Be Your Inspiration

Showing posts with label BUDAYA. Show all posts
Showing posts with label BUDAYA. Show all posts

Monday 10 June 2019

ITDC Gelar Lebaran ’On The Beach

 Atraksi seni semarakkan Lebaran On The Beach ITDC di kawasan The Mandalika.

Serangkaian untuk menyemarakkan perayaan hari raya Idul Fitri, PT. Pengembang Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) menggelar event Lebaran On The Beach di Kuta Beach Park di kawasan The Mandalika. Event itu digelar mulai tanggal 7 sampai 16 Juni 2019 . Selain untuk menggaungkan kawasan The Mandalika, event tersebut diharapkan bisa menjadi wahana memperkenalkan kesenian dan budaya lokal Lombok Tengah (Loteng).

“Event Lebaran on the beach ini memang kita gelar tidak hanya untuk memperkenalkan secara lebih luas lagi kawasan The Mandalika. Tetapi juga bisa menjadi wahana bagi para pelaku seni didaerah ini untuk berekspresi dan berkreasi,” ungkap Kepala General Support The Mandalika I Gusti Lanang Bratasuta, kepada Suara NTB, Minggu (9/6/2019).

Ia menjelaskan, event sendiri digelar selama dua jam setiap hari. Mulai pukul 16.00 wita sampai pukul 18.00 wita. Diisi oleh berbagai penampilan dan atraksi seni khas daerah ini, Seperti band akustik, kesenian tradisional gendang beleq, peresean, dan musik genggong. Termasuk tarian tradisional seperti santang, kayak, setta dan tamplek.

Untuk memperkaya khasanah pengetahuan tentang kesenian itu sendiri, di setiap penampilan tarian khususnya, diselipkan cerita di balik kesenian tari khas Sasak tersebut. “Respons masyarakat nyata cukup baik. Terbukti, setiap event digelar selalu ramai disaksikan oleh pengunjung,” terangnya.

Yang datang pun tidak hanya wisatawan lokal saja. Tetapi juga wisatawan domestik hingga mancanegara. “Selama dua hari pelaksanaan event ini, rata-rata pengunjung yang datang di Kuta Beach park mencapai sekitar 2.000 orang,” terangnya.

Ke depan pihak ITDC berkomitmen untuk memperbanyak event-event serupa. Dengan begitu kawasan The Mandalika bisa semakin dikenal dan tentunya akan mengundang minat wisatawan untuk datang. Kalau kawasan The Mandalika sudah ramai dikunjungi, hal itu tentunya akan membuka peluang ekonomi masyarakat sekitar. Dan, pada akhirnya akan mampu mengangkat taraf ekonomi masyarakat di lingkar kawasan The Mandalika pada khususnya dan Loteng pada umumnya.

“Muara dari semua event yang kita laksanakan itu demi mendorong pergerakan ekonomi kawasan dan masyarakat di sekitar kawasan. Kalau ekonomi sudah bergerak, masyarakat pula yang akan merasakan manfaatnya,” tegas Brata. (Munakir/Suara NTB/Loteng)
Share:

Tuesday 19 March 2019

Objek Wisata Dende Seruni, Lokasi Pemandian Putri yang Melegenda di Pulau Lombok


Objek wisata Dende Seruni Desa Seruni Mumbul Kecamatan Pringgabaya Lombok Timur.

Satu lagi tempat objek wisata alam yang dipoles sentuhan kreativitas dan kini telah menjadi salah satu daya tarik bagi para pengunjung berlokasi di Kabupaten Lombok Timur (Lotim). Lokasi ini dinamakan, Objek Wisata Dende Seruni di Desa Seruni Mumbul Kecamatan Pringgabaya. 

Kawasan itu adalah sebuah teluk kecil atau disebut oleh warga Seruni Mumbul dengan sebutan menanga. Kawasan yang dilihat di peta berbentuk air laut yang menjorong memanjang ke daratan. Air menanga ini tampak tenang tampak riak gelombang. Uniknya dalam menanga ini ada mata air yang konon dalam legenda sebagian orang Sasak menyebutnya tempat pemandian sang putri bernama Dende Seruni. 

Melihat potensi keindahan dan legenda sejarah yang  masih terpendam, Desa Seruni mumbul mencoba memoles kawasan ini sebagai tempat wisata. Menggunakan Dana Desa sebesar Rp 480 juta, Desa Seruni Mumbul ini terbilang berani berinvestasi untuk membangun objek wisata buatan.

Ketua BUMDes Seruni Mandiri Sejahtera, Zainul Wardi, menjelaskan, dilakukannya penataan kawasan tersebut terinspirasi dari beberapa daerah di Yogyakarta. Dituturkan Pak Di, sapaan akrab Ketua BUMDes Desa Seruni ini, dirinya sudah pernah melihat langsung wisata di Yogyakarta saat berkunjung beberapa waktu lalu. Dengan wisata bisa dapatkan uang cepat. Dilihatnya, di daerah yang dipimpin oleh Gubernur seorang Sultan tersebut, aktivitas membajak sawah saja bernilai uang dan pendapatan buat desa.    

Beberapa daerah lain juga mengisyarakatkan hasil dari penataan lingkungan bisa mendatangkan uang sebagai sumber pendapatan untuk pembangunan dengan menata lingkungan, justru bisa mendatangkan uang. Targetnya setelah beroperasi akan bisa mendatangkan Rp 500 juta sampai dengan Rp 1 miliar per tahunnya.

Dituturkan, sebelumnya lokasi yang dibangun itu adalah sebuah menanga tak bernilai. Tidak ada orang yang datang berkunjung. Meyakini ada potensi yang terpendam, sehingga desa berani mengalokasikan anggaran hampir setengah miliar. Sekarang ini, dana yang sudah dikeluarkan sudah mencapai Rp200 juta lebih dihabiskan. Tampak, dengan sentuhan seni kawasan ini telah menjadi magnet bagi para pecinta liburan dan berwisata.

Pak Di mengatakan, rencana ke depan kawasan itu akan dijadikan lokasi wisata bersama dengan warga. Di mana, masyarakat pemilik tanah yang ada di sekitar kawasan akan diajak bermitra  dan menghadirkan keuntungan bersama. Membangun wisata katanya harus berbasis kemasyarakatan dan mengunjungi lokasi bisa juga sambil belajar banyak hal. Selain ada legenda sejarah tentang Dende Seruni, di lokasi ini banyak biawak yang bisa dijual pada wisatawan. "Biawak-biawak ini rencana kita akan melakukan penangkaran," ucapnya.

Mengenai nama diambil dari legenda Dende Seruni.  Dende Seruni ini adalah seorang Putri yang sangat cantik jelita. Kecantikan Dende Seruni ini membuat Patih Mumbul jatuh hati dan ingin memperistrinya. Tipu daya sang Patih mencoba mengajak selingkuh Dende Seruni. Akan tetapi, kekuatan iman Dende Seruni membuat ia tak mudah goyah dan jatuh dari bujukan Patih Mumbul.

Kemunculan objek-objek wisata buatan seperti d Seruni Mumbul ini disambut baik Dinas Pariwisata Lotim. Dipaparkan Kepala Bidang Pemasaran Dispar, Muhir, lahirnya prakarsa-prakarsa  baru membuat objek wisata ini sangat diapresiasi. 

Apalagi di Seruni Mumbul ini prakarsa desa menata lingkungan berorientasi sapta pesona. Kawasan ini diyakini bisa menjadi salah satu alternatif wisata bagi warga sekitar dan bahkan wisatawan asing. Di mana ada nilai edukasi dan catatan legenda tentang Dende Seruni sebagai cikal bakal dari penamaan Desa Seruni Mumbul.  (Rusliadi/Lombok Timur)
Share:

Friday 1 March 2019

Sesiru Matak Pade Rou, Tradisi Lokal Desa Beriri Jarak Jadi Daya Tarik Wisatawan

Wisatawan turut menumbuk padi saat acara Matak Pade Rau di Desa Beriri Jarak, kecamatan Wanasaba, Lotim,  Kamis (28/2/2019)

MATAK Pade Rau atau panen memetik padi sebuah tradisi lokal masyarakat Suku Sasak khususnya di Desa Beriri Jarak dihidupkan kembali. Aktivitas Sesiru Matak Pade Rau yang dirangkai dengan kegiatan menggiling padi hasil panen itu menjadi daya tarik bagi wisatawan.


Kepala Desa Beriri Jarak, Lalu Pauzi kepada Suara NTB mengatakan, kegiatan Matak Pade Rau ini menjadi tradisi warganya yang sudah turun temurun. Harapannya kegiatan ini tetap dilestarikan. Anak-anak muda sebagai generasi penerus diarahkan untuk terus digelar. Termasuk menjaga kondisi alam.

Kegiatan Matak Pade Rau ini coba dikemas Desa Beriri Jarak dengan kegiatan festival. Tujuannya untuk menggerakkan masyarakat untuk bisa mengubah pola pengolahan lahan. Utamanya mengolah yang tadah hujan dengan luasan 273 hektare. Dipilih komoditas yang ditanam adalah varietas beras merah.


Diterangkan ada budaya sesiru yang sudah melekat lama di tengah masyarakat. Sesiru kata Kades bermakna tolong menolong. Masyarakat yang memiliki petak sawah itu suatu waktu bersama-sama dengan yang lainnya saling bantu. ‘’Dibantu oleh tetangganya dalam satu lokasi,’’ terangnya.
Beriri Jarak merupakan desa penghasil beras merah. Beras merah ini diharapkan terus dikembangkan ke depan karena memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Di samping itu memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Setelah  panen, mengolah padi merah tidaklah sama dengan mengolah padi biasa. Padi beras merah ini tidak bisa digiling menggunakan mesin penggiling. Karenanya ada tradisi nujak atau menumbuk padi secara bersama-sama. Tidak digiling karena dikhawatirkan kualitas rasa akan hilang. ‘’Kalau digiling, warnanya akan putih,’’ terangnya.
Petani menggunakan baju adat saat Sesiru Matak Pade Rou di Desa Beriri Jarak Kecamatan Wanasaba Lombok Timur
Tradisi menumbuk padi secara beramai-ramai terus akan dikembangkan sebagai salah satu cara untuk mempertahankan keaslian beras merah hasil panen lahan di Beriri Jarak. Ada media alat tradisional yang harus tetap dijaga.


Tradisi menumbuk padi diakui sudah terancam hilang seiring dengan kehadiran teknologi yang memudahkan warga untuk menghasilkan beras dalam waktu yang cepat. Produksi beras merah ala warga Beriri Jarak ini diharapkan bisa tetap bertahan. Apalagi melihat kualitas beras merah sangat baik untuk konsumsi. Di tengah gencarnya pemerintah mengampanyekan penanganan stunting, salah satu caranya  bisa dengan konsumsi beras merah.

Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Lotim, Muhir mengatakan aktivitas Matak Pade Rau yang digelar masyarakat Desa Beriri Jarak Kecamatan Wanasaba, Lombok Timur (Lotim)  ini sangat bagus untuk dipertahankan. Nilai-nilai budaya yang sudah lama dan terancam punah harus diselamatkan. Salah satu caranya dengan menggelar acara yang dirangkai dengan berbagai kegiatan tradisional ala masyarakat Desa Beriri Jarak.

Lotim memiliki banyak nilai-nilai budaya lokal atau local wisdom yang belum digali. Nilai-nilai tersebut jika dituangkan dalam berbagai acara akan menjai daya tarik bagi wisatawan yang datang. Seperti terlihat saat wisatawan melakukan aktivitas menumbuk padi. Mereka sangat antusias dan cukup bersemangat. (Rusliadi/Lombok Timur)

Share:

Wednesday 27 February 2019

Nyale Melimpah, Pemburu Nyale Puas

Masyarakat yang menangkap nyale, meski hari sudah terang. Biasanya, kalau matahari sudah terbit, nyale sudah menghilang.

Puncak perayaan Festival Pesona Bau Nyale tahun 2019 telah berlangsung Senin (25/2/2019) pagi. Hal ini ditandai dengan turunnya ribuan masyarakat dari berbagai penjuru Lombok Tengah (Loteng) dan dari berbagai wilayah, bahkan wisatawan mancanegara di Pantai Seger Kuta untuk berburu Nyale (sejenis cacing laut). Para pemburu nyale tahun ini pun mengaku puas, karena nyale kali ini melimpah ruah.


“Tahun ini nyale sangat banyak. Jauh lebih banyak jika dibandingkan pada perayaan event Bau Nyale dua tahun belakangan,” aku Ahyar, salah seorang pengunjung Pantai Seger Kuta.

Kondisi nyale yang melimpah seperti ini memang sangat dinanti oleh masyarakat. Bukan hanya masyarakat lokal Loteng saja. Tetapi juga para wisatawan domestik maupun luar negeri. Apalagi banyak wisatawan yang sengaja datang hanya untuk ikut berpartisipasi berburu nyale. 

“Soal penanggalan waktu pelaksanaan Bau Nyale tahun ini juga jauh lebih presisi. Sehingga hasrat dan keingintahuan masyarakat akan nyale terbayar lunas,” sebutnya.
 
Nyale yang berhasil ditangkap
Masyarakat sendiri sudah mulai turun ke Pantai Seger sekitar pukul 03.00 Wita. Dengan perlengkapan seadaanya, masyarakat tumpah ruah memadati kawasan Pantai Seger. Hingga pukul 06.30 Wita, masyarakat mulai bergerak naik, karena nyale sudah mulai menghilang begitu hari mulai terang.


Sebelumnya pada Minggu (24/2) malam, pengunjung disuguhi berbagai hiburan oleh pemerintah selaku penyelenggara Festival Pesona Bau Nyale, hingga tengah malam. Mulai dari tari kolosal yang menceritakan tentang legenda Putri Mandalika yang diyakini sebagai simbol dari nyale hingga hiburan musik dari artis ibu kota Cakra Khan. Selain itu ada juga beberapa kesenian tradisional yang menemani para pengunjung hingga menjelang dini hari.

Event Bau Nyale menjadi event pembuka dari rangkaian Wonderful Indonesia untuk tahun ini. Di mana Bau Nyale sendiri telah ditetapkan sebagai salah satu dari top ten (sepuluh besar) event utama Wonderfull Indonesia yang diharapkan bisa menjadi salah satu event yang bisa menarik minat wisatawan, terutama wisatawan mancanegara untuk datang berkunjung ke Indonesia dan Lombok pada khususnya.    

“Harapan kita semua, event Bau Nyale bisa semakin dikenal dunia. Dan, mampu menjadi salah satu event utama yang bisa menarik minat wisatawan untuk datang ke daerah ini,” ujar Wabup Loteng, H.L. Pathul Bahri, S.IP., seraya menambahkan, dari sisi pelaksaan pemerintah berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan demi kesempurnaan pelaksanaan event Bau Nyale di masa-masa yang akan datang. (Munakir/Lombok Tengah)
Share:

Friday 15 February 2019

Ritual Adat Bebubus Batu, Cara Masyarakat Sapit Lombok Timur Suburkan Tanaman

Prosesi ritual adat Bebubus Batu warga Desa Sapit Kecamatan Suela Lotim,
Masyarakat Desa Wisata Sapit, Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur (Lotim), Rabu (13/2/2019) menggelar ritual adat Bebubus Batu. Ritual yang sudah turun temurun dalam bebubus atau mengobati tanaman agar tetap subur itu kini dikemas menarik dan menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan. 
alin dan tempelkan kode ini di situs Anda.


Tokoh Adat Desa Sapit, Sukiman, tradisi Bebubus Batu ini adalah sebuah ritual budaya yang setiap tahun digelar. Digelar pada musim tanam dan selalu pilihannya hari Rabu. Ritual dimaksudkan pula sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas nikmat hidup rukun, bergotong royong dan tetap dalam kebersamaan keluarga besar.

Sebagai sebuah kegiatan budaya yang berulang-ulang digelar semenjak nenek moyang warga Sapit, Sukiman pun mengaku tidak mengetahui asal mula lahirnya Bebubus Batu. Digelarnya kembali terus setiap tahun juga semata menghormati tradisi nenek moyang yang dinilai masih sangat positif.

Sesuai istilah bebubus dalam bahasa Sasak sama dengan mengobati. Adanya tambahan kata batu, ujarnya, karena lokasinya di Dusun Batu Pandang. Adapun bahan-bahan bebubus ini adalah dedaunan, bahan-bahan makanan lainnya. Dibubus langsung ke tanaman-tanaman yang sudah mulai tumbuh.

Ritual adat bebubus ini juga dirangkai dengan dzikir dan tahlilan. Tujuannya memohon kepada Allah SWT agar mengabulkan doa dan kegiatan yang dilakukan. Adanya perpaduan kegiatan zikir ini katanya menunjukkan nilai-nilai keislaman yang melekat di tengah masyarakat.
alin dan tempelkan kode ini di situs Anda.


Pihaknya memastikan dalam prosesi ritual, sama sekali tidak ada kegiatan membuang-buang makanan. Semua makanan yang dibawa menggunakan dulang keliling persawahan dikonsumsi langsung oleh warga setelah acara dzikir dan doa.

Panitia Pelaksana yang juga Kelompok Sadar Wisata Langgar Pusaka Sapitl,  M. Hijazi Noor ini menjelaskan, ritual adat Bebubus Batu adalah salah satu tradisi yang lama terpendam di suku bangsa Sasak warga Desa Sapit Kecamatan Suela. Tradisi budaya Bebubus Batu sudah dilakukan ribuan kali sudah sejak abad ke 7.

Adapun mulai digelar dalam kemasan Festival Bebubus Batu pertama diadakan tahun 2018. Sementara tahun 2019 ini adalah kali kedua Festival Bebubus 2019 digagas untuk memajukan seni dan budaya agar Desa Sapit lebih dikenal yang sebenarnya memiliki ragam budaya dan sejarah.

Selain itu, tujuan dari festival budaya adalah ikut dan menggali potensi produk produk UKM untuk dapat dipromosikan ke publik agar produk lebih dikenal ke masyarakat, yang pada akhirnya produk masyarakat dapat dikenal luas. Harapan panitia adanya festival ini menjadi wahana wisata, pendidikan, budaya dan penyemangat bagi warga masyarakat yang lain untuk lebih menghormati nilai-nilai yang luhur dan budaya. Termasuk  memelihara dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, karya yang berupa nilai nilai pengetahuan, norma, adat istiadat, seni dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat

Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas dan Sumber Daya Dinas Pariwisata Lotim, Ahyak Modin mengemukakan, kegiatan Bebubus Batu itu dipandangnya sebagai salah satu event budaya yang bernilai wisata. Terlepas dari instansi yang membidangi kebudayaan sekarang, namun event ini menjadi salah satu daya tarik yang  bisa memancing minat wisata berkunjung ke desa wisata Sapit. (Rusliadi/Lombok Timur)
alin dan tempelkan kode ini di situs Anda.
Share:

Friday 11 January 2019

Hasil Sangkep Warige, Bau Nyale 2019 di Lombok Tengah Tanggal 24 - 25 Februari

Acara rapat adat yang digelar tokoh masyarakat dan adat Loteng bagian selatan, Kamis (10/1/2019) untuk menetapkan pelaksanaan Bau Nyale bulan Februari 2019.

Pelaksanaan event Bau Nyale tahun ini direncanakan bakal digelar pada tanggal 24-25 Februari 2019. Keputusan ini diambil dalam Sangkep Warige (rapat adat) yang diikuti perwakilan pemuka dan tokoh adat masyarakat Lombok Tengah (Loteng) bagian selatan yang berlangsung di Desa Adat Ende Desa Sengkol Kecamatan Pujut, Kamis (10/1/2019). Rapat adat ini dipimpin langsung Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Loteng, H.L. Putria. 

Proses penetapan waktu pelaksanaan event yang kini masuk sepuluh besar kalender event nasional sempat berjalan alot. Pada awal pembahasan muncul dua opsi pelaksanaan Bau Nyale, yakni tanggal 23-24 Februari dan tanggal 25-26 Februari. Para tokoh dan pemuka adat sempat bersikeras dengan pendapat masing-masing. 

Sebagai jalan tengah, akhirnya diambil waktu yang mengakomodir kedua opsi tanggal 24-25 Februari. "Jadi setelah melalui proses pembahasan yang cukup alat, event Bau Nyale ditetapkan pada hari Minggu dan Senin, tanggal 24-25 Februari mendatang," tegas Camat Pujut, L. Sungkul. 



Ia menjelaskan, dalam penetapan waktu pelaksanaan Bau Nyale tidak sembarangan, tapi harus melalui pertemuan adat. Selain itu, dengan memperhatikan pergerakan bintang rowot yang menjadi dasar penanggalan suku Sasak di Loteng. Di mana jika merujuk penanggalan Sasak, Bau Nyale dilaksanakan pada tanggal 20 bulan 10 penanggalan Sasak. 


Di tempat yang sama, Kepala Disparbud Loteng, H. L. Putria, keputusan ini akan segera dilaporkan ke Bupati dan Wabup Loteng dan dipastikan tidak akan ada dualisme waktu pelaksanaan Bau Nyale seperti tahun sebelumnya, karena untuk penetapan tanggal pelaksanaan Bau Nyale kali ini, semua perwakilan elemen masyarakat Loteng bagian selatan diundang lengkap. 

"Ini keputusan bersama semua secara adat. Tidak boleh ada yang menggelar Bau Nyale selain tanggal yang ditetapkan. Kalau ada, mereka akan diberikan sanksi adat," tegasnya. 

Pihaknya pun berharap pelaksanaan Bau Nyale tahun ini bisa berjalan lebik baik dari tahun sebelumnya. Untuk itu, persiapan akan segera dilakukan supaya pada pelaksanaannya benar-benar maksimal seperti yang diharapkan. Terlebih kelas event Bau Nyale tahun ini sudah masuk kalender event utama nasional.

Karena sudah masuk event nasional, maka penanggung jawab pelaksanaannya nanti ada di tangan pemerintah pusat bersama pemerintah provinsi. Pemerintah kabupaten dalam hal ini hanya sebagai pendukung pelaksanaannya saja.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) NTB, H.L.M.Faozal, S.Sos.M.Si., menjelaskan total ada sekitar tujuh kegiatan yang akan digelar untuk mendukung gelaran event Bau Nyale. Itu belum termasuk kegiatan pendukung yang disiapkan oleh pemerintah kabupaten. "Untuk kegiatan utamanya ada tujuh event yang dilaksanakan. Ditambah kegiatan pendukung yang disiapkan oleh pemerintah kabupaten," tandasnya. (Munakir/Suara NTB)

Share:

Thursday 10 January 2019

Event Bau Nyale Lombok Tengah Masuk Sepuluh Besar Kalender Event Nasional 2019



 Rapat persiapan Bau Nyale di kantor Bupati Loteng, Rabu (9/1/2019). Tahun ini Bau Nyale masuk sepuluh besar kalender event nasional. 
Event budaya Bau Nyale tahun ini masuk sebagai top ten (sepuluh besar) kalender event utama nasional. Bersama Festival Borobudur, Jember Fashion Carnival (JFC) dan beberapa event utama lainnya. Dan, event Bau Nyale  bakal jadi event pemuka dari sepuluh event utama tahun 2019 ini.

Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) NTB, H.L. Moh. Faozal, S.Sos. M.Si., saat rapat persiapan event Bau Nyale di kantor Bupati Loteng, Rabu (9/1/2019), mengatakan, peluncuran kalender event nasional ini sudah diluncurkan Kementerian Pariwisata beberapa waktu lalu di Jakarta. Masuknya event Bau Nyale ke dalam top ten kalender event nasional tahun ini adalah bentuk pengakuan pemerintah pusat akan eksistensi event Bau Nyale sebagai event kelas dunia.

"Jadi kelas event Bau Nyale sekarang sudah tidak lagi skala lokalan atau provinsi. Tapi sudah skala nasional bahkan dunia," ujarnya.

Karena statusnya sudah menjadi event unggulan nasional, maka pelaksanaannya tahun ini harus lebih baik lagi dari sebelum-sebelumnya. Terutama dari sisi konsep pelaksanaannya, harus benar-benar matang.


Faozal mengatakan, pada event Bau Nyale tahun ini setidaknya ada tujuh kegiatan yang akan digelar. Mulai dari peresean, Mandalika Carnival, kampung kuliner, dialog kreatif, pemilihan Putri Mandalika dan malam puncak Bau Nyale. "Sekali lagi, karena status event Bau Nyale sudah menjadi event unggulan maka tentunya semua event pendukung, pelaksanaannya harus lebih hebat dari sebelum-sebelumnya," imbuhnya. 



Sebagai event pembuka, pihaknya tengah berupaya agar Presiden Joko Widodo bisa hadir pada puncak perayaannya nantinya. Yang waktu pelaksanaannya segera akan ditetapkan, sehingga gaung dari event Bau Nyale tahun ini bisa benar-benar luas.

Di tempat yang sama, Sekda Loteng H.M.Nursiah, S.Sos.M.Si., mengatakan untuk puncak perayaan Bau Nyale sakan segera ditetapkan melalui pertemuan para tokoh dan pemuka adat Loteng bagian selatan. "Untuk penetapan puncak Bau Nyale itu dilakukan melalui Sangkep Warige  yang ikuti para pemuka-pemuda ada di daerah ini," terangnya. 

Menurutnya, penetapan puncak Bau Nyale tidak bisa sembarangan, karena harus melalui pertemuan para tokoh dan pemuka adat di daerah ini. "Inilah yang membedakan event Bau Nyale dengan event-event lainnya. Proses penetapannya khusus, melalui pertemuan para tokoh dan pemuda ada,"  tegasnya. (Munakir/Suara NTB)

Share:

Monday 7 January 2019

Cagar Budaya yang Rusak Akibat Gempa di Lombok Utara Segera Diperbaiki

Rumah Adat Kabupaten Lombok Utara
Pemkab Lombok Utara (KLU) akan menata kembali keberadaan cagar budaya yang rusak akibat gempa. Melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) 2019, Pemda Lombok Utara menyiapkan anggaran sebesar Rp 6 miliar.


Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lombok Utara, H. Muhamad, S.Pd., mengakui fokus penataan cagar budaya dihajatkan untuk mengembalikan kondisi objek wisata. Pascagempa, banyak cagar budaya yang rusak. “Banyak cagar budaya yang di-recovery, dananya itu dari DAK. Rehabilitasi sebenarnya telah dilakukan pascagempa akhir tahun 2018, tapi terbentur dengan kepercayaan masyarakat," ujar Muhamad.

Ia menjelaskan, salah satu rehailitasi cagar budaya dilakukan di Masjid Kuno Bayan. Hanya saja, akibat kepercayaan masyarakat prosesnya tersendat. Apa yang sudah dibangun bahkan dirusak, sehingga sampai saat ini, rehabilitasinya tertunda.

Muhamad melanjutkan, perbaikan cagar budaya juga dilakukan di Kecamatan Kayangan. Antara lain lokasinya, di Desa Adat Sesait, Dusun Dasan Beleq Desa Gumantar dan kampung tradisional Segenter. "Cagar-cagar budaya ini prioritas rehabilitasi kita tahun ini, tetapi tergantung ketersediaan anggaran," imbuhnya. “Tetapi karena kita ini keterbatasan budget makanya kita akan melihat yang benar-benar prioritas untuk didahulukan,” ungkapnya.


Disbudpar KLU, tambahnya, memperoleh alokasi dana sebesar Rp 6 miliar dari kementerian. Meski masih rencana, namun pihaknya optimis KLU akan memperoleh prioritas, karena sebagai daerah terdampak gempa.

Dana rehabilitasi itu tidak hanya diperuntukkan  bagi pemugaran cagar budaya, melainkan penataan objek wisata di daratan. Salah satunya disebutkan Muhamad, objek  wisata Senaru ikut rusak akibat gempa. Begitu pula dengan jalur pendakian di wisata Gunung Rinjani.

Bersamaan dengan itu, promosi cagar budaya juga dibutuhkan untuk menarik minat wisatawan. "Kita sudah persiapkan sejumlah event budaya untuk mendukung hal tersebut. Di antaranya dengan menampilkan seni seni budaya lokal," tandasnya. (Johari/Lombok Utara)
Share:

Mohon Keselamatan, Warga Kuta Lombok Tengah Gelar Roah Segare

Prosesi acara ritual roah segare yang digelar warga Desa Kuta Kecamatan Pujut Lombok Tengah. Ritual ini digelar agar warga, khususnya nelayan diberikan keselamatan selama pergi melaut.

RATUSAN warga Desa Kuta Kecamatan Pujut dan sekitarnya, Minggu (6/1/2019), menggelar ritual roah segare. Ritual budaya yang dimaksudkan untuk memohon keselamatan tersebut, sekaligus bentuk upaya melestarikan alam, khususnya laut yang merupakan sumber penghidupan bagi para nelayan di wilayah Lombok Tengah (Loteng) bagian selatan pada umumnya.


Ritual sendiri diisi dengan dzikir dan doa yang diikuti oleh sekitar 500 warga yang hadir untuk memohon perlindungan kepada Yang Maha Kuasa supaya terhindari dari bala bencana yang saat ini banyak terjadi, terutama di daerah pesisir pantai.

Ritual diakhiri dengan prosesi larung atau melepas kepala kerbau yang sudah disembelih ke tengah laut di Pantai Dundang Kuta. Pantai ini merupakan akses keluar masuknya nelayan di daerah tersebut. Usai ritual roah segare, para nelayan di kawasan Pantai Kuta dan sekitarnya tidak akan melaut hingga tiga hari ke depan. 

"Ke depan ritual budaya masyarakat pesisir Loteng selatan ini kita harapkan bisa terus lestari. Bahkan bisa menjadi salah satu event budaya yang layak jual dan menarik. Sehingga bisa menarik minat wisatawan untuk datang ke daerah ini," ungkap Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Loteng, H.L. Putria.

Menurutnya, Loteng sangat kaya akan event budaya. Selain Bau Nyale, banyak lagi event-event budaya yang layak dijadikan event pariwisata. Salah satunya ritual roah segare tersebut. Tinggal bagaimana sekarang kemasan event budaya tersebut, dibuat semenarik mungkin tanpa menghilangkan makna dan nilai budayanya. 

Ritual Roah Segare di Pantai Kuta Lombok Tengah
Tujuannya bisa menarik wisatawan domestik bahkan mancanegara untuk datang menyaksikan event budaya tersebut. "Inilah yang menjadi tugas kita bersama ke depan. Bagaimana bisa terus melestarikan budaya yang ada. Dan, bisa dikemas menjadi event pariwisata yang menarik wisatawan," tandasnya.


Di tempat yang sama, Camat Pujut L. Sungkul, menambahkan, ritual roah segare merupakan salah satu cara masyarakat pesisir Loteng selatan untuk mengungkapkan rasa syukurnya kepada yang maha kuasa. Sekaligus memohon pelindungan dari segala bentuk bencana yang mengancam.

"Tidak kalah penting juga ritual budaya ini juga bisa jadi event pariwisata yang menarik. Sehingga ke depan, kemasan acaranya bisa lebih baik. Supaya wisatawan mau datang berkunjung," ujarnya.

Sebagai daerah tujuan wisata, Loteng didorong untuk bisa berkreatif mengemas potensi dan kekayaan budaya yang ada di tengah masyarakat untuk bisa menjadi event budaya. Kalau sudah begitu, masyarakat bisa memperoleh dua manfaat sekaligus. Selain bisa terus melestarikan budaya lelulur, juga bisa mendatangkan manfaat secara ekonomi dengan datangnya para wisatawan. (Munakir/Suara NTB)

Share:

Thursday 20 December 2018

Gubernur NTB Doktor Zul Minta Petugas Museum Harus Jadi Pujangga Besar

Gubernur NTB Dr. Zulkieflimansyah didampingi Ketua TP PKK NTB Hj. Niken Saptarini Widyawati berada di Museum NTB
Museum adalah tempat menziarahi masa lalu masa sekarang dan refleksi masa depan, pesan besar museum terkait keindahan besar NTB ini belum sampai ke masyarakat apalagi ke pemerintah pusat, minimal bisa sampai ke para kepala sekolah, sehingga dapat mengajak anak-anak didiknya mengunjungi museum.

Demikian ujar Gubernur Nusa Tenggara Barat Dr. H. Zulkieflimansyah saat mengunjungi Museum Negeri Nusa Tenggara yang beralamat di Jalan Panji Tilar Negara No.6 Kota Mataram, Kamis (20/12/2018).

Dalam tour singkat keliling museum yang didampingi oleh Ketua TP. PKK Provinsi NTB Hj. Niken Saptarini Widyawati ini, Dr. Zul menyampaikan bahwa petugas museum harus bisa menjadi pujangga besar,  sekaligus entertain yang baik, bisa menceritakan dan membuat masyarakat mengetahui sejarah lebih jelas dibandingkan dengan membaca buku.

Saat itu, Dr. Zul juga berdialog langsung dengan pimpinan dan  pengurus museum mengenai kendala dalam peningkatan kunjungan museum pasca bencana gempa yang mengalami penurunan, dari target  kunjungan museum tahun 2018 dengan 72 juta kunjungan  sampai November  kemarin baru mencapai 32 juta kunjungan.

Museum ke-11 yang dibangun pada masa orde baru ini merupakan salah satu museum yang mewakili 3 etnis sekaligus, yaitu Sasak, Samawa dan Mbojo. Kedepannya? Dr. Zul berharap museum tidak hanya menampilkan 3 etnis asli NTB, tapi dapat menjadi Replika Indonesia di mata wisatawan dan menjadi salah satu destinasi wisata.

Kepala Museum Negeri Zubair Muslim menyampaikan, pasca gempa koleksi yang ditampilkan museum hanya 10 persen, akibat kerusakan yang berat gedung auditorium sehingga tidak memenuhi syarat. "Tempat koleksi roboh karena gempa, sementara menitip koleksi di ruang kontemporer " ujar Zubair.
Gubernur NTB Doktor Zul dan Ketua TP PKK Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah lihat koleksi Museum NTB

Staf museum Hubertus yang diberi kesempatan berdialog langsung dengan orang nomor satu NTB itu, menyampaikan harapannya agar  Museum Negeri NTB yang kecil tapi indah ini dapat dilengkapi fasilitas penunjang lain, salah satunya toilet yang bertaraf internasional, mengingat banyaknya kunjungan petugas museum dari daerah lain yang melakukan studi banding ke Museum Negeri NTB ini.

Koleksi museum yang beragam dapat menjadi sarana edukasi yang baik bagi masyarakat NTB, di antaranya koleksi Manuskrip Angling Darma hingga  silsilah kesultanan Bima, ada juga Takepan Babad Suwung yang ditulis dengan aksara Sasak dengan bahasa Jawa Madya. Ingin tahu lebih banyak lagi, Ayo Ke Museum!! (Humas NTB)
Share:

Saturday 24 November 2018

Perang Topat, "Perang" Damai Warga Muslim dan Hindu di Lombok Barat

Suasana Perang Topat di Pura Lingsar, Kamis (22/11/2018)
Pelaksanaan event budaya perang topat yang digelar Pemerintah Kabupaten Lombok Barat (Lobar) meninggalkan kesan baik bagi pengunjung dan warga. Ramai, meriah dan mengesankan, itu yang dirasakan para warga korban gempa. Ketika menyaksikan event budaya perang topat yang digelar kembali Pemkab Lobar di Pura Lingsar, Kamis (22/11/2018).

Event tahunan Pemkab Lobar ini sungguh menjadi hiburan bagi para korban gempa di kawasan Lingsar setelah bencana gempa bumi yang melanda beberapa bulan lalu.
Bagaimana tidak, keseruan itu menjadi sarana trauma healing yang menghibur. Bahkan terlihat wajah ceria para warga yang terlibat langsung dalam perang topat itu.

“Benar-benar terhibur, rasa trauma bencana gempa itu sudah agak hilang. Padahal rumah saya masih rusak,” ujar I Ketut Tati, salah seorang warga Lingsar.

Tidak hanya itu event budaya yang mencerminkan toleransi beraga itu membuat kagum Viola. Wisatawan asal Jerman ini tidak menyangka kerukunan umat beragama sangat terpancar dari umat Muslim dan Hindu. Ini menjadi kali pertama dia menyaksikan tradisi unik itu.
“Benar-benar gila, saya tidak percaya kalau tidak melihat sendiri. Ini unik, saya beragama Katolik, ini hal mustahil bisa melihat langsung Muslim dan Hindu akur seperti ini,” ujarnya kagum.

Iapun merasa Lombok sudah aman untuk dikunjungi kembali. Iapun berencana untuk datang kembali ke Lombok untuk berlibur. Bahkan akan mengajak kerabat dan sahabatnya datang ke Llombok.
“Saya rasa Lombok sudah aman,” ujarnya.

Sementara  Kepala Dinas Pariwisata Lobar, Ispan Junaidi mengatakan jika, event budaya ini sebagai bentuk usaha dalam membangkitkan pariwisata. Menurutnya dengan segala kondisi yang ada pasca gempa diharapkan juga dapat menghibur korban gempa. Sebab selama rangakain perang topat itu digelar juga berbagai hiburan rakyat.

“Ada hiburan peresean yang digandrungi masyarakat,” ujarnya. Pihaknya pun ingin menunjukkan kepada wisatawan luar jika Lombok sudah aman pasca gempa. Terlebih lagi adanya keterlibatan para travel agent yang turut membawa tamu sebagai usaha meyakinkan para wisatawan asing.
“kita sudah move on, dan bangkit,” pungkasnya. (Heru/Lombok Barat)
Share:

Wednesday 12 September 2018

Prosesi Malala, Puluhan Sandro Bersama Meracik Minyak Sumbawa

Bupati Sumbawa, H. M. Husni Djibril, Wakil Bupati Sumbawa, H. Mahmud Abdullah dan Wakil Ketua DPRD Sumbawa, melihat langsung prosesi pembuatan minyak Sumbawa pada stand salah satu kecamatan.
Peringatan tahun baru Islam 1440 Hijriyah di Sumbawa dirangkaikan dengan Parade Prosesi Malala, Senin (10/9/2018) malam. Kegiatan di Lapangan Pahlawan tersebut diikuti oleh para sandro dan para asisten dari 24 kecamatan. Para sandro meracik minyak Sumbawa dengan berbagai khasiat, diantaranya untuk meningkatkan vitalitas pria.

Bupati Sumbawa, H. M. Husni Djibril, B.Sc dalam sambutannya menyampaikan, peringatan tahun baru Islam yang dilaksanakan memiliki makna yang sangat dalam. Tidak hanya bagi kehidupan umat Islam secara keseluruhan, melainkan juga bagi masyarakat Tana Samawa.

“Serangkaian dengan tahun baru Hijriyah ini, masyarakat Sumbawa selalu menyambutnya dengan antusias, karena kepercayaan banyak keistimewaan yang tersirat dalam bulan tersebut,” ujarnya.

Menurutnya, ada satu tradisi yang lazim dilakukan masyarakat Sumbawa pada 1 Muharaam hingga berakhirnya bulan pertama di kalender Hijriyah, yakni Malala. Malala ini merupakan tradisi yang membuat minyak obat oleh para ahli minyak Sumbawa yang  biasa disebut Sandro. Dimana bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan minyak tidak lepas dari ketersediaan akar-akar kayu, ataupun kulit kayu serta buahnya.

Hal tersebut mengisyaratkan keanekaragaman tumbuhan yang sangat bermanfaat tersebut harus terus dilestarikan dan dikembangkan. Termasuk menggeliatkan apotik hidup di lingkungan keluarga dan rumah tangga.

Dari segi kesehatan, orang tua terdahulu  dengan segala ikhtiarnya mampu membuat berbagai macam ramuan minyak Sumbawa dengan berbagai macam khasiat. Antara lain untuk luka bakar, pegal linu, sakit perut, patah tulang dan khasiat lainnya. Selain bahannya dibuat dari tumbuhan obat, ketika ramuan digodok menjadi minyak para sandro juga mengawali dengan membaca doa. Tentunya keduanya sangat bermanfaat bagi tubuh manusia.

“Saya sangat menghormati dan menghargai minyak Samawa. Ini hebatnya. Setiap digunakan obat Sumbawa, betapa nikmat tubuh kita,” jelas Bupati.

Keberadaan minyak Sumbawa juga membawa dampak yang cukup baik bagi kehidupan ekonomi. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan selain akar-akar, juga buah kelapa dan madu. Hal itu akan mampu mengangkat ekonomi masyarakat khususnya ekonomi menengah ke bahwa untuk memanfaatkan peluang tersebut. Hanya saja untuk menambah nilai ekonomisnya, minyak yang dihasilkan dikemas dan dibuatkan merk tertentu. Supaya pasarannya bisa mencakup daerah lainnya di luar NTB.

“Kenapa tidak kita berbuat seperti itu. Supaya minyak Sumbawa tidak hanya di lingkup itu saja. Kenapa tidak kita viralkan ke masyarakat lainnya. Ini yang paling penting dipikirkan oleh OPD saya berkaitan dengan tugas ekonomi. Ini perlu direspon,” tandasnya.

Dari sisi sosial, lanjut Bupati, khasanah budaya yang sudah ditetapkan oleh orang tua terdahuu harus terus dipelihara. Dan menjadi bagian dalam interaksi sosial yang memperkuat jati diri dan kebanggan sebagai Tau Samawa . Termasuk  menarik minat generasi muda untuk lebih mengenal dan melestarikan khasanah budaya masyarakat Sumbawa.

Camat Moyo Hilir, M. Lutfi Makky, menyatakan, minyak Sumbawa sudah lama terkenal dengan khasiatnya. Sandro Jamain dan Subri yang dibawa sebagai perwakilan sandro Moyo Hilir, memang selama ini sudah terkenal dengan pengobatannya. Hanya saja selama ini produk buatannya belum dikomersialkan. Hanya dibuat ketika masyarakat datang meminta pengobatan atas keluhan yang dialaminya. “Hanya untuk hajatan tertentu membantu yang membutuhkan,”terangnya.

Beberapa nama sandro dan minyak yang dibuat pada prosesi malala tersebut, diantaranya, minyak Sarat Babas sandro Jamain dan Subri untuk kejantanan pria. Dibuat dari bahan telur ayam kampung, madu kelapa, akar kayu, rempah rempah. Kemudian Labangka hadir dengan minyak Pasak Liang Dewa buatan Sandro Li Supriadi dan M. Nur berkhasiat untuk salah urat, keseleo, pusing, kejantanan. Selanjutnya, Moyo Utara tampil dengan nama minya,  Ai Sangar ciptaan Sandro Pisak untuk penambah stamina, obat bengik, obat leak, obat silu ngering dan lainnya. (Indra/Arnan/Suara NTB)  


Share:

Sunday 15 July 2018

Dispar Lombok Timur, Belajar Kelola Destinasi Wisata ke Pulau Jawa


Jajaran Dinas Pariwisata Lotim saat berkunjung ke objek wisata Candi Prambanan, Yogyakarta, Kamis (11/7/2018).  
Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Lombok Timur (Lotim) belajar tentang tata kelola destinasi wisata di daerah-daerah yang diakui sudah lebih dulu berkembang. Seperti Bali dan Jawa. Seperti dilakukan pada Kamis (11/7/2018 ) lalu, jajaran Dispar Lotim mengunjungi objek wisata Candi Prambanan, Yogyakarta.



Kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia dan terbilang terindah di Asia Tenggara itu diketahui merupakan warisan dunia yang sudah di tetapkan UNESCO. Komplek Candi seluas 39,8 hektar sangat ramai dikunjungi para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.

Masuk kompleks candi pengunjung dewasa membayar biaya masuk sebesar Rp 40 ribu dan Rp20 ribu bagi anak-anak. Meski di dalam ada beberapa pilihan suguhan atraksi unik berbayar, namun sangat banyak yang menikmatinya. Selain suguhan keunikan candi setinggi 47 meter, para pengunjung bisa berswafoto dan menikmati sajian atraksi yang cukup beragam. Meski di luar harga tiket, namun cukup banyak yang menikmati kesenangan berwisata di Candi Prambanan atau disebut juga Candi Roro Jongrang ini. Sekitar kawasan candi ini juga sudah ada museum.

Di pintu keluar, semua pengunjung melewati pasar yang menjual oleh-oleh khas Yogyakarta dan Jawa Tengah. Ada baju dan souvenir dengan beragam bentuk dan model yang menarik. Penempatan pasar pada pintu keluar seperti "memaksa" pengunjung untuk berbelanja.  

Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Dispar Lotim, Ahyak Mudin mengatakan secara prinsip semua destinasi itu sama. Ada objek wisata berupa alam pantai, gunung dan situs budaya serta situs bersejarah lainnya. Hanya saja dalam tataran manajerial ada beberapa perbedaan-perbedaan. Termasuk yang  bisa dipelajari di Perambanan yang dinilai sudah cukup profesional dalam menata destinasi.

Dalam hal manajemen tata kelola destinasi, Lotim perlu banyak belajar dari Bali dan Jawa. Pilihannya berkunjung ke Yogyakarta, khususnya ke Taman Wisata Prambanan karena diketahui sudah ada keterlibatan masyarakat sekitar dan pemerintah. Destiasi dikelola oleh masyarakat dengan konsep Destination Managament Organization (DMO). "Ini bisa menjadi sampel yang bagus untuk dikembangkan di Lombok Timur," ungkapnya.



Menurut Ahyak, DMO ada dua sisi besar. Bisa melibatkan masyarakat pada sisi pertama dan kehadiran dari pemerintah sendiri. Jajaran pemerintah, tersebut Dispar perlu mendorong penguatan sumberdaya manusia di birokrasi dan pelaku wisata. Sisi kedua perlu penguatan komunitas-komunitas pelaku wisata. Banyak komunitas yang perlu di dorong terus untuk lebih profesional. "Seperti Pokdarwis, kelompok wanita dan komunitas lain yang ada  di sekitar destinasi wisata," ucapnya.

Penguatan kapasitas pun tidak bisa sembarangan. Perlu dibuatkan kelembagaannya. Terpenting keterakuan komunitas dalam bentuk regulasi. "Semisal ada SK Bupati untuk melegalkan komunitas tersebut sehingga tidak berbenturan dengan komunitas lain," imbuhnya.

Selanjutnya mengenai kemasan atau desain di kawasan destinasi dalam konteks wisata kekinian tidak perlu sama. Apa yang terlihat di Perambanan tidak sama karakteristiknya dengan Lombok. Pasalnya, dalam pengaturan tata kelola harus melihat karakteristik destinasi. Semisal soal kepurbakalaan atau situs-situs budaya mungkin berbeda dengan pantai atau gunung yang menjadi karakteristik Lotim. "Karenanya kita  coba fokuskan pembelajarannya pada manajemen.

Masalah desain destinasi lanjutnya, sedapat mungkin tata lay out-nya tidak meninggalkan karakteristik setempat. Tata kelola ini harus berkelanjutan. Tidak saja bangunan fisik yang dihadirkan. Semisal spot foto di objek wisata. Tidak diinginkan bertahan setahun saja lalu ditinggalkan karena berubah. "Kita inginnya yang sustainabel, antar fisik dan program ini berkelanjutan. Pemeritah dengan peran serta masyarakatnya semua berkelanjutan menikmati kemajuan wisata," katanya. (Rusliadi/Lombok Timur)

Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive