejahteraan dan mengandung makna-makna kehidupan di dalamnya. Selain itu bagi masyarakat Bima, tamu dianggap sebagai pembawa rejeki atau berkah. Sehingga mereka menyambutnya dengan meriah sebagai tanda penghormatan, doa, dan rasa syukur.

“Saya berharap di setiap kegiatan ada tarian trandisional yang melambangkan daerah kita. Salah satunya Tari Wura Bongi Monca ini,” ujarnya.

Dalam pertunjukannya, Tari Wura Bongi Monca ini biasanya dimainkan secara berkelompok oleh 4 sampai 6 penari perempuan. Seirama dengan alunan musik pengiring. Musik pengiring tarian ini diantaranya seperti gendang besar, gong, sarone dan tawa-tawa. Dalam mengiringi Tari Wura Bongi Monca ini, para pemusik biasanya memainkan irama yang terkesan lambat dipadukan dengan gerakan para penari.

Dalam pertunjukannya, para penari dibalut dengan busana khas Bima. Pada bagian kepala, rambut digelung dan menggunakan bando atau hiasan bunga-bunga. Selain itu juga terdapat aksesori seperti gelang dan kalung sebagai pemanis dan selendang yang digunakan untuk menari. (Linggauni/Suara NTB)



Share:

Pantai Lapade, Objek Wisata Pilihan untuk Berlibur di Sumbawa

Keindahan Pantai Lapade yang ada di Kabupaten Sumbawa.
Pantai Lapade merupakan salah satu destinasi wisata yang ada di Kabupaten Sumbawa. Pantai ini biasanya dijadikan sebagai tempat berlibur bagi warga lokal. Namun belakangan semakin banyak wisatawan dari luar yang berkunjung.

Pantai ini berjarak sekitar 40 kilometer dari Kota Sumbawa Besar. Meski demikian, setiap akhir pekan selalu ada wisatawan lokal yang berkunjung. Apalagi pantai ini sudah dikenal dengan kebersihannya. Sehingga membuat wisatawan merasa nyaman saat berkunjung.
“Sebagai warga Sumbawa, saya pikir agak aneh kalau belum berkunjung ke Pantai Lapade. Karena pantai ini bagus dan memang banyak warga lokal yang datang berkunjung,” kata warga Sumbawa, Boden Rakasiwi, di Mataram, Selasa (20/2/2018).

Bagi Boden, pantai ini seperti tempat bermain bagi anak-anak Sumbawa. Selain tempatnya yang tenang, pemandangannya juga indah dan suasananya cukup menyenangkan. Apalagi saat ini sudah ada pengelola yang mengurus dan mengatur destinasi wisata ini. “Biaya masuknya Rp 7 ribu saja perorang. Saya rasa itu tidak berat, karena pengelola juga sudah merawat pantai dan sekitarnya agar tetap bersih,” ujarnya.

Di pantai ini juga banyak wahana bermain yang disediakan. Sehingga wisatawan yang berkunjung bersama anaknya bisa menikmati suasana pantai sambil menemani anaknya bermain. Selain itu, di sini wisatawan juga bisa menemukan aneka hidangan sari laut.

“Ada yang jualan seafood. Itu masih segar, kita bisa pilih sendiri ikannya sebelum dimasak. Kita juga bisa menikmati Singang dan Sepat yang merupakan kuliner khas Sumbawa, ” ujarnya.

Beberapa fasilitas seperti toilet, musala, tempat ganti pakaian dan beberapa fasilitas lainnya juga terseida di sini. Sehingga wisatawan bisa menikmati waktu berliburnya dengan santai. Di beberapa spot juga dipasang spanduk berbahasa Sumbawa yang berupa imbauan atau kalimat-kalimat lucu untuk menghibur wisatawan yang datang.

“Ada lapangan voli juga kalau yang mau main voli pantai. Bisa dibilang ini memang tempat berlibur keluaga yang tepat. Pantainya bersih dan fasilitasnya juga memadai,” ujarnya. (Linggauni)





Share:

Wednesday 21 February 2018

Festival Pesona Bau Nyale 2018 Ditandai dengan Kick Off di Pantai Kuta


Kick Off dan Ngobrol Kreatif Festival Bau Nyale 2018
Gelaran Festival Pesona Bau Nyale tahun 2018, resmi dimulai. Ditandai dengan kick off kegiatan di Pantai Seneq, Kuta, Pujut,  Lombok Tengah (Loteng). Kegiatan ini diisi  temu kreatif para pelaku wisata serta awak media, Selasa (20/2/2018).

Festival dibuka Asisten II Setda Loteng, Ir. Nasrun, bersama Kepala Dinas Pariwisata NTB, H.L.Moh. Faozal, S.Sos, M.Si. Hadir pada acara tersebut, GM PT.AP I LIA, I Gusti Ngurah Ardita, Kepala Disparbud Loteng, H.L. Putria, Kapolres Loteng, AKBP Kholilur Rochman, S.H.SIK.M.H., dan beberapa pejabat lingkup Pemkab Loteng lainnya. Para pelaku, kreatif  wisata di Pulau Lombok juga hadir.

Kabag Humas dan Protokol Setda Loteng, Drs. H.L. Herdan, M.Si., kepada wartawan mengungkapkan, rangkaian kegiatan Bau Nyale sendiri oleh masyarakat sudah sejak awal Bulan Februari digelar. Namun secara resmi, event yang tahun ini masuk ke dalam kalender  event Wonderfull Indonesia, baru dimulai saat ini.

Ia menjelaskan, total ada 11 kegiatan yang akan digelar hingga puncak perayaan pada tanggal 6 dan 7 Maret mendatang. Di mana setelah kick off dilakukan akan diikuti dengan Volley Ball Competition, presean, pemilihan Putri Mandalika, surfing contest, Mandalika World Music Festival, Mandalika Fashion Carnival dan parade budaya sampai kampung kuliner.

Di samping kegiatan utama tersebut, ada juga beberapa kegiatan pendukung yang berskala lokal. ‘’Seluruh event atau kegiatan yang digelar selama Festival Pesona Bau Nyale berlangung, skalanya sekarang minimal skala nasional,’’ terangnya.
 
Penampilan The Datu di Kick Off am Ngobrol Bareng Festival Bau Nyale 2018
Misalnya, untuk Volley Ball Competition yang digelar di kawasan Pantai Kuta mulai 24 Februari sampai 1 Maret mendatang, itu selain diikuti perwakilan dari seluruh provinsi. Beberapa tim dari mancanegara juga sudah mengkonfirmasi diri akan ikut berkompetensi.

Begitu pula untung surfing contest, peserta tidak hanya peselancar nasional juga ada yang dari mancanegara. ‘’Dengan keterlibatan peserta mancanagera disejumlah event pada Festival Pesona Bau Nyale tahun ini, diharapkan bisa semakin mengenalkan event budaya masyarakat ini ke luar negeri,’’ ujarnya.

Event Bau Nyale sendiri merupakan event pembuka dari sekitar 100 event pariwisata yang masuk kalender wonderfull Indonesia event tahun ini. Sehingga diharapkan, event Bau Nyale ini bisa memberikan kesan terbaik bagi masyarakat, khususnya lagi wisatawan mancanegara. Dengan begitu, pariwisata Loteng dan NTB lebih luas lagi semakin dikenal oleh masyarakat dunia. Dan, semakin menambah minat wisatawan untuk datang dan berkunjung di Loteng. (Munakir/Lombok Tengah)
Share:

Heri Susanto Nakhodai REI NTB

Serah terima jabatan Ketua REI NTB dari Miftahuddin Maruf (kiri) ke Heri Susanto.

Musda Real Estate Indonesia (REI) NTB ke –VIII yang berlangsung di Hotel Golden Palace Rabu 14 Februari 2018 lalu, menghasilkan keputusan di luar dugaan. Nama Heri Susanto tiba-tiba mencuat. Ia dipilih secara aklamasi memimpin REI NTB tiga tahun kedepan. Ada banyak pekerjaan rumah (PR) yang menunggunya.



Nama Heri Susanto sebetulnya dari awal tak muncul. Sebagai Ketua Panitia Musda REI ke –VIII, tentu ia harus bersikap netral. Ada lima calon yang namanya sempat terjaring kepanitiaan, di antaranya, Izzat Husein (PT. Lombok Royal Property). H. Ahmad Rusni (PT. Dasar Group). Husein Sewed (PT. Anugerah Alam). Gde (PT. Varindo) dan Indra Setiyadi (PT. Permata Biru).  Tetapi jelang pelaksanaan Musda, Izzat Husein menggundurkan diri dari bursa pencalonan.

Dari pembahasan panjang siapa yang pantas memimpin REI NTB, periode 2017-2020, nama Heri Susanto (PT. Hissto Perkasa Nusantara) bulat ditunjuk menggantikan H. Miftahuddin Ma`ruf.  Dia bersama pengurus dan dewan pertimbang organisai, secara bersamaan dilantik langsung oleh Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata. Disaksikan oleh seluruh stakeholders yang diundang dan hadir pada kesempatan itu.

Heri Susanto, pria kelahiran Situbondo, 7 Januari 1977 yang  tinggal di Ampenan, Mataram ini resmi menjadi nakhoda REI NTB tiga tahun kedepannya. Didepannya banyak persoalan yang berhubungan langsung dengan perumahan menunggu “tangan dinginnya”. 

Mengutip sebuah dongeng klasik. Alkisah pada zaman dahulu kala ada seorang putri raja yang sangat cantik. Sayangnya, putri raja itu belum juga menikah. Kemudian diadakanlah sebuah sayembara. Bagi siapa saja yang mampu melewati sungai yang dihuni gerombolan buaya, dialah yang akan menjadi suami dari putri raja nan cantik itu.
Pengurus REI NTB pose bersama
Tak satupun yang berani mengikuti sayembara itu. Taruhannya sudah pasti nyawa. Tiba-tiba saja seorang pemuda desa berlari melompati punggung-punggung buaya itu, hingga ia sampailah di seberang sungai dengan sangat cepat.



Usai naik ke darat, ia kemudian bertanya, siapa yang mendorongnya dari belakang sehingga tiba-tiba terjatuh dan berlari melewati punggung buaya dan sampai menyeberangi sungai itu?. Dari dongeng klasik itu, Heru Susanto mengambil  sebuah hikmah. Ia merasa ibarat pemuda desa yang didorong tiba-tiba dari belakang, menyeberangi sungai dan mampu melewati rintangan yang bahkan bertaruh nyawa itu.

“Karena itu, dalam perjalanan REI ke depan, saya akan tetap menagih janji para senior-senior saya untuk terus membimbing, dan bekerja bersama membangun REI NTB yang sudah berjalan cukup baik ini,” ucap Heri.

Heri Susanto bukanlah orang baru. Ia juga bukan pengembang sembarangan. Heri telah lama menggeluti usaha properti, dimulai sejak 2008. Pada 2010, ia kemudian aktif menjadi pengurus REI NTB, sehingga dipercayakan sekarang sebagai pemimpin di organisasi para pengembang ini.
Beberapa PR besar yang menyambutnya adalah bagaimana ia dan tim harus memperkuat koordinasi dengan pusat. Untuk mengupayakan penurunan suku bunga KPR yang masih tinggi. Angka backlog (kekurangan perumahan) di NTB yang mencapai 348 ribu unit kebutuhan rumah berdasarkan data Dinas Perumahan dan Pemukiman Provinsi NTB. Ditambah 25 ribu unit rumah yang idealnya harus dibangun setiap tahun di NTB. PR yang tak kalah penting adalah mewujudkan mimpi REI NTB untuk memiliki sekretariat/kantor khusus.    



Tentu, kata Heri Susanto, koordinasi akan diperkuat dengan seluruh stakeholders terkait. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan anggota REI NTB, jumlahnya sebanyak 62 perusahaan pengembang aktif. Membahas apa saja persoalan yang dihadapi di sektor properti, kemudian merumuskan jalan keluarnya.

Ia sadar, bahwa organisasi itu besar bukan karena pemimpinnya yang hebat. Melainkan karena timnya yang solid. Itulah yang ingin dibangunnya tiga tahun mendatang. “Kami tidak berjanji, tapi berusaha berbuat,” demikian Heri.

Sementara itu Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata memberikan semangat kepada pengurus baru REI NTB. REI itu menurutnya kekuatannya adalah kultur, diantaranya kultur persaudaraan. Ia meyakini bahwa kultur itu juga kuat di NTB. Provinsi ini ia sebut sebagai provinsi yang strategis dan potensial. Karena itu, ia mendorong pengusaha-pengusaha lokal untuk berbuat dan terus bergerak agar tak terpinggir oleh pengusaha dari luar.

“Menjadi ketua itu harus ikhlas, dan siap kehilangan banyak waktu untuk mengurus orang. Tapi perlu diingat, ada banyak nikmat yang didapat, ketika ikhlas menjadi landasan untuk berbuat,” pesan Soelaeman. (Bulkaino/Ekbis NTB)
Share:

Pengelolaan Gili Air Harus Berbasis Masyarakat

Dermaga Gili Air Lombok Utara

Gili Air memiliki keindahan pantai yang tidak diragukan lagi. Hanya saja pengelolaannya masih jauh jika dibandingkan dengan Gili Trawangan. Kawasan ini diharapkan dapat mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat.

Tujuan utama pengembangan pariwisata untuk memberikan lebih banyak lapangan pekerjaan dan bisa meningkatkan perekonomian warga. Hal ini harus benar-benar diterapkan di Gili Air, di mana banyak warga yang menaruh harapan pada sektor pariwisata di tempat ini.

“Saya sebagai pelaku pariwisata di Gili Air merasa bahwa pariwisata di Gili Air memang masih kalah pamor daripada Trawangan. Selain itu, pengelolaannya juga belum berbasis masyarakat. Karena yang punya adalah bule (asing), jadi pekerja yang asli orang sini (Gili Air) jadi mengikuti konsep mereka,” kata pelaku pariwisata asal Lombok Utara Sobrin, Senin (19/2/2018).
Cidomo di Gili air Lombok Utara


Ia berharap para pelaku pariwisata bisa mendapatkan pelatihan khusus pengembangan destinasi wisata seperti di kawasan gili. Selain itu, ia berharap diberikan suntikan modal. Sehingga warga yang sebelumnya kekurangan modal bisa mengembangkan pariwisata di Gili Air dengan lebih maksimal.

“Kami berterima kasih kepada pemerintah yang terus mendorong pariwisata di Gili Air ini sebagai yang terdepan. Mungkin tanpa bantuan dari Pemda, Gili Air tidak akan dikenal. Tapi kami juga berharap bisa dibantu untuk modal dan dibantu pelatihan,” ujarnya.

Ia melihat potensi pengembangan Gili Air ini memang cukup baik. Sebab belakangan semakin banyak wisatawan yang berkunjung. Namun ia tidak melihat perubahan yang besar dari warga. Warga yang setiap harinya mencari ikan masih tetap mencari ikan dengan penjualan yang biasa saja.
“Ini yang saya maksud, mungkin bisa dirangkul oleh Pemda. Nelayan yang biasa mencari ikan barangkali bisa dilatih untuk kemudian bisa menghasilkan kuliner seafood yang nikmat. Jadi kalau mendengar seafood, wisatawan akan ingat Gili Air,” ujarnya.

Banyak dari warga di Gili Air yang ingin turut mencari nafkah dari sektor pariwisata. Namun banyak pula yang tidak tahu cara memulai dan tidak mengerti cara mengelola. Sehingga perlu adanya campur tangan Pemda dalam memberikan pelatihan khusus. Sehingga warga bisa menyambut wisatawan dengan lebih profesional. Sebab, Gili Air sudah lama masuk dalam destinasi wisata unggulan, baik di KLU maupun di NTB. (Linggauni/Suara NTB)
Share:

Puyung, Sentra Tahu Tempe Pertama di Pulau Lombok

Proses pembuatan tahu Puyung Lombok Tengah


Sentra pembuatan tahu dan tempe cukup banyak di Pulau Lombok. Jika selama ini, masyarakat atau wisatawan mengetahui, Kekalik dan Abian Tubuh adalah sentra pembuatan tahu dan tempe di Pulau Lombok. Namun, ada satu lagi lokasi yang sentra pembuatan tahu tempe yang nyaris tidak pernah disebut, yakni Desa Puyung di Kecamatan Jonggat Lombok Tengah. Padahal, desa ini diklaim sebagai sentra tahu tempe pertama di Pulau Lombok.



SEBAGAI sentra pembuatan tahu dan tempe, Desa Puyung tidak jauh beda dengan sentra tahu tempe di Kekalik dan Abian Tubuh di Mataram. Deretan rumah yang dilengkapi tempat proses produksi tahu dan tempe dengan mudah bisa ditemukan, terutama di Dusun Lingkung Daye. Di dusun ini, rata-rata warganya berprofesi sebagai produsen tahu-tempe yang sudah secara turun-temurun mewarisi usaha keluarga ini. Sehingga tidak heran, dari pagi sampai malam akan kita temukan aktivitas warga yang sedang mengolah kedelai menjadi tahu dan tempe.



Seperti yang dituturkan salah satu produsen tahu, Fitri, jika Puyung lebih dulu dikenal sebagai sentra tahu tempe dibandingkan dengan Kekalik dan Abian Tubuh. “Dulu orang dari Sumpak (salah satu dusun di Puyung) yang pergi merantau ke Kekalik dan Abian Tubuh yang pertama kali buat di sana. Mereka balik ke sini untuk melihat proses produksinya, baru kemudian produksi sendiri. Itu cerita orang tua dulu,” tuturnya saat ditemui Ekbis NTB belum lama ini.

Fitri menerangkan di Desa Puyung, khususnya di dusunnya, sudah mulai membuat tahu tempe bahkan sebelum orangtuanya lahir. “Sekarang saya yang melanjutkan usaha keluarga ini bersama ibu saya, menggantikan bapak saya yang sekarang fokus jadi kepala dusun,” jelasnya seraya mengaduk adonan tahu.
Bahan pembuatan tahu di Puyung Lombok Tengah
Perempuan 33 tahun ini dibantu seorang pekerjanya setiap hari mulai berproduksi mulai dari siang sampai malam untuk kemudian dijual keesokan harinya. “Prosesnya cukup lama, mulai dari direndam terus digiling, direbus, dicetak sampai direbus kembali,” tukas ibu 1 anak ini.

Kedelai yang digunakan Fitri untuk tahu buatannya menggunakan kedelai impor dan lokal yang diperoleh dari penjual di dusunnya. “Setiap hari bisa menghabiskan 40-60 kg kedelai untuk buat tahunya,” akunya.



Ia biasanya menjual 1 loyang tahu berukuran tebal dengan harga Rp 50 ribu atau Rp 10 ribu/3 buah dan Rp 40 ribu untuk tahu berukuran tipis atau Rp 5 ribu/7 buah. “Keuntungan buat tahu ini hitungannya, dalam 100 kg kedelai dapatnya bisa Rp 150 kg, nah yang 50 kg itu sudah keuntungan bersih kita setelah dipotong ini itu,” jelasnya.

Tahu buatannya biasa dijual sendiri oleh Fitri atau diambil oleh para langganannya langsung ke tempatnya. “Saya jualnya ke Rensing, Lombok Timur, soalnya kalau di Renteng sudah terlalu banyak yang jual dari sini. Orang juga sudah tahu bagaimana kualitas tahu Puyung, berani dijamin,” terangnya.

Hampir sama dengan yang diceritakan Fitri, Sumarni, produsen tempe di dusun ini, ia lebih menjual produknya di luar Pasar Renteng karena banyaknya saingan di sana. “Saya titip tempe buatan saya ke saudara yang jualan di Pasar Mujur. Kalau ke Renteng terlalu banyak yang jualan tahu-tempe disana,” ceritanya.

Setiap hari, ujarnya, dirinya bisa memproduksi sampai 40 kg kedelai untuk diolah menjadi tempe. “Prosesnya sebenarnya tidak sulit tetapi lama menunggu untuk fermentasinya, makanya harus produksi tiap hari agar dapat penghasilan,” kata Sumarni.

Ibu 3 anak ini melakukan pekerjaan seorang diri kecuali saat membungkus tempe, ia dibantu oleh iparnya. “Ada 2 ukuran yang saya buat, yaitu ukuran kecil dan ukuran besar. Tempe ukuran kecil segini cuman saya saja yang buat,” jelasnya.

Harga untuk tempe berukuran kecil biasa Rp 10 ribu/15 buah dan Rp 5 ribu/3 buah di pasaran. “Hasilnya cukuplah untuk makan sama biaya sekolah anak-anak soalnya kalau ndak buat begini, tak ada pekerjaan lainnya,” terang perempuan 27 tahun ini. (Uul Efriyanti Prayoba)
Share:

Monday 19 February 2018

Khidmat Perayaan Imlek Tahun 2018 di Mataram

Imlek 2018 di Klenteng Ampenan 

Perayaan Imlek 2018 yang berlangsung Jumat (16/2/2018) berlangsung khidmat. Imlek yang dirayakan tahun ini bertepatan dengan tahun Anjing Tanah. Perayaan kali ini dilakukan dengan harapan kehidupan umat penuh dengan kedamaian.

Sehari sebelumnya, tim penjinak bahan peledak Brimob Polda NTB menyisir sejumlah vihara menjelang persembahyangan perayaan Imlek 2569. Penyisiran dalam bentuk sterilisasi itu untuk mengantisipasi gangguan keamanan umat konghucu yang beribadah.

Polisi lengkap bersenjata memeriksa setiap sudut vihara Budi Dharma. Kamis (15/2/2018) sore, tim dari Brimob Polda NTB meyakinkan tak ada benda mencurigakan. Pun demikian di vihara lain.
Sejumlah vihara lainnya yang mendapat pengamanan ketat kepolisian antara lain, Avoletiswara di Selagalas, Cakranegara, Kong Tee di Sweta, Sandubaya; Sanata Dharma Maitresya di Cakranegara Barat, Cakranegara; dan Vinalakirthi di Abian Tubuh, Cakranegara.

Kapolres Mataram, AKBP Muhammad menyebutkan, di wilayah Kota Mataram terdapat lima vihara yang akan diamankan.  ‘’Sudah kita siapkan rencana pengamanan dan pengerahan personel pengamanan di masing-masing vihara atau klenteng tersebut,’’ ujarnya dikonfirmasi Kamis (15/2/2018).
Sterilisasi klenteng di Mataram sebelum perayaan Imlek
Sterilisasi tersebut, kata dia, untuk mengantisipasi gangguan khususnya kerawanan terorisme dan konflik sosial. Sterilisasi untuk juga mencegah kerawanan penyerangan pemuka agama.
‘’Kita tetap waspada. Begitu juga di tempat ibadah lainnya. Apabila ada indikasi gangguan segera sampaikan ke aparat keamanan agar segera dapat ditangani,’’ pesan Muhammad.

Terpisah, sementara Kabid Humas Polda NTB, AKBP Tri Budi Pangastuti memastikan pelaksanaan ibadah umat yang merayakan Imlek di NTB berjalan lancar dan nyaman. Dia mengatakan, sejumlah personel Brimob tetap disiagakan di vihara. ‘’Untuk memberi rasa nyaman kepada umat yang melaksanakan ibadah. Kita patut bersyukur pelaksanaan berjalan kondusif,’’ tandasnya.

Di Kota Mataram, perayaan Imlek tidak jauh berbeda dengan perayaan dari daerah lainnya. Yang berbeda hanya hidangan yang disajikan saja. Sebab ini berkaitan dengan budaya dari masing-masing daerah, termasuk budaya yang ada di Kota Mataram dan NTB pada umumnya.

Sementara itu, menurut penjaga klenteng di Ampenan, Mangku Nengah Mudra perayaan imlek dilakukan dengan harapan semua orang diliputi dengan kebahagiaan dan penuh kedamaian. Di klenteng ini, ia sudah biasa mempersiapkan berbagai kebutuhan menjelang dan pada saat Imlek.
“Yang dipersiapkan itu ada air, kembang, lilin, dupa dan beberapa hal lainnya. Semuanya memiliki makna tersendiri,” ujarnya, di Mataram.

Imlek pada dasarnya merupakan tradisi pergantian tahun. Sehingga yang merayakan Imlek ini merupakan seluruh etnis Tionghoa meskipun memiliki keyakinan atau agama yang berbeda. Sebab pada tahun baru ini ada banyak pengharapan yang diinginkan oleh umat. “Di sini yang datang itu ada juga yang memiliki keyakinan yang berbeda. Karena ini adalah perayaan tahun baru dan setiap orang punya harapan untuk itu,” ujarnya.

Klenteng Ampenan ini sudah ada sejak tahun 1908 dan kerapkali dijadikan sebagai tempat sembahyang bagi umat yang merayakan Imlek. Biasanya orang yang merayakan Imlek akan datang sembahyang sejak pagi hari hingga sore. Perayaan ini akan berakhir hingga pada hari Cap Go Meh nantinya.

Sri Wiratih salah seorang warga yang merayakan Imlek mengatakan bahwa tahun ini ia berharap semua hal baik terjadi pada umat manusia dimanapun. Ia berharap kedamaian selalu mendekati setiap orang. Semua dalam keadaan baik dan semua keinginan baik dari setiap umat bisa tercapai di Tahun Anjing Tanah ini.

Sementara itu, perayaan Imlek juga identik dengan warna merah. Ini memiliki filosofi yang mendalam bagi warga Tionghoa di seluruh dunia. Biasanya mereka menghias rumah, pakaian, dan aksesori berwarna merah. Sebab itu diyakini dapat mengusir rasa takut dan menimbulkan keberanian bagi setiap orang.

Selain identik dengan warna merah,Imlek juga sangat dekat dengan kue keranjang. Kue keranjang mulai ramai dicari. Kue keranjang mulai digunakan sebagai sesaji dalam upacara persembahan kepada leluhur saat tujuh hari menjelang tahun baru Imlek, dan pada malam menjelang tahun baru Imlek. Kue ini biasanya juga tidak disajikan hingga hari Cap Go meh atau malam ke-15 setelah tahun baru Imlek. (Linggauni dan Wahyu Widiantoro)
Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive