Be Your Inspiration

Tuesday 5 February 2019

Aisyah Odist, Perintis Zero Waste NTB

Aisyah Odist menunjukkan tas berbahan ban dalam bekas. Tas ini diekspor ke beberapa negara di Eropa dan Amerika

SAMPAH tak selamanya membawa petaka. Bagi mereka yang kreatif dan punya ide-ide besar, sampah adalah berkah. Kreativitas mengolah sampah bisa dilakukan tanpa batas. Bahkan sebagian besar orang yang bergelut menangani sampah ini menjadi jutawan.


Adalah Siti Aisyah, dari Bank Sampah  NTB Mandiri bisa melakukannya. Bahkan ia menjadi eksportir hasil-hasil kerajinan dari sampah yang selama ini dipandang sebelah mata oleh banyak orang. Bank Sampah NTB Mandiri yang berbasis di ujung gang Kantor PLN Area Mataram atau Lingkungan Selaparang, Kelurahan Banjar, Ampenan telah sejak berdiri beberapa tahun lalu. Pola yang dikembangkan Bank Sampah NTB Mandiri ini bahkan telah menjadi sistem menuju Zero Waste atau NTB bebas sampah sejak lama.

NTB Zero Waste menjadi cita-cita dan program besar Gubernur dan Wakil Gubernur, Dr. H. Zulkieflimansyah, SE., MSc., dan  Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, MPd. Sejatinya, program ini juga telah lama dikembangkan oleh Siti Aisyah. Meskipun, lingkupnya sekitar lingkungan tempat tinggalnya.

Mengunjungi Bank Sampah NTB Mandiri. Kita dapat menjumpai beragam produk turunan yang dihasilkan oleh tangan-tangan kreatif di bawah brand Eco Lombok Craft. Sampah disulap menjadi tas, taplak meja, gantungan kunci, tempat tisu, tikar, bahkan keranjang sampah. Harga jualnya boleh dibilang menggiurkan. Dari puluhan ribu, hingga jutaan rupiah untuk satu produk.

Empat orang yang dipekerjakan di Eco Lombok Craft terlihat sibuk menyelesaikan tugasnya masing-masing saat Ekbis NTB berkunjung akhir pekan kemarin. Ada yang memilah-milah sampah, ada yang menggunting, ada yang melipat, ada juga yang menjahitnya.
Kerajinan dari sampah hasil karya Aisyah Odist
Hingga terbentuklah sebuah produk hasil kerajinan. Umumnya, sampah yang diolah di sini adalah sampah dari bungkus plastik. Ada juga dari botol-botol, baik botol plastik maupun botol kaca. Ada juga sampah dari bungkus semen dan ban dalam bekas.


Hebatnya, mereka yang menjadi motor penggerak yang terlibat dalam aktivitas mengolah sampah menjadi rupiah ini umumnya perempuan. Rata-rata adalah penyandang disabilitas. Dari ketekunan mereka, lahirnya produk-produk sampah bernilai jual tinggi.

Tentu sampah tidak murni diolah dari komponen bahan baku sampah. Para kreator ini memadukan bahan-bahan lain menjadi sebuah produk bernilai jual tinggi.

Siti Aisyah atau lebih dikenal dengan nama Aisyah Odist menyebut, sampah adalah nol. Jika dilihat sebagai sampah, dia tetap akan menjadi nol. Maka, diperlukan ide untuk menjadikan angka di atas nol. Misalnya, botol dapat dilukis warna –warni agar ia menjadi botol unik untuk pot atau hiasan.
‘’Sehingga sampah ini dijual dalam bentuk ide dan kreativitas. Tidak dijual dalam bentuk sampah.  Harganya sama saja nol,’’ kata pegiat lingkungan ini.

Sampah-sampah ia dapatkan dari masyarakat sekitar. Sebelumnya, ia menerima sampah dari manapun. Lantaran banyaknya sampah yang masuk, lingkup Bank Sampah NTB Mandiri hanya menangani sampah yang disetorkan oleh masyarakat di lingkungan sekitar.

Sekilo sampah yang dalam bentuk plastik dari kemasan sachetan, dihargakan Rp10.000. Hasil penjualan sampah ini dimasukkan ke buku tabungan yang telah dibuatkan. Dapat diambil kapanpun. Dari aktivitas bank sampah ini, omzet yang berputar di angka Rp50-an juta sebulan. Dari perputaran omzet ini juga, beberapa pekerja dari penyandang disabilitas mendapatkan gaji bulanan.


Hasil penjualan produk turunan sampah yang dibuat di Eco Lombok Craft, kemudian dijual di pasar lokal. Bahkan ada yang sudah dipasarkan ke luar negeri. NTB ini menurut Aisyah memiliki potensi pasar yang cukup besar dengan andalan sektor pariwisatanya. Sampahpun bisa dijual, asal dikemas dengan kreatif.
Dompet dari sampah hasil karya Aisyah Odist
Eco Craft Lombok memiliki produk sampah best seller. Ragam tas yang dibuat dari bahan ban dalam bekas. Bentuknya unik, modelnya tak kalah modern. Jangan dibandingkan kekuatannya dengan tas-tas yang dibuat pabrikan. Tas-tas dari ban dalam bekas ini tak nampak lagi seperti ban bekas. Apalagi dilihat sekilas.

Ban dalam bekas di antaranya dibuat menjadi tas pinggang, tas laptop, ada juga tas kamera dan baru dibuat dalam bentuk dompet.  Kata Aisyah, tas-tas inilah itulah yang dipesan oleh pembeli dari beberapa negara di Eropa. Seperti Jamaika, Belanda, Jerman, termasuk juga Australia. Permintaannya rutin. Dalam sekali permintaan, satu pemesan bisa mencapai 80 sampai 100 pcs. Harganya, mulai dari Rp100.000/pcs hingga Rp500.000/pcs.


Tas-tas ini dibuat dengan selera pasar modern. Tetapi tetap terlihat unik. Itulah yang membuat tas dari sampah ini melenggang ke luar negeri.

Tas-tas dari ban bekas  ini dijual tetap atas nama produk Lombok. Aisyah berencana akan mengembangkannya menjadi beragam produk turunan. Proses pembuatannya juga tak memerlukan teknologi yang canggih. Modalnya hanya ide yang kemudian dikombinasikan menjadi sebuah produk hanya dengan bantuan mesin jahit. Ikhtiar Aisyah, melalui karya dan idenya ini, ia ingin mempromosikan Lombok, NTB sebagai daerah pariwisata. Sejauh ini, mereka yang datang dan berbelanja tak jarang adalah bule-bule yang melancong.

Program Zero Waste yang dicanangkan pasangan Zul-Rohmi,  merupakan program hebat. Tetapi harus didukung semua pihak. Menurutnya, ide tersebut harus dilakukan berkelanjutan. Ketika ia hanya menjadi program, maka programnyapun akan berakhir sampai masa kepemimpinan.
Mengajarkan masyarakat untuk sadar akan sampah dan pengolahannya bukan pekerjaan mudah. Karena itu, Aisyah mengatakan harus dibuat menjadi sistem. Salah satunya menjadikan sampah sebagai rupiah melalui Bank Sampah.

‘’Masyarakat, kalau didorong juga akan lebih cepat merespons, diajak secara ekonomis. Caranya tetap sistemnya jual beli dengan konsep Bank Sampah,’’ ujarnya.

Program Zero Waste juga optimis menurutnya bisa dilaksanakan. Dan akan berdampak dalam jangka panjang, tidak sebatas pada program selama dipimpin kepala daerah pencetus ide. Sarannya, penanganan sampah dilakukan dari level pendidikan usia dini. Serta memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan.

‘’Mendidik masyarakat butuh puluhan tahun. Karena itu, harus dibiasakan dan diikat melalui jalur pendidikan. Negara majupun tidak singkat menangani sampah,’’ demikian Aisyah. (Bulkaini/Ekbis NTB)

Share:

1 komentar:

Rai Vinsmoke said...

ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
Promo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive