Be Your Inspiration

Wednesday 13 February 2019

Event Desa Penujak Reborn, Upaya Melahirkan Gerabah Berkualitas Tinggi

Gubernur NTB, H. Zulkieflimansyah, menuang air dari ceret saat Reborn Desa Penujak sebagai Desa Wisata Gerabah, Sabtu (9/2/2019). 

Di era tahun 1980-an hingga awal tahun 200-an, Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Lombok Tengah (Loteng) dikenal sebagai sentra penghasil gerabah berkualitas tinggi. Nama Desa Penujak pun dikenal tingkat nasional hingga mancanegara. Namun pasca peristiwa bom bali tahun 2002 silam, pamor gerabah Desa Penujak perlahan mulai meredup.

Seiring dengan semakin menurunnya permintaan gerabah berdampak pada tutupnya sejumlah art shop akibat merosotnya kunjungan wisatawan kala itu, terutama di Bali, yang merupakan pasar utama gerabah Desa Penujak. Sementara pasar lokal tak banyak membantu mempertahankan eksistensi gerabah Desa Penujak.  

Masyarakat yang dulunya membuat gerabah mulai beralih ke aktivitas lain dan usaha gerabah hanya jadi usaha sampingan. “Kalau dulu kita punya hampir seratusan art shop di Desa Penujak. Tapi sekarang tinggal hanya tiga art shop saja,” aku Kepala Desa Penujak L. Suharto pada acara Desa Penujak Reborn, Sabtu (9/2/2019). Hadir juga di acara ini Gubernur NTB Dr. H. Zulkieflimansyah, SE., MSc.

Kini Desa Penujak mencoba merintis kembali jalan menuju era kejayaannya sebagai penghasil gerabah berkualitas. Setelah sempat mati suri, Desa Penujak seperti ingin reborn(lahir kembali) dengan mendeklarasikan diri sebagai desa wisata gerabah.

“Kita berharap momen ini bisa menjadi momentum yang baik bagi era kebangkitan gerabah Desa Penujak,” ujar Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah.

Gubernur mengatakan, gerabah masih punya peluang untuk berkembang. Sebagai salah satu sektor pendukung pariwisata di daerah ini. Bahkan cara pembuatan gerabah itu sendiri bisa menjadi salah satu destinasi wisata yang layak dijual. Dalam hal ini, ujarnya, produk gerabah tinggal dikemas dengan baik, sehingga bisa membuat wisatawan tertarik untuk datang dan berkunjung ke Desa Penujak.

“Event ini kita harapkan tidak hanya jadi seremoni belaka. Tetapi harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah konkret untuk bisa mengembalikan kejayaan gerabah Desa Penujak,” ujarnya.

Untuk mewujudkan harapan tersebut, tentu butuh dukungan serta komitmen semua pihak. Mulai dari tataran pemerintah desa hingga pemerintah yang lebih atas. Dan, pemerintah provinsi bakal mendukung penuh upaya mengembalikan Desa Penujak sebagai sentra gerabah didaerah ini.

Di tempat yang sama Direktur Edukasi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Pusat, Popi Safitri, mengaku Desa Penujak dengan gerabahnya sangat potensial untuk bisa berkembang. Letaknya yang strategis, karena sangat dekat dengan bandara salah satu nilai lebihnya. Tinggal bagaimana kemudian inovasi dan kreativitas dalam memproduksi gerabah bisa terus dipacu.

Dalam arti bentuk dan model gerabah yang dihasilkan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. (Munakir/Lombok Tengah)
Share:

Penerapan Zero Waste di NTB, Lingkup Kantor Gubernur NTB Harus Jadi Contoh

Kepala Biro Umum Setda NTB H. Fathul Gani mengecek bahan prasmanan yang terbuat dari gerabah dalam sebuah acara di Gedung Sangkareang Kantor Gubernur NTB.
KEBIJAKAN NTB bebas sampah (zero waste) yang dicanangkan Gubernur NTB Dr. H. Zulkieflimansyah, SE., MSc., dan Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, MPd., menjadikan lingkup Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi NTB menjadi contoh. Setda yang menjadi tempat kerja gubernur, wakil gubernur, sekretaris daerah dan beberapa kepala biro harus mengimplementasikan apa yang menjadi perintah gubernur.



Untuk itu, Biro Umum Setda NTB di bawah komando Drs. H. Fathul Gani, MSi., berusaha menjadi contoh bagi OPD lain, terutama dalam menjadikan lingkup Setda NTB bebas sampah, khususnya sampah plastik. Kini dalam setiap acara yang digelar di lingkup Setda NTB atau Kantor Gubernur NTB tidak lagi menemukan penggunaan bahan baku plastik atau bahan sekali pakai. Tamu yang menghadiri acara rapat atau pertemuan disuguhkan makanan ringan atau minuman dengan menggunakan wadah dari gerabah, seperti piring, gelas hingga kendi. Begitu juga wadah tempat prasmanan menggunakan gerabah.

Kepala Biro Umum Setda NTB H. Fathul Gani, menegaskan, penggunaan gerabah dalam setiap acara di lingkup Pemprov NTB merupakan bentuk penerapan kebijakan zero waste yang telah diluncurkan pimpinan daerah. Pihaknya bertekad lingkup setda harus menjadi percontohan bagi OPD lain agar tidak ada lagi sampah-sampah tercecer di beberapa tempat. Termasuk menggunakan gerabah yang merupakan produksi lokal. Adanya penggunaan produk lokal ini setidaknya mampu memberikan kesejahteraan pada perajin.



Tidak hanya itu, pihaknya menjamin gerabah yang dipergunakan saat jamuan, khususnya acara berlangsung sudah bersih dan steril atau siap dipergunakan. Dalam hal ini, pihak Biro Umum sebelum mempergunakan bahan-bahan saat acara telah melalui proses sterilisasi. ‘’Ndak usah khawatir. Bahan-bahan yang kami gunakan telah melalui proses,’’ujarnya meyakinkan.

Sebelumnya, Gubernur NTB H. Zulkieflimansyah mengingatkan agar lingkup Kantor Gubernur menjadi contoh penerapan zero waste di NTB. jika sudah diterapkan di Kantor Gubernur NTB sudah bagus bisa diterapkan di tempat lain, sehingga seluruh OPD lingkup Pemprov NTB bebas sampah. (Marham)

Share:

Getap dan Babakan Kota Mataram, Sentra Industri Rekayasa Mesin Pertama di Indonesia Timur

Tukang las di Babakan Kota Mataram NTB
Nama Babakan sudah melegenda. Babakan adalah salah satu Kelurahan di Kota Mataram yang menjadi sentra produksi beragam alat-alat dapur dan mesin rekayasa. Dari sana beragam hasil industri dari logam dihasilkan. Konsep industrialisasi telah berkembang lama di kelurahan itu sejak zaman Raja Anak Agung Karang Asem dan masih bertahan hingga kini.

Berkembangnya industri logam di Getap dan juga di wilayah Babakan, lahir dari kebijakan Pemerintah Provinsi NTB pada tahun 1980-an yang ingin menjadikan wilayah itu sebagai sentra perbengkelan. Kebijakan itu lahir, karena sejak lama di sana telah tumbuh dan berkembangnya perajin kaleng yang memproduksi kompor minyak tanah.


Getap semakin memantapkan diri sebagai sentra industri, setelah pada tahun 1987 berdiri bengkel mobil pertama, yakni Bengkel H. Muksin. Menyusul kemudian hadir pada 1988,  Bengkel Mobil Patuh. Lalu 1989 didirikan Bengkel Roda Tani (Rotani) , produksi alat mesin pertanian pertama di NTB. Dan 1995 didirikan IKKB (Industri Kerajinan Kaleng Babakan) , untuk mengorganisir kerajinan kaleng di Babakan,  produksi kompor minyak tanah dan ember.

Kemudian bengkel-bengkel lain muncul beranak pinak dari bengkel yang ada. Sementara di Getap dimulai tahun 1980-an sebagai sentra pandai besi. Di sini, sekitar 302 perajin yang memproduksi pisau, sabit dan lainnya hingga sekarang dan terus berkembang.

Ekbis NTB berkesempatan mengunjungi sentra produksi logam di dua kelurahan ini pekan kemarin. Layaknya bengkel produksi, suasana di dua kelurahan ini ramai terdengar suara mesin-mesin sedang berproduksi. Suara palu juga bertalu-talu, suara mesin las, mesin gerinda. Menyatu dan sudah menjadi keseharian warga di sana dengan suara mesin-mesin sedang berproduksi.


Masuk di sebuah bengkel produksi CV. Rotani. Beberapa pekerja, Sabtu (9/2) nampak sibuk. Ada yang mengukur besi untuk dipotong, ada yang melubangi pelat, ada yang mengelas. Ada juga yang melakukan finishing. Rotani adalah sebuah badan usaha yang bergerak dalam bidang rekayasa mesin, khususnya mesin pertanian , industri, produksi dan lain-lain. Bengkelnya di Jalan Ali Napiah No .2  Kelurahan Babakan, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram.

Sejak 2013 perusahaan ini telah berdiri, embrionya ada sejak tahun 1970-an. Saat ini bengkel itu telah mempekerjakan belasan karyawan untuk pengerjaan beragam pesanan.  Telah banyak mesin pertanian maupun industri yang telah dihasilkan oleh Rotani baik yang merupakan pengembangan maupun rekayasa murni dari bengkel ini.
 Inilah mobil rekayasa yang dibuat CV. Rotani Babakan Kota Mataram
Beberapa di antaranya adalah mesin kacang, heuler jalan, pelumat hijauan yang saat ini digunakan secara luas di Indonesia. Selain itu pada generasi selanjutnya hadir tungku gasifikasi untuk tembakau yang kemudian menjadi trend setter diadopsi oleh banyak perusahaan yang lain.  Dan ribuan alat telah digunakan di beberapa wilayah di Indonesia.


Hasil produksi dari bengkel ini juga banyak dipasarkan di Bali. Saat ini, kata Direktur CV.Rotani,  Setiyo Susilo, pesanan juga datang dari Bangka Belitung untuk mesin pengeringan kaolin oleh sebuah perusahaan yang aktivitasnya berurusan dengan tambang.

Bengkel ini didukung peralatan mesin termasuk terlengkap dan terbesar. Misalnya, mesin bubut, mesin bor, mesin tekuk hidrolik. Umumnya mesin yang dioperasikan secara manual. Ia tengah mengembangkan mesin las potong yang dikendalikan oleh komputer.

‘’Mau membentuk pelat, tinggal masukkan desainnya di komputer. Nanti mesin sendiri yang mencetak gambar atau tulisannya. Ini satu-satunya teknologi terbaru di Indonesia Timur. Memang belum sepenuhnya kita operasikan,’’ kata Susilo.

Rotani telah membuat ribuan jenis produk teknologi tepat guna. Dari yang berukuran kecil, hingga yang berukuran jumbo. Produk-produk hasil pabrikan menurutnya biasa dibuatnya. Asal dilihatkan contohnya, atau model mesin yang diinginkan oleh pemesan.


Karena mampu memproduksi, bengkel ini bahkan telah melakukan rekayasa kendaraan. Untuk membuat mobil sekalipun, ia sanggup. Tapi jangan tanyakan soal detail hasilnya. Jadi industry di sini bisa memproduksi sedetail pabriknya yang didukung dengan mesin-mesin yang sudah disistem dengan teknologi tinggi.

Artinya, dari sisi kemampuan, SDM lokal siap mengembangkannya. Apalagi hanya sekadar teknologi-teknologi biasa untuk melakukan industrialisasi di NTB. ‘’Mau buat apa, ayo. Tinggal kasih contoh alat apa yang mau dibuat,’’ tantangnya.
Petugas las di Babakan sedang mengebor plat baja untuk dijadikan kerangka mesin
Dari bengkel Rotani ini, juga telah lahir banyak tenaga-tenaga di bidang rekayasa mesin. Mereka setelah merasa cukup mampu membuka usaha, telah melepas diri dan mandiri. Karena itu, Susilo mengatakan, NTB sebetulnya tak kekurangan SDM di bidang teknologi tepat guna. Hanya saja kurang diberdayakan dan diberi kesempatan tumbuh dan berkembang. Jika mereka diberdayakan, Susilo yakin SDM NTB akan mampu menghasilkan produk-produk baru dan tidak kalah dengan hasil produksi daerah lain. ‘’Inilah yang menjadi tugas pemerintah daerah melakukan pemberdayaan,’’ harapnya.


Sementara Amaq Syukri, salah satu pandai besi di Getap menegaskan, ia masih tetap bertahan membuat pisau, parang, sabit hingga beberapa jenis senjata tajam lainnya. Sebagai orang yang telah lama bergelut di bidang ini, Amaq Isyuk – sapaan akrabnya tidak mau meninggalkan keterampilan yang telah ditinggalkan nenek moyangnya sejak lama. Meski sekarang ini, banyak teman-temannya yang telah beralih profesi dari pandai besi ke kerajinan las dengan membuat pintu gerbang, terali pintu, jendela dan lainnya.  

Diakuinya, ia banyak menerima pesanan pembuatan pisau, parang hingga senjata tajam. Namun, Amaq Isyuk lebih selektif dalam menerima pesanan. Terutama pesanan senjata tajam seperti panah, keris atau pedang untuk hal-hal yang berbahaya. Ia tidak ingin hasil karyanya justru dipergunakan untuk saling melukai satu sama lain. ‘’’Lebih baik hasil karya ini saya pergunakan untuk hal yang bermanfaat. Misalnya membuat pisau, parang, kapak dan sabit,’’ ujarnya.

Namun, Amaq Isyuk mempersilakan anaknya Syamsul membuka usaha las sendiri dan tidak harus mengikuti dirinya menggeluti pandai besi. Ia bersyukur, anaknya mampu mandiri dan membuka usaha las sendiri dan sudah banyak menerima pesanan untuk membuat pintu gerbang, terali jendela, pintu dan lainnya.  (Bulkaini/Marham)

Share:

Tuesday 5 February 2019

Miliarder Sampah NTB Itu Bernama Syawaludin

Syawaludin (kiri) bersama wisatawan yang mengunjungi Bank Sampah Bintang Sejahtera yang dipimpinnya. 
Sampah bagi masyarakat suatu hal yang menjijikkan. Tapi tidak bagi Syawaludin. Pengelola Bank Sampah Bintang Sejahtera ini merasa gerah melihat banyaknya sampah yang menumpuk. Apalagi sampah yang bisa diolah menjadi produk bernilai jual tinggi. Untuk itu, dalam menangani masalah sampah, Syawaluddin melalui bank sampah yang didirikannya terus melakukan sosialisasi melalui program edukasi lingkungan ke tengah masyarakat. Tidak hanya di lingkungan tempat tinggalnya, tapi se Pulau Lombok.
Menurutnya, di Bintang Sejahtera, program edukasi lingkungan melalui bank sampah sudah mencapai 148 komunitas di Pulau Lombok. Belum lagi ada tambahan sebanyak 50 bank sampah binaan bersama Pemprov NTB serta 15 kelompok yang merupakan hasil kerjasama dengan pihak swasta, PT. Sampoerna.
Ada dua cara pengumpulan sampah yang diterapkan selama ini. Yaitu sistem tabungan serta pembayaran secara langsung. Pola yang disenangi oleh masyarakat tergantung lokasinya. Kalau di daerah perkotaan, sebagian besar mereka bekerjasama dalam bentuk tabungan. Terlebih Bintang Sejahtera juga lebih mengedepankan sistem tabungan daripada bayar langsung. ‘’Mereka mengumpulkan sampah semata-mata untuk tujuan ekonomi. Jadi ada yang minta dibayar langsung serta ada yang dalam bentuk tabungan,’’ ujarnya.
Menurutnya, sampah yang dikelola oleh masyarakat selama ini adalah sampah anorganik berupa plastik, logam dan kertas. Sampah jenis ini dipilah, dikumpulkan dan dijual kepada perusahaan di luar daerah yang akan mendaur ulang menjadi barang yang berharga.

BACA JUGA : Aisyah Odist Perintis Zero Waste NTB
Berapa harga sampah anorganik per Kg? menurut Syawaludin, harga sampah dibedakan menjadi 27 – 37 jenis sampah. Setiap jenis sampah memiliki harga yang berbeda-beda, tergantung dari kualitasnya. Misalnya sampah yang campur dibeli dengan harga Rp3.000 per Kg. Sementara sampah plastik yang sudah dipilah, misalnya gelas bekas air mineral harganya bisa sampai Rp4.500 per Kg tanpa dibersihkan label air minum.
‘’Namun kalau dibersihkan labelnya di kemasan air minum plastik itu harganya sebesar Rp7.500 per Kg. Itu salah satu contoh patokan bank sampah dalam membeli hasil yang dikumpulkan oleh masyarakat,’’ ujarnya.
Syawaludin dengan tumpukan sampah yang dikelola jadi produk bernilai tinggi
Syawaludin mengatakan, setelah Bintang Sejahtera memperluas cakupan pelayanannya, masyarakat semakin memahami pentingnya pengelolaan sampah dengan baik. Di tengah masyarakat kini muncul dua pemikiran yang besar yaitu kesadaran lingkungan dan pendangan ekonomi dari pengelolaan sampah jika digeluti dengan serius.
Hingga saat ini jumlah nasabah bank sampah yang menjadi mitra kerja Bintang Sejahtera sekitar 7.000 KK. Baik nasabah yang merupakan hasil kerjasama dengan Pemprov NTB dengan perusahaan swasta maupun nasabah yang dikelola sendiri. ‘’Nasabah bank sampah bersama Pemprov NTB sendiri sekitar 2.300 orang, dari PT. Sampoerna sekitar 500 orang,’’ sebutnya.
Khusus di program NTB Zero Waste yang dijalankan oleh Pemprov NTB, Syawaludin kerap menjadi pembicara dan pemberi masukan terkait dengan implementasi dari program ini. Karena dasar dari program ini adalah kesadaran masyarakat untuk menyelesaikan sampah langsung dari sumbernya dengan cara mengajak keluarga untuk memilah sampah sebelum dibuang.
‘’Program ini adalah ruh dari implentasi UU Tentang Persampahan No 18/2018. Salah satu instrumen yang dikembangkan adalah bagaimana membumikan bank sampah di seluruh NTB, sehingga kita bisa mendapat minimal tiga data,’’ katanya.
Yang pertama adalah tingkat kesadaran masyarakat di NTB bisa dilihat dari jumlah nasabah yang bergabung dalam program ini. Selanjutnya berapa jumlah sampah yang bisa dikelola dari program ini. Yang terakhir yaitu berapa nilai ekonomi yang bisa diperoleh dari kegiatan ini. ‘’Bukan hanya bicara angka sampah yang bisa dikelola, namun bisa kita lihat ada berapa rupiah yang berputar dari sini,’’ katanya.
Lantas berapa nilai ekonomi yang bisa diperoleh dari kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah Bintang Sejahtera ? Syawaludin mengatakan, sampah jika dikelola dengan  benar akan mendatangkan manfaat ekonomi yang tidak kecil. Sebagai gambaran, nilai transaksi bank sampah di Bintang Sejahtera pascagempa dari bulan Agustus – September 2018 lalu sebesar Rp 1,7 miliar. ‘’ Itu nilai transaksi dari pembelian, tabungan sampah dan lainnya,’’ jelasnya.
Gudang besar bank sampah yang dikelola oleh Syawaludin kini berada di dua tempat yaitu di Tanak Awu, Lombok Tengah serta di Lingkar Selatan Kota Mataram. Sampah yang berhasil dikumpulkan dari para mitra kerja di Lombok selanjutnya dijual ke pembeli di luar daerah.  (Faris/Ekbis NTB)
Share:

Aisyah Odist, Perintis Zero Waste NTB

Aisyah Odist menunjukkan tas berbahan ban dalam bekas. Tas ini diekspor ke beberapa negara di Eropa dan Amerika

SAMPAH tak selamanya membawa petaka. Bagi mereka yang kreatif dan punya ide-ide besar, sampah adalah berkah. Kreativitas mengolah sampah bisa dilakukan tanpa batas. Bahkan sebagian besar orang yang bergelut menangani sampah ini menjadi jutawan.


Adalah Siti Aisyah, dari Bank Sampah  NTB Mandiri bisa melakukannya. Bahkan ia menjadi eksportir hasil-hasil kerajinan dari sampah yang selama ini dipandang sebelah mata oleh banyak orang. Bank Sampah NTB Mandiri yang berbasis di ujung gang Kantor PLN Area Mataram atau Lingkungan Selaparang, Kelurahan Banjar, Ampenan telah sejak berdiri beberapa tahun lalu. Pola yang dikembangkan Bank Sampah NTB Mandiri ini bahkan telah menjadi sistem menuju Zero Waste atau NTB bebas sampah sejak lama.

NTB Zero Waste menjadi cita-cita dan program besar Gubernur dan Wakil Gubernur, Dr. H. Zulkieflimansyah, SE., MSc., dan  Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, MPd. Sejatinya, program ini juga telah lama dikembangkan oleh Siti Aisyah. Meskipun, lingkupnya sekitar lingkungan tempat tinggalnya.

Mengunjungi Bank Sampah NTB Mandiri. Kita dapat menjumpai beragam produk turunan yang dihasilkan oleh tangan-tangan kreatif di bawah brand Eco Lombok Craft. Sampah disulap menjadi tas, taplak meja, gantungan kunci, tempat tisu, tikar, bahkan keranjang sampah. Harga jualnya boleh dibilang menggiurkan. Dari puluhan ribu, hingga jutaan rupiah untuk satu produk.

Empat orang yang dipekerjakan di Eco Lombok Craft terlihat sibuk menyelesaikan tugasnya masing-masing saat Ekbis NTB berkunjung akhir pekan kemarin. Ada yang memilah-milah sampah, ada yang menggunting, ada yang melipat, ada juga yang menjahitnya.
Kerajinan dari sampah hasil karya Aisyah Odist
Hingga terbentuklah sebuah produk hasil kerajinan. Umumnya, sampah yang diolah di sini adalah sampah dari bungkus plastik. Ada juga dari botol-botol, baik botol plastik maupun botol kaca. Ada juga sampah dari bungkus semen dan ban dalam bekas.


Hebatnya, mereka yang menjadi motor penggerak yang terlibat dalam aktivitas mengolah sampah menjadi rupiah ini umumnya perempuan. Rata-rata adalah penyandang disabilitas. Dari ketekunan mereka, lahirnya produk-produk sampah bernilai jual tinggi.

Tentu sampah tidak murni diolah dari komponen bahan baku sampah. Para kreator ini memadukan bahan-bahan lain menjadi sebuah produk bernilai jual tinggi.

Siti Aisyah atau lebih dikenal dengan nama Aisyah Odist menyebut, sampah adalah nol. Jika dilihat sebagai sampah, dia tetap akan menjadi nol. Maka, diperlukan ide untuk menjadikan angka di atas nol. Misalnya, botol dapat dilukis warna –warni agar ia menjadi botol unik untuk pot atau hiasan.
‘’Sehingga sampah ini dijual dalam bentuk ide dan kreativitas. Tidak dijual dalam bentuk sampah.  Harganya sama saja nol,’’ kata pegiat lingkungan ini.

Sampah-sampah ia dapatkan dari masyarakat sekitar. Sebelumnya, ia menerima sampah dari manapun. Lantaran banyaknya sampah yang masuk, lingkup Bank Sampah NTB Mandiri hanya menangani sampah yang disetorkan oleh masyarakat di lingkungan sekitar.

Sekilo sampah yang dalam bentuk plastik dari kemasan sachetan, dihargakan Rp10.000. Hasil penjualan sampah ini dimasukkan ke buku tabungan yang telah dibuatkan. Dapat diambil kapanpun. Dari aktivitas bank sampah ini, omzet yang berputar di angka Rp50-an juta sebulan. Dari perputaran omzet ini juga, beberapa pekerja dari penyandang disabilitas mendapatkan gaji bulanan.


Hasil penjualan produk turunan sampah yang dibuat di Eco Lombok Craft, kemudian dijual di pasar lokal. Bahkan ada yang sudah dipasarkan ke luar negeri. NTB ini menurut Aisyah memiliki potensi pasar yang cukup besar dengan andalan sektor pariwisatanya. Sampahpun bisa dijual, asal dikemas dengan kreatif.
Dompet dari sampah hasil karya Aisyah Odist
Eco Craft Lombok memiliki produk sampah best seller. Ragam tas yang dibuat dari bahan ban dalam bekas. Bentuknya unik, modelnya tak kalah modern. Jangan dibandingkan kekuatannya dengan tas-tas yang dibuat pabrikan. Tas-tas dari ban dalam bekas ini tak nampak lagi seperti ban bekas. Apalagi dilihat sekilas.

Ban dalam bekas di antaranya dibuat menjadi tas pinggang, tas laptop, ada juga tas kamera dan baru dibuat dalam bentuk dompet.  Kata Aisyah, tas-tas inilah itulah yang dipesan oleh pembeli dari beberapa negara di Eropa. Seperti Jamaika, Belanda, Jerman, termasuk juga Australia. Permintaannya rutin. Dalam sekali permintaan, satu pemesan bisa mencapai 80 sampai 100 pcs. Harganya, mulai dari Rp100.000/pcs hingga Rp500.000/pcs.


Tas-tas ini dibuat dengan selera pasar modern. Tetapi tetap terlihat unik. Itulah yang membuat tas dari sampah ini melenggang ke luar negeri.

Tas-tas dari ban bekas  ini dijual tetap atas nama produk Lombok. Aisyah berencana akan mengembangkannya menjadi beragam produk turunan. Proses pembuatannya juga tak memerlukan teknologi yang canggih. Modalnya hanya ide yang kemudian dikombinasikan menjadi sebuah produk hanya dengan bantuan mesin jahit. Ikhtiar Aisyah, melalui karya dan idenya ini, ia ingin mempromosikan Lombok, NTB sebagai daerah pariwisata. Sejauh ini, mereka yang datang dan berbelanja tak jarang adalah bule-bule yang melancong.

Program Zero Waste yang dicanangkan pasangan Zul-Rohmi,  merupakan program hebat. Tetapi harus didukung semua pihak. Menurutnya, ide tersebut harus dilakukan berkelanjutan. Ketika ia hanya menjadi program, maka programnyapun akan berakhir sampai masa kepemimpinan.
Mengajarkan masyarakat untuk sadar akan sampah dan pengolahannya bukan pekerjaan mudah. Karena itu, Aisyah mengatakan harus dibuat menjadi sistem. Salah satunya menjadikan sampah sebagai rupiah melalui Bank Sampah.

‘’Masyarakat, kalau didorong juga akan lebih cepat merespons, diajak secara ekonomis. Caranya tetap sistemnya jual beli dengan konsep Bank Sampah,’’ ujarnya.

Program Zero Waste juga optimis menurutnya bisa dilaksanakan. Dan akan berdampak dalam jangka panjang, tidak sebatas pada program selama dipimpin kepala daerah pencetus ide. Sarannya, penanganan sampah dilakukan dari level pendidikan usia dini. Serta memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan.

‘’Mendidik masyarakat butuh puluhan tahun. Karena itu, harus dibiasakan dan diikat melalui jalur pendidikan. Negara majupun tidak singkat menangani sampah,’’ demikian Aisyah. (Bulkaini/Ekbis NTB)

Share:

Mau Rasakan Sensasi Tas Kresek Ubi Kayu, Hotel Wilsons Gili Trawangan Tempatnya



Karyawan Hotel Wilsons Gili Trawangan menunjukkan tas kresek yang terbuat dari ubi kayu dan tas kresek ini bisa diminum.
Pernahkah kita membayangkan sebuah jus dari minuman bekas kresek yang kita gunakan? Jika tidak, mampirlah di Hotel Wilsons, Gili Trawangan.

Ya, jus itu hasil rendaman kresek yang tidak terpakai. Setelah dipakai, kresek itu dicuci sedikit, lalu direndam di sebuah gelas. Setelah direndam beberapa saat dan kresek terurai menjadi cair, jus kresek siap diminum.


‘’I'Am Not Plastic’’. Demikian tulisan di beberapa contoh kresek berwarna biru muda yang ditunjukkan pemilik Hotel Wilson, Lalu Kurniawan, Sabtu (2/2/2019). Kresek tersebut mulai digunakan di hotel tersebut sejak Desember 2018.

Bukan sembarang kresek, melainkan kresek organik karena terbuat dari bahan baku saripati ubi kayu. Karena mengandung karbohidrat dan tanpa bahan kimia atau pengawet, maka secara otomatis kresek tersebut bisa langsung dikonsumsi.

"Di Gili Trawangan, baru 5 hotel yang sudah memulai menggunakan kresek organik. Saya mengajak kawan-kawan untuk mengubah mindset secara efektif mengurangi sampah," kata Lalu Kusniawan.
Kresek tersebut dibuat oleh salah satu perusahaan di Bali. Sebagai sebuah produk, tentu standarnya sudah ber-SNI.


Sejauh ini, keberadaan kresek tersebut tidak banyak yang tahu. Bagi Kusniawan sendiri, pengalaman menjadi manajer di hotel dan mal di Bali, memberinya ruang informasi untuk lebih awal mengetahui kresek organik itu. "Pemda Bali sendiri baru bulan Januari ini melakukan "campaign" penggunaan kresek organik di hotel-hotel," imbuhnya.

Menurut Kurniawan, Pemda NTB dan Pemda KLU setidaknya sudah bisa memulai kampanye serupa. Yakni penggunaan kresek organik di seluruh perusahaan, terutama hotel. Dengan cara ini, peredaran sampah plastik bisa ditekan.

Apa-apa yang berbau organik, sudah pasti ada "harganya". Demikian pula kresek organik ini. Kresek ini lebih mahal dari kresek plastik. Tidak disebutkan harganya, tetapi cost yang dikeluarkan sedikit berat bagi kalangan rumah tangga.


"Memang dari segi harga lebih tinggi dari kresek plastik, tetapi saya menerapkan kompensasi charge ke tamu hotel," ujarnya.

Charge kepada tamu hotel dimaksud dibebankan langsung dalam cost room atau cost of boot Sells. Namun tidak sembarangan Wilson menaikkan tarif. Meski Cost room sedikit lebih tinggi, tetapi biaya pada beberapa service diturunkan dan kualitas servis ditingkatkan. Untuk diketahui, di saat low season seperti sekarang ini, Wilson hanya berani menjual rata-rata kamar sebesar Rp 1,1 juta per malam. Angka itu sudah termasuk "biaya" pemeliharaan lingkungan secara umum.


Di Hotel Wilsons pun, tamu kerap dibuat kaget oleh kebijakan Kusniawan. Kepedulian hotel terhadap lingkungan, dengan serta merta tidak membolehkan satu orang pun tamu membawa sampah plastik ke dalam hotel. Jika tamu membawa kresek plastik, hotel menerapkan "denda" Rp 10 ribu per orang. Denda itu kemudian didonasikan kepada Gili ECO Trust, sebuah NGO yang fokus melawan isu sampah dan lingkungan. "Tamu awalnya komplain, tetapi setelah kami jelaskan tamu tidak keberatan," sebutnya.

Tidak hanya kresek, Wilsons juga mulai mengurangi penggunaan gelas plastik dan pipet plastik. Caranya sama, menggunakan gelas dan pipet organik yang terbuat dari kertas. Untuk produk yang satu ini, di sejumlah daerah sudah mulai diterapkan, namun belum massif di Lombok atau NTB pada umumnya.

Di Wilsons pula, pengunjung akan menyaksikan sendiri air limbah dimanfaatkan langsung untuk menyiram. Jika di tempat lain, limbah cair umumnya merusak lingkungan, tetapi di Wilsons, cairan limbah tidak merusak unsur hara tanah. Hal ini karena Wilsons menyiapkan amenitis kamar mandi hotel dengan cairan yang tidak membahayakan lingkungan. Air sabun dan air sampo yang disiapkan non chemical. Selesai mandi, air yang ditampung dalam bak penampung langsung bisa digunakan untuk menyiram. Begitu juga air AC, dimanfaatkan untuk menyiram. "Terus terang, kami di Wilsons, tidak menyiapkan sikat gigi dan shower cap (plastik penutup kepala) karena mengandung sampah," pungkasnya. (Johari/Suara NTB/Lombok Utara)

Share:

Friday 1 February 2019

Persiapan Pembukaan Rute Lombok-Perth Hampir Tuntas


General Manager Lombok International Airport Nugroho Jati 
Persiapan pembukaan rute penerbangan internasional Lombok-Perth Australia sudah hampir tuntas. PT. Angkasa Pura (AP) I Lombok International Airport (LIA) memastikan semua kebutuhan dan dukungan fasilitas penunjang di bandara sudah siap.  Tinggal menunggu kepastian jadwal penerbangan perdana dari pihak maskapai AirAsia.

“Kalau dari sisi bandara sudah tidak ada masalah. Semua yang dibutuhkan sudah dipersiapkan,” tegas General Manager (GM) PT. AP I LIA, Nugroho Jati, kepada wartawan, Kamis (31/1/2019).

Sebelumnya, pihaknya sempat terbentur dengan pengaturan slot time untuk rute internasional tersebut, karena untuk menemukan slot time yang pas, bukan perkara mudah. Mengingat, untuk slot time itu harus dikomunikasikan dengan pihak bandara tujuan. Tidak menutup kemungkinan, ujarnya, di LIA slot time yang tersedia banyak, namun di bandara tujuan, slot time-nya minim.

“Di sinilah biasanya yang jadi kendala untuk rute penerbangan baru, menentukan slot time yang pas. Karena itu berkaitan dengan ketersediaan slot time di masing-masing bandara,” jelasnya.


BACA JUGA :  LIA JADI HUB AIRASIA


Tapi untuk slot time, ujarnya, sudah tidak jadi masalah. Tinggal urusan administrasi dan izin rute penerbangan saja, karena kewenangannya masalah itu bukan di tangan pihaknya, tapi menjadi kewenangan pemerintah pusat. “Prinsipnya dari sisi bandara sudah tidak ada masalah. Tinggal menunggu kepastian dari pihak maskapai,” ujar Jati.


Disinggung soal rencana penerbangan perdana akhir bulan Februari mendatang, Jati mengaku belum bisa memastikan, karena sekali lagi, keputusan soal itu ada di tangan pihak maskapai. Pihaknya hanya berkewajiban menyiapkan dukungan dari sisi bandara. Soal kapan akan dibuka, semua tergantung kesiapan pihak maskapai. (Munakir/Lombok Tengah)

Share:

Sehari di Akhir Januari 2019, 40 Penerbangan di LIA Dibatalkan

Penumpang memasuki terminal LIA untuk melakukan boarding, Kamis (31/1/2019). Saat ini kondisi penumpang di LIA menurun. Kondisi tersebut membuat banyak penerbangan akhirnya dibatalkan oleh pihak maskapai.
Jumlah penumpang pesawat di Lombok International Airport (LIA) awal tahun ini, mengalami penurunan cukup signifikan. Akibatnya, banyak penerbangan yang dibatalkan oleh pihak maskapai. Jika dikalkulasikan rata-rata hingga 40 penerbangan di LIA dibatalkan setiap hari.



“Kondisi memang sedang lesu. Akibat menurunnya jumlah penumpang pesawat,” aku General Manager (GM) PT. Angkasa Pura (AP) I LIA, Nugroho Jati, saat coffee morning dengan awak media di terminal LIA, Kamis (31/1/2019).

Dikatakannya, pada kondisi normal jumlah penerbangan di LIA bisa mencapai 95 pergerakan (penerbangan) setiap harinya. Namun saat ini, dengan menurunnya jumlah penumpang pesawat hampir 40 penerbangan dibatalkan setiap harinya.

Pihaknya pun mengaku tidak bisa berbuat apa-apa, karena memang kondisinya sedang lesu. Dan, itu bukan hanya karena satu faktor saja. Tapi banyak hal yang jadi penyebabnya. Bisa karena memang faktor harga tiket pesawat yang mahal, penurunan jumlah wisatawan dan hal-hal lainnya.

“Jadi soal banyaknya penerbangan yang dibatalkan, kita juga tidak bisa salahkan pihak maskapai. Karena mereka juga tentu punya hitungan-hitungan bisnis dan jelas tidak mau merugi,” terangnya.



Lagi pula kondisi saat ini sedang masuk low season, sehingga penumpang pesawat menurun. Belum lagi kegiatan-kegiatan pemerintahan juga belum banyak yang berjalan. Karena diakui atau tidak, salah satu pendorong jumlah penumpang ialah dari kegiatan perjalanan dinas dan kunjungan kerja.

Selain itu, trauma akan gempa juga masih dirasakan oleh masyarakat, sehingga banyak yang kemudian memilih menunda kedatangan ke Pulau Lombok. “Persoalan menurunnya jumlah penumpang pesawat harus dilihat secara lengkap. Tidak bisa hanya dilihat dari satu aspek saja,” tambah Jati.  

Pihaknya berharap dengan mulai menggeliatnya kegiatan pemerintahan, kemudian dengan akan segera masuknya musim liburan, geliat penumpang pesawat bisa kembali meningkat. Sejauh ini tanda-tanda ke arah itu sudah mulai terlihat. “Tentu kita berharap kondisi ini tidak berlangsung lama. Karena memang target kunjungan wisatawan yang dicanangkan pemerintah provinsi cukup tinggi tahun ini. Mencapai 4 juta wisatawan,” tandasnya. (Munakir/Lombok Tengah)

Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive