Be Your Inspiration

Wednesday 13 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 3)


Kokok ayam jantan membangunkan penghuni kerajaan. Dayang-dayang dan pembantu istana raja sudah mulai bekerja. Begitu juga warga yang terpaksa menginap di tempat penampungan sementara juga sudah bangun. Mereka mempersiapkan makanan bagi prajurit yang sedang berjaga-jaga.

Kondisi serupa juga dilakukan prajurit Mantang di daerah perbatasan. Prajurit yang ditugaskan di bagian konsumsi sedang mempersiapkan masakan bagi raja dan prajurit yang lain.

Setelah itu raja dan prajuritnya sarapan dengan lauk dari ternak atau binatang yang ditangkap di sekitar perkemahan. Menjelang siang, raja dan pasukannya mulai bersiap-siap melanjutkan perjalanan menuju wilayah musuh.

Dengan membawa panji-panji kerajaan, prajurit Mantang terus mendekati areal musuh. Namun, sebelum mendekati perbatasan, mereka melihat dua pengendara kuda perlahan-lahan mendekat. Sementara di belakang Perdana Menteri Nyen Nyeh dan prajuritnya telah siap siaga.

Seorang wanita lengkap dengan pedangnya berteriak memanggil Prabu Santana. Rupanya dia adalah Putri Ayuning, permaisuri kerajaan didampingi Prabu Brandana.

"Santana," teriak Ayuning memanggil Santana. "Di mana kau?  Keluar! Jangan bersembunyi di balik prajuritmu!" tambahnya.

"Baginda. Putri Ayuning mencari paduka," ujar Panglima Ambara.

"Benar Ambara" jawab Prabu Santana.

"Santana. Di mana kau?" ujar Putri Ayuning kembali teriak. "Kalau berani, lawan aku," tantangnya.

"Bagaimana Paduka? Apakah Paduka siap menghadapi Putri Ayuning?" tanya Ambara lagi.

"Jangan khawatir Ambara. Ayahnya saja Resi Rimbawan, berhasil kukalahkan. Apalagi dia," ujar Prabu  Santana meyakinkan prajuritnya.

"Santana. Kenapa kau diam? Apakah kamu takut melawan aku?" ujar Putri Ayuning semakin mendekat.

"Kalau berani. Lawan aku dulu," tantangnya. "Jangan korbankan prajurit yang tidak bersalah hanya demi ambisimu," tambahnya.

"Ha ha ha... Kamu masih punya nyali melawan aku, Ayuning?" jawab Prabu Santana tak mau kalah.

"Puiihhhh," Putri Ayuning meludah sebagai tanda marah.  "Keparat, kau. Kalau kau tak curang, dan ayahandaku memaafkanmu saat itu, kau tak akan bisa mengalahkannya," ujarnya dengan nada geram.

"Orang tua itu saja yang bodoh. Terlalu gampang dibodohi," jawabnya sambil tertawa keras. "Kini giliranmu mati di tanganku Ayuning," tambahnya sambil mengambil ancang-ancang sebagai tanda siap menyerang.

Ssssttttttt.... Sebuah benda asing tiba-tiba terdengar melesat menuju ke arah Prabu Santana. (Bersambung)

Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive