Be Your Inspiration

Tuesday 4 October 2016

Ganti Pembekel Adat, Warga Desa Karang Bajo Bayan Gotong Royong Bangun Rumah Baru

Warga Adat Desa Karang Bajo Bayan bergotong royong membangun rumah adat bagi Pembekel Baru. 
Momen pergantian pembekel adat bagi warga desa adat Karang Bajo, Kecamatan Bayan, memiliki makna mendalam. Gotong royong sebagai identitas kebersamaan maaih terpelihara. Seiring pergantian Pembekel Adat, maka bangunan rumah tradisional yang ditempati pembekel baru turut diganti. Maka, masyarakat adat dipimpin Pembekel Adat Desa setempat, bahu membahu membangun kediaman baru bagi sang petugas adat.

Kepala Desa Karang Bajo, Kertamalip, Selasa (27/9/2016) mengungkapkan, gotong royong perbaikan rumah adat kefdaman pembekel dilakukan seiring bergantinya pembekel. Kebetulan pada saat ini, pembekel atau Maq Lokak Gantungan Rombong berganti.

Diamini Pembekel Adat Karang Bajo, Sudiawan, gotong royong masyarakat adat kali ini adalah untuk mengganti Bale Mengina (rumah adat) lama dalam Kampu. Pasalnya Penunggu rumah adat lama telah mengundurkan diri.  Kesempatan itu pula, didirikan rumah adat baru sehubungan penggantinya telah ditunjuk. Penggantinya tidak lain, Perusa atau Keturunan dari Maq Lokaq bersangkutan.

"Pergantian bangunan Bale adat biasanya dilakukan jika terjadi pergantian Maq Lokaq. Seperti mak lokak gantungan rombong kampu Karang Bajo yang ditempati oleh Pemangku Adat akan dilakukan penggantian rumah adat bila Pemangku Adat diganti," kata Sudiawan.

Oleh masyarakat adat, proses penggantian Bale adat dilakukan bergotong royong. Dalam prosesnya, harus diselesaikan dalam 2 hati. Hari pertama membongkar dan hari kedua, membangun yang baru. Jeda waktu singkat ini mempertimbangkan bangunan itu harus sudah dihuni pada hari berikutnya. Hal yang sama juga berlaku untuk proses penggantian rumah adat lainnya.

Pada prinsipnya, tak ada kesulitan dalam proses memperbaiki rumah adat, terkecuali warga masih kesulitan menemukan alang-alang (bahan atap) berkualitas bagus. Sementara menurut biaya, dibutuhkan setidaknya Rp 20 juta bagi masyarakat adat untuk menyelesaikannya. Oleh masyarakat adat, biaya itu disisihkan dari hasil Pecatu yang diberikan kepada petugas adat dan sumbangan masyarakat.

Petugas adat yang menempati rumah dinas, dievaluasi oleh masyarakat setiap 3 tahun. Pada periode itu, petugas adat dengan sendirinya mengajukan permohonan pengunduran diri. Selanjutnya, Tetua Adat akan menilai. Jika dirasa tak mampu menjalankan tugas, maka pengunduran diri diterima, demikian sebaliknya.

“Menjadi kewajiban prusa pemangku adat untuk tetap menjaga kelestarian adat peninggalan leluhur. Karena Pemangku adat dan Mak Lokaq Karang Bajo tidak boleh dipilih sembarangan harus sesuai dengan prusanya," sambungnya.

Untuk diketahui, rumah pemangku Karang Bajo ini terletak dalam kampu yang berukuran 8 x 8 meter persegi. Kampu Karang Bajo sendiri merupakan suatu tempat berkumpulnya masyarakat adat dari kepembekelan Karang Bajo pada saat acara ritual adat. Pada gelaran ini, mereka yang hadir dari berbagai wilayah lintas kecamatan, hingga lintas kabupaten. (Johari Lombok Utara)

Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive