Be Your Inspiration

Thursday 28 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 8)

Seolah-olah tak ada masalah, Dabok bertanya pada Putri Faradila dan Kacek soal tujuan keduanya. "Oh ya, kalian mau kemana?"

"Kami hanya sekadar mampir makan. Tidak mau kemana-mana?" jawab Kacek.

"Saya pikir kalian mau ke ibukota kerajaan di Sari Gangga. Soalnya di sana lagi ada acara adat di Mata Air Sari Gangga," ujar Dabok.


"Emang ada acara adat apa di sana?" tanya Putri Faradila penasaran.

"Biasa ada acara ritual. Gusti Prabu Brandana mempersilahkan pada semua orang untuk mengambil air suci itu sebagai tanda syukur panen telah berhasil," terang Dabok..

"Cukup bagus juga," celetuk Kacek. "Kalau boleh, kami ikut semeton ke sana. Apa boleh?" tanyanya lagi.

"O boleh saja," jawab Dabok. "Malahan raja kami tidak mempermasalahkan siapapun datang ke sana. Meskipun dia orang Kerajaan Mantang," tambahnya.


"Oh ya, kapan acaranya?"tanya Kacek lagi.

"Acaranya sih besok," jawabnya. "Tapi kalau kita ke sana sekarang pakai kuda, nanti setelah matahari tenggelam kita bisa nyampai. Tapi kalau jalan kaki, besok atau tengah malamnya kita sampai," tambahnya.

"Kami punya kuda," jawab Putri Faradila singkat. "Kesempatan buat saya melihat seperti apa Kerajaan Sari Gangga," ujarnya dalam hati.

"Baiklah," ujar Dabok. "Selesaikan makan kalian dulu, kita langsung berangkat," tambahnya.

Mereka kemudian menyelesaikan makannya. Putri Faradila, Kacek dan Dabok pun menuju tempat kudanya ditambat setelah sebelumnya membayar makanan di pemilik warung.

                       ****

Sementara di mata air Sari Gangga, puluhan warga sedang melakukan acara ritual keagamaan di pura yang tak jauh dari sumber mata air. Dipimpin seorang tokoh agama, mereka dengan khusyuk berdoa memohon pada sang Kuasa, agar mereka diberi keberkatan dan sukses dalam kehidupan.

Sementara, sejumlah warga yang membawa sesajen di atas kepala dengan talam sedang berusaha menyeberang sungai Sari Gangga. Mereka berjalan dengan hati-hati di antara bebatuan yang berwarna kecoklatan.

Seseorang di antara mereka terlihat terpeleset. Untungnya, sesajen yang dibawa tidak jatuh ke sungai. Namun, semua bajunya basah. Meski demikian tidak menghalangi mereka untuk sembahyang dan berdoa memohon keselamatan.

Mereka yakin dengan membawa sedikit air Sari Gangga yang sudah diberkati para pendeta bisa memberikan keberkahan dalam hidup. Apalagi dicampur air di sawah atau disiram di pekarangan rumah.

Prabu Brandana dan Putri Ayuning sedang sembahyang di pura istana. Di belakangnya, sejumlah petinggi kerajaan juga tampak. Tak berapa lama kemudian mereka sudah selesai sembahyang.

"Bagaimana kabar warga kita, Pangeran Nyen Nyeh?" tanya Prabu Brandana setelah mereka di luar istana.

"Ampun Gusti Prabu," jawab Nyen Nyeh sambil duduk bersimpuh. "Semuanya baik-baik saja," tambahnya.

"Terus bagaimana dengan persiapan acara besok di mata air Sari Gangga?" tanyanya balik.

"Ampun Gusti Prabu. Saat hamba turun, kami lihat persiapannya sudah maksimal. Pengamanan di sekitar lokasi sudah siap," jawabnya.

"Bagus. Mudah-mudahan besok tidak ada masalah," harapnya sambil bangkit dari tempat duduknya.

"Baik Gusti Prabu. Hamba permisi dulu. Hamba mau mengecek kondisi di lapangan," ujarnya sambil berjalan mundur menuju luar istana.

"Dinda Ayuning, bagaimana keadaanmu?" tanya Prabu Brandana pada Putri Ayuning.

"Dinda baik-baik saja. Sakit kepala dan flu hamba sudah sembuh," jawab Putri Ayuning pendek.

"Sekarang, Dinda istirahat saja. Mudah-mudahan besok bisa ikut acara bersama-sama warga lainnya," harap Prabu Brandana.

"Oh ya, Pangeran Kumara pergi ke mana? Selama tiga hari ini tidak kelihatan," tanya Prabu Brandana lagi.

"Dinda tidak tahu. Tapi sebelum pergi, dia mau jalan-jalan. Katanya mau ke Kopang. Dinda tak tahu apa dia sudah balik atau tidak," jawab Putri Ayuning.

"Ya sudahlah. Mudah-mudahan dia tidak berbuat ulah selama di jalan," harap Prabu Brandana. Setelah itu, mereka menuju tempat jamuan dan makan malam bersama. (BERSAMBUNG)

Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive