Be Your Inspiration

Showing posts with label SOSIAL. Show all posts
Showing posts with label SOSIAL. Show all posts

Sunday 24 November 2019

Mencari Jejak Kerajaan Kuno di Desa Sintung Lombok Tengah


 
Tim peneliti Balai Arkeologi Bali tengah melakukan penelitian terkait temuan benda kuno tersebut. Tim peneliti saat turun di Desa Sintung, Jumat (22/11/2019)
Satu tim peneliti diterjunkan Balai Arkeologi Bali wilayah Bali, NTB dan NTT untuk melakukan penelitian terhadap jejak kehidupan kuno di abad ke 11 hingga 13 yang ada di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) sebelum Gunung Samalas – sekarang Gunung Rinjani meletus tahun 1257 M silam.  Dengan titik fokus penilitian di Desa Sintung, Kecamatan Pringgarata.

‘’Untuk tahap awal, ada satu tim peneliti yang kita terjunkan,’’ ungkap Kepala Balai Arkeologi Bali, I Gusti Ngurah Suarbhawa, kepada Suara NTB, Jumat (22/11/2019). Diakuinya, tim peneliti sudah berada di Loteng sejak Kamis (21/11/2019). Dan, sudah melakukan kegiatan observasi awal untuk pengenalan lapangan.

Tim peneliti berada di Loteng sampai hari Minggu (24/11/2019) guna mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti awal terkait kehidupan kuno di wilayah tersebut. Baru setelah itu pihaknya akan menentukan langkah selanjutnya. Apakah akan terus melanjutkan penelitian atau seperti apa nantinya.

Dikatakan, pihaknya sudah mengantongi beberapa bukti awal terkait kehidupan kuno di wilayah Desa Sintung, seperti arca dan beberapa benda artefak lainnya yang diperoleh dari masyarakat. Benda-benda tersebut sebelumnya ditemukan oleh warga beberapa waktu. Yang kemudian oleh warga temuan tersebut dilaporkan ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Loteng.

“Sebenarnya kita tidak ada agenda untuk turun melakukan penelitian di Loteng. Tetapi karena ada permintaan resmi dari Disparbud Loteng sejak pertengahan September kemarin, akhirnya kita turun sekarang,” ujarnya.

Surbhawa menjelaskan, kehidupan kuno tersebut diperkirakan ada pada antara abad 11 hingga 13 atau sekitar 1000 tahun silam. Kehidupan kuno tersebut diperkirakan hilang setelah Gunung Samalas meletus dan mengakibatkan wilayah di sekitar lereng Gunung Samalas tertimbun lava.

Pun demikian, pihaknya mengaku belum bisa memastikan seberapa wilayah kehidupan kuno yang ada tersebut, karena data dan keterangan yang tersedia masih sangat minim. Sehingga butuh pendalaman dan kejadian lebih detail untuk bisa menggambarkan kondisi kehidupan kuno tersebut. ‘’Keterangan dari warga sekitar juga sangat kita butuhkan. Sebagai keterangan tambahan untuk bahan penelitian,’’ tambahnya.

Disinggung apakah jejak kehidupan kuno di Desa Sintung tersebut ada kaitanya dengan temuan benda-benda kuno kawasan galian C di Desa Aik Berik sebelumnya, Surbhawa mengaku belum bisa memastikan. Tapi ada kemungkinan punya keterkaitan. Mengingat, kedua kehidupan kuno tersebut diduga sama-sama hilang setelah Gunung Samalas meletus.

‘’Prinsipnya karena ini masih sangat awal, kami butuh pendalaman lebih. Seperti apa hasilnya nanti kita ekspose,’’ ujarnya. Termasuk kemungkinan untuk dilakukan penggalian jika memang dalam prosesnya ditemukan jejak bangunan kuno di wilayah tersebut. (Munakir/Suara NTB)

Share:

Friday 15 November 2019

Remajakan Tanaman Kakao Petani Gitak Demung Lombok Utara Belajar Otodidak dari Internet

Ali Akbar, salah satu petani kakao di Lombok Utara sedang meremajakan pohon kakao dengan teknik yang dipelajari dari internet.

Kakao milik petani di Dusun Gitak Demung, Desa Genggelang, Kecamatan Gangga, kebanyakan berusia tua. Untuk meremajakannya, petani memerlukan inovasi. Menyadari pendampingan instansi yang minim, petani pun memilih belajar otodidak dari internet.

SEPERTI yang dilakukan petani kakao, Ali Akbar. Kakao-kakao tua itu dipangkas. Batang utama dipotong dengan sisa batang antara 50 cm - 1 meter.  Batang tua itu kemudian disambung dengan teknik okulasi. Teknik sambung pucuk itu ternyata berhasil. Hingga sekarang, hampir sebagian besar kakao di atas 2,5 hektar areal milik Ali berganti dengan pohon baru.

Teknik sambung pada kakao, diadopsi petani dari akulasi pada kopi. Teknik inilah yang ikut memajukan produksi kopi di sebagian besar wilayah Genggelang. Genggelang patut dijuluki sebagai desa penyangga komoditas perkebunan di Lombok Utara.

"Umur kakao di atas 20 tahun, rata-rata sudah sangat. Dulunya kakao masuk melalui program P2WK saat pertama kali kakao datang ke Genggelang," ungkap Ali, Kamis (14/11/2019).

Pada tanaman kakao, terdapat rumus baku. Bahwa semakin muda batang dan ranting, produksi akan semakin melimpah. Berangkat dari itulah, Ali memberanikan diri memangkas kakao.

Bahkan lahan milik Ali, kerap dilirik sebagai lokasi demplot penelitian para peneliti perguruan tinggi. Namun bukan Ali saja yang meremajakan kakao dengan teknik sambung. "Kami belajar otodidak dari YouTube, tanpa dampingan. Awal mula menyambung sekitar 2015, dan menjadi tren mulai 2017. Dari 10 petani, sekitar 6 orang sudah mulai menyambung," akunya.

Petani Dusun Gitak Demung, kebanyakan banyak belajar dari konsep try and error. Cara ini dilakukan pula pada durian. Petani setempat banyak melakukan uji coba dengan varietas baru. Bahkan tidak jarang dari mereka yang berani membeli dan mendatangkan varietas (pucuk) durian jenis baru untuk disambung dengan durian lokal.

Jauh sebelum Kampung Cokelat berdiri, sudah ada beberapa petani yang mulai berinovasi secara mandiri. Tetapi usaha mereka tidak banyak diekspose.  "Awal menyambung, saya sampai dikatakan gila karena memangkas dengan cara berbeda. Petani umum potong atas, tapi saya coba potong pokok menyisakan 10-15 cm," sambungnya.

Dengan teknis sambung batang, petani setidaknya harus menunggu sampai 2 tahun sampai pokok baru mulai berbuah. Selama itu, petani harus menyiapkan cadangan. Tetapi bagi petani, lahan tumpang sari dengan pisang, kelapa dan vanili menjadi penolong selama kakao tidak berproduksi.

Petani Gitak Demung umumnya kesulitan dengan obat-obatan pertanian. Harga obat mahal menjadi salah satu faktor yang mendorong petani menerapkan pengelolaan budidaya secara organik. Misalnya, untuk menjaga buah kakao dari hama helopeltis, mereka memanfaatkan dedaunan yang difermentasi untuk disemprotkan pada buah.

"Rata-rata petani Genggelang sudah lancar mengendalikan hama, kendala utama sampai sekarang adalah pemasaran hasil produksi. Kakao paling mahal dihargai Rp 21.000. Harga beli tertinggi sekitar Rp29 ribu per kg, itu terjadi sekitar tahun 2000-an," imbuhnya.

Petani di lingkaran pengepul seolah menjadi pemandangan jamak yang ditemui. Pemda KLU sejatinya diharapkan menyiapkan "bapak angkat" yang menyerap bahan baku dengan harga bersaing. Jika perlu, melalui BUMD/BUMDes. (Johari/Lombok Utara)
Share:

Siasati Pemadaman Listrik, Pelaku Wisata Lombok Timur Kemas Romantic Time

Suasana romantic time

Pelaku wisata di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) tidak merasa dirugikan dengan seringnya pemadaman listrik oleh pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN). Mati lampu tetap dibuat kemasan menarik untuk wisatawan.

"Kita kemas dengan membuat romantic time," ungkap Zainul Padli, Pelaku Wisata di Desa Tetebatu Kecamatan Sikur Kabupaten Lotim kepada Suara NTB, Kamis (14/11/2019).

Suguhan kemasan pelaku wisata di homestay-homestay itu dinilai sangat diminati wisatawan.  Romantic Life dibuat dengan cukup menyalakan lampu penerangan sepertin lilin atau botol bekas yang ditaruh setiap sudut kamar. Suasana nyaman dan ketenangan di tengah lingkungan yang asri dinilai wisatawan salah satu tambahan pemikat untuk menginap di rumah-rumah warga.

Diakuinya, listrik padam yang sudah terjadi beberapa hari terakhir membuat pelaku usaha cukup terganggu. Namun, karena tidak ada daya membantah, pelaku usaha wisata ini mencoba menciptakan hal-hal yang diharapkan tidak membosankan bagi wisatawan.

Meski demikian, tetap diharap listrik kembali bisa normal. Pasalnya, banyak aktivitas lain yang tak bisa dilaksanakan karena terkendala listrik.

Sejauh ini, kerapnya lampu padam ini juga memang tidak berpengaruh pada kunjungan wisatawan mancanegara ke Tetebatu. Sampai sekarang angka kunjungan tetap banyak tidak ada homestay yang kosong. "Semua homestay terisi, seperti di Orong Gerisak," imbuhnya.

Mendatangi Tetebatu, wisatawan menikmati sejumlah paket wisata alam nan eksotic, paket membaur dengan warga. Disebut to be Sasak People (menjadi orang Sasak) beberapa hari. Wisatawan juga diajak keliling perkampungan melihat sawah dan aktivitas petani bercocok tanam.

Sementara itu, guna mempercepat normalisasi kelistrikan di Lombok, pihak PLN tampak terus melakukan perbaikan. Seperti terlihat perbaikan di sistem jaringan Selong, Kamis (14/11/2019). Petugas PLN juga melakukan pemangkasan ranting pohon yang berdekatan dengan kabel dan tiang listrik.

Supervisor Keselamatan Kerja PLN Cabang Selong, Dian Aji menerangkan aturan di PLN minimal jarak ranting pohon dengan kabel PLN 2,5 meter. Jarak standar ini dimaksudkan agar tidak ada gangguan pada sistem jaringan. Ranting dan dedaunan yang terlalu dekat bisa menimbulkan konsleting listrik.

PLN juga memasang sebuah alat pada sejumlah tiang listrik. Alat tersebut dipasang agar saat terjadi pemadaman tidak meluas. Bisa dilakukan pembatasan areal yang dipadamkan saat terjadi pemadaman akibat sejumlah gangguan. (Rusliadi/Lombok Timur)
Share:

Efek Tetes Pariwisata, Desa Kembang Kuning Lombok Timur Bebas Pengangguran

Wagub NTB Hj. Sitti Rohmi Djalilah saat meresmikan Desa Wisata Kembang Kuning Kecamatan Sikur Lotim, September 2019.

Pembangunan bidang pariwisata desa-desa wisata diklaim memberikan efek tetes yang langsung bagi pembangunan ekonomi masyarakat. Hal ini diklaim Desa Wisata Kembang Kuning Kecamatan Sikur Kabupaten Lombok Timur (Lotim).

Kepala Desa Kembang Kuning, H. Lalu Sujian, menuturkan, setelah beberapa tahun terakhir ini menggerakkan sektor pariwisata terbilang tidak ada lagi warganya yang jadi pengangguran. Wisata ini telah memberikan efek ekonomi yang cukup positif bagi warga.

Gambaran lainnya, jumlah homestay di Kembang Kuning terus bertambah. Saat ini sudah terdapat 14 homestay dengan 50 unit kamar tidur. Salah satu homestay dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kembang Kuning yang dinamai Bale Kembang Kuning.

Homestay yang dikelola BUMDes ini yang hanya tiga kamar unit kamar. Per kamar dijual seharga Rp 550 ribu untuk wisatawan asing dan Rp 350 ribu untuk domestik. Setiap bulan, homestay ini selalu terisi tamu yang menginap. Sudah pasti, ini menjadi sumber pendapatan asli desa yang cukup menggiurkan.

Suasana Desa Wisata Kembang Kuning Lombok Timur
Sumber PADes yang tengah menjadi wakil NTB dalam lomba Desa Wisata Nusantara ini juga mengemas objek wisata yang dimilikinya sebagai salah satu daya tarik bagi wisatawan. Di antaranya Air Terjun Sarang Walet dan beberapa objek wisata lain juga turut menambah pendapatan bagi Desa Kembang Kuning.

Suksesnya pengembangan wisata desa ini membuat Kembang Kuning kembali akan diberikan bantuan oleh pemerintah untuk membangun homestay senilai Rp 1,5 miliar dari Kementerian Desa PDTT.  Dispar NTB juga sudah berikan Rp 500 juta yang diperuntukkan jalan ke objek wisata. Lainnya untuk toko suvenir lengkap dengan isinya.

Kepala Dinas Pariwisata Lotim, Dr. H. Mugni menilai, Kembang Kuning menjadi contoh pengembangan perekonomian masyarakat dari sektor pariwisata. Apa yang sudah dilakukan di Desa Kembang Kuning ini dianggap sangat positif untuk perbaikan taraf ekonomi masyarakat secara langsung.

Keikutsertaan Desa Kembang Kuning dalam Lomba Desa Wisata Nusantara 2019 ini diyakini juga nanti akan berdampak pada dukungan pengembangan dan pembinaan dari pemerintah pusat. Karenanya sangat diharapkan, Kembang Kuning bisa menjadi juara satu. ‘’Saat ini kan sudah masuk nominasi pertama dari 10 nominasi desa wisata berkembang di Indonesia,’’ tuturnya.

Semakin membaiknya penataan desa wisata ini, maka akan berdampak langsung pada pengembangan ekonomi masyarakat. Di mana, paket-paket kunjungan wisata akan dibuat. Pastinya, banyak wisatawan yang akan berkunjung dan menikmati sajian paket wisata tersebut.

Kembang Kuning sambung Kadispar Lotim ini memiliki kekayaan khasanah wisata yang cukup unik. Desa dengan konsep wisata berbasis kemasyarakatan ini telah menyajikan pengembangan wisata melibatkan langsung masyarakat dalam paket-paket wisata. Antara lain paket friendly tourism, coffee process, kunjungan ke sawah-sawah dan lainnya. Semua kemasan paket wisata itu menjadi daya tarik yang cukup memikat wisatawan. (Rusliadi/Lombok Timur)
Share:

Membangun Desa di NTB Lewat Desa Wisata

Gubernur NTB H. Zulkieflimansyah bersama Bupati Lombok Tengah H. M. Suhaili FT meresmikan Desa Wisata Bilelando Kecamatan Praya Timur, 17 Februari 2019 lalu. 

Sesuai RPJMD-NTB 2019-2023 dan telah ditindaklanjuti dengan SK Gubernur Dr. H. Zulkieflimansyah, ditetapkan 99 Desa untuk dikembangkan sebagai Desa Wisata. Tahun 2019, ditargetkan digarap 20 Desa Wisata. Desa-desa itu tersebar di seluruh kabupaten/kota di NTB, dengan beragam pesona, keunikan dan ke-khasannya masing-masing. Apalagi, konsep desa wisata adalah pembangunan dan pengembangan potensi desa secara  terintegrasi.

Mengembangkan desa wisata telah dimulai jelang akhir pemerintahan Dr. TGH. M. Zainul Majdi dan H. Muh. Amin, SH., MSi., beberapa waktu lalu. Di mana, muncul beberapa desa wisata di Lombok Tengah yang memiliki inisiatif sendiri untuk mengembangkan potensi yang dimiliki desanya. Misalnya, seperti di Desa Bilebante, Kecamatan Pringgarata dan Desa Setanggor, Kecamatan Praya Barat.

Sebuah desa wisata di samping harus didukung oleh modal potensi baik pesona alam serta keunikan tradisi dan sosial budayanya. Juga harus memiliki unsur ketangguhan atau aman dan mantap, tersedianya infrastruktur dan aksesibiltas wilayah yang memadai sehingga pergerakan barang dan orang serta aktivitas sosial dan bisnis menjadi lancar. 

Keberhasilan pengembangan desa wisata ini ternyata menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di NTB. Jika selama ini, pihak desa belum serius menjadikan potensi yang ada di desanya sebagai sumber PADes baru dan lapangan kerja bagi warga sekitarnya. Sebagai contoh, Desa Kembang Kuning dan Desa Jeruk Manis Kecamatan Sikur Lombok Timur, terus mengembangkan potensi yang ada di desanya. Apalagi, lokasinya di bawah kaki Gunung Rinjani dan banyak memiliki objek wisata alam yang tidak kalah indahnya.


Aspek yang tidak kalah pentingnya bagi sebuah desa wisata adalah penyediaan fasilitas pendukung aktivitas sosial ekonomi, termasuk program-program pemberdayaan masyarakat. Seperti pembinaan dan pengembangan berbagai produk handycraf, UMKM, kuliner, atraksi seni, pengembangan beragam produk-produk kearifan lokal, BUMDes Bersaing dan wisata agro lainnya, beserta jaringan pemasarannya harus tersedia. Tidak terkecuali pada aspek pelestarian nilai-nilai aneka tradisi, sehingga menjadi daya pikat tersendiri sekaligus persyaratan bagi terwujudnya sebuah desa wisata.

Pengembangan desa wisata juga membutuhkan dukungan infrastruktur digital yang memadai. Karena sangatlah sulit potensi desa wisata yang indah, akan dapat dipromosikan secara luas ke mancanegara, jika tidak ada akses internet yang memadai.

Keberhasilan pengembangan beberapa desa wisata ini ternyata menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di NTB untuk mengembangkan potensi yang dimiliki secara lebih maksimal. Jika selama ini, pihak desa belum serius menjadikan potensi yang ada di desanya sebagai sumber PADes baru dan lapangan kerja bagi warga sekitarnya. Sebagai contoh, Desa Kembang Kuning dan Desa Jeruk Manis Kecamatan Sikur Lombok Timur, terus mengembangkan potensi yang ada di desanya. Apalagi, lokasinya di bawah kaki Gunung Rinjani dan banyak memiliki objek wisata alam yang tidak kalah indahnya.

Termasuk Desa Bilelando Kecamatan Praya Timur Lombok Tengah mengembangkan potensi wisata yang dimiliki, yakni Pantai Ujung Kelor yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Lombok Timur.

Belum lagi, desa-desa yang ada di Lombok Barat, Lombok Utara, Sumbawa, Bima, Dompu, Sumbawa Barat, baik yang ada di kaki gunung dan pantai ‘’berlomba’’ mengembangkan potensi yang ada. Masing-masing desa memiliki keunikan dan kekhasannya, sehingga wisatawan yang datang berkunjung ke satu desa akan disajikan potensi wisata yang berbeda dibandingkan dengan desa yang lain.

Desa Wisata Bisa Entaskan Pengangguran

Dalam mengembangkan desa wisata, boleh dikata, Desa Bilebante, Kecamatan Pringgarata Loteng adalah pelopor. Desa Bilebante menjadi desa wisata tahun 2013 lalu, angkatan kerja baru langsung bisa terserap lantaran ada aktivitas yang bisa mendatangkan keuntungan di sana.
“99 persen warga di sini tidak ada yang menganggur. Hanya 1 persen yang menganggur, itu pun karena dia yang tidak mau kerja,” kata Hj. Zaenab selaku salah seorang perintis Desa Wisata Bilebante kepada Ekbis NTB, Jumat (8/11/2019).

Potensi wisata Pasar Pancingan yang ada di Desa Bilebante Lombok Tengah.
Zaenab mengatakan, setiap desa wisata memiliki potensi yang bisa dijual kepada wisatawan. Kalau di Bilebante, potensi yang dijual di antaranya wisata kuliner, jalur bersepeda, terapi kebugaran bernuansa syariah dan lain sebagainya. “Wisatawan banyak yang datang, sekitar 200 – 300 orang per bulan. Mereka berasal dari berbagai macam daerah di Indonesia, seperti dari Jakarta, Surabaya, Kalimantan dan daerah lainnya. Ada juga yang studi banding ke sini,” ujarnya. Sementara tamu yang menginap di homestay di desa ini belum banyak yaitu sekitar 6-8 orang per bulan.

Kelompok yang studi banding mempelajari proses sinergitas antara UMKM dan desa wisata. Karena di Bilebente, keduanya bersinergi dan saling menguntungkan. “ Misalnya masyarakat yang berjualan di desa wisata dikenakan 15 persen kontribusi untuk pengembangan desa wisata,” tuturnya.

Setelah tiga tahun tanpa bantuan dari pihak luar, barulah kemudian desa wisata ini mendapat dukungan dari pemerintah daerah, pemerintah pusat serta dari pemerintah desa melalui dana desa.” Sekarang 10 persen dari dana desa di Bilebante dialokasikan untuk pengembangan wisata desa ini,” katanya. (Marham/Zainuddin Syafari)
Share:

Ketua BPPD Loteng Ingatkan Desa Wisata Berbenah


Ketua BPPD Lombok Tengah Ida Wahyuni (Dokumentasi Pribadi/Twitter)
PULUHAN desa wisata yang sedang dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) menjadi penyangga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Saat ini sekitar 40 desa yang tetap eksis mengembangkan diri menjadi desa wisata di Loteng. Namun tahun depan, sekitar 37 desa wisata lagi yang akan didorong untuk menjadi desa yang siap menerima kunjungan wisatawan domestik maupun mencanegara.

Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Kabupaten Loteng Ida Wahyuni kepada Ekbis NTB, Kamis (7/11/2019), mengatakan, pascagempa yang melanda NTB tahun 2018 lalu, kunjungan wisatawan ke desa wisata sudah berangsur-angsur normal. ‘’Namun demikian, ada sebagian yang masih dalam tahap perbaikan infrastruktur serta sarana dan prasarana pascagempa,” katanya.

Yang jelas kata Ida, BPPD, pelaku desa wisata dan unsur terkait lainnya sedang  berupaya melakukan promosi untuk menarik kunjungan ke desa wisata yang jumlahnya akan terus bertambah. Masyarakat semakin bersemangat membangun dan mengelola desa wisata setelah melihat perkembangan KEK Mandalika dan rencana pelaksanaan MotoGP tahun 2021 mendatang. 

“ Kami optimis sekali, karena bukan hanya di Mandalika saja yang menjadi pusat kunjungan, namun daerah penyangga seperti desa wisata ini harus kita siapkan. Kita tingkatkan untuk capacity building-nya, bagaimana mengelola agar length of stay wisatawan juga bisa bertambah seperti itu serta bagimana pengembangan SDM masyarakat,” katanya.

Menurut perintis Desa Wisata Setanggor ini, mengeloa desa wisata relatif tidak memiliki tantangan yang serius, karena yang dibutuhkan adalah kesiapan masyarakat, ada potensi desa yang bisa dijual serta pemerintah desa mendukung terbentuknya desa wisata tersebut.

Saat ini desa wisata di Loteng sedang berkembang positif dan angka kunjungan wisatawannya cukup tinggi. Sebagai gambaran  di desa wisata Setanggor, hampir setiap hari sekarang tingkat hunian homestay-nya penuh.” Homestay VIP yang pakai AC itu 11 kamar, selebihnya pakai kipas. Jadi yang jadi homestay itu rumah masyarakat itu sendiri,” tambahnya.

Menurutnya, modal terbesar dalam mengelola desa wisata adalah kesadaran dari masyarakat akan pentingnya hospitality dan pelayanan yang baik. “ Dan masyarakat saya lihat sudah mulai berbenah agar tamu yang datang bisa nyaman. Terlebih jualan desa wisata adalah aktivitas harian masyarakat atau kearifan lokal yang ada di dalam masyarakat itu sendiri,”tambahnya.

Tinggal pekerjaan rumah yang harus ditingkatkan saat ini yaitu promosi melalui dunia maya, karena akses digital sangat penting untuk meningkatkan angka kunjungan wisatawan. “ Kami semakin bersemangat dan optimis karena Ditjen PDT Kementerian Desa memiliki program bantuan 300 juta untuk digital promotion per desa wisata di tahun 2020 nanti,” katanya.(Zainuddin Syafari/Ekbis NTB)
Share:

Friday 1 November 2019

Tiga Ribu Dulang Warnai Pesona Budaya Desa Pengadangan Lombok Timur

 Sebanyak 3.000 dulang tengah diarak (betetulak) dari empat arah dalam Pesona Budaya II Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lotim, Rabu (30/10/2019)

Pagelaran Pesona Budaya II Desa Pengadangan tahun 2019 mulai di gelar, Rabu (30/10/2019). Pembukaan kegiatan dipusatkan di halaman kantor Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur yang dibuka dengan sholawat dengan tema adat gama (adat-agama).

Pesona Budaya II Desa Pengadangan tahun 2019  dilaksanakan dari tanggal 30 Oktober hingga 9 November 2019. Terdapat beraneka kegiatan yang dilaksanakan berupa Betetulak, Prabot Preaq, Ngalu Ujan, Maulid Kebon Doe, Nyeleng Minyak 1.000 Hajat, Mulud Beleq, Pentas Kesenian Pengadangan dan tak kalah pentingnya yang memukau event ini yakni dihadirkannya 3.000 dulang yang disajikan langsung oleh masyarakat Desa Pengadangan.

Sebanyak 3.000 dulang datang dari empat penjuru, masing-masing penjuru utara, selatan, timur dan barat. Dulang yang dibawa oleh kaum ibu-ibu ini kemudian ditempatkan di sepanjang jalan di Desa Pengadangan untuk kemudian dinikmati oleh tamu undangan, wisatawan dan masyarakat dengan cara begibung. Momentum ini diyakini dapat mempererat silaturahmi antar sesama di samping melestarikan adat dan budaya yang sudah lama berkembang di tengah-tengah masyarakat Desa Pengadangan.

"Pesona Budaya Desa Pengadangan tahun ini yang kedua kalinya kita gelar. Pelaksanaan dari tanggal 30 Oktober sampai 9 Nopember 2019. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung kegiatan ini," ungkap Ketua Panitia Pesona Budaya Desa Pengadanganan II, Wardi.

Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Lotim, Akhmad Roji, menilai jika Pesona Budaya II Desa Pengadangan merupakan salah satu maksud dengan keterlibatan masyarakat membangun total budaya desanya. Melahirkan partisipasi masyarakat yang tinggi sehingga pemerintah harus melirik yang tidak semua desa yang bisa dilakukan.
 
Tokoh adat Pegadangan dan masyarakat menikmati dulang pada Pesona Budaya II Desa Pengadangan 2019
Ia berharap event berikutnya harus terus berinovasi untuk menciptakan event-event yang lebih berkualitas supaya event yang dilaksanakan tidak monoton. "Di sinilah wonderful dilaksanakan. Untuk tema Pesona Budaya II Desa Pengadangan sangat tepat dengan mengangkat tema adat gama (adat dan agama).

Kepala Dinas Pariwisata Lotim, Dr. H. Mugni, mengapresiasi event Pesona Budaya II Desa Pengadangan yang menurutnya luar biasa. Event ini harus terus ditingkatkan. Bahkan, Pesona Buda II Desa Pengadangan kedepan akan dimasukkan pada kalender event kepariwisatan Lotim besama Alunan Budaya Desa Pringgasela.

Ke depan pemerintah mendorong event-event besar yang melibatkan masyarakat seperti 3.000 dulang sangat patut masuk rekor muri. Untuk daya tarik, juga menjual budaya untuk turis. Hadirnya wisatawan baik lokal maupun mancanegara juga akan berdampak terhadap perekonomian masyarakat setempat dengan lahirnya usaha homestay. "Pada tahun 2020. Insya Allah kita akan undang tim dari rekor MURI," ujarnya.

Kades Pengadangan, Iskandar mengatakan, pelaksana Pesoana Budaya II Desa Pengadangan merupakan salah satu wujud persatuan dan kesatuan masyarakat dengan tumpah ruahnya menyukseskan acara yang dilaksanakan setiap tahun ini. Pesona budaya bukan semata-mata menebarkan pesona. Namun bagaimana menunjukkan persatuan di dalam adat dan agama. Antara adat dan agama tidak dapat dipisahkan, apabila seseorang beradat, sudah pasti beragama. (Yoni Ariadi/Suara NTB)
Share:

Monday 28 October 2019

Peringatan Bulan Bahasa


Apa yang menyebabkan bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa? Pasti Anda juga bisa menjawabnya. Ya, bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa karena pada 28 Oktober 1928 para pendahulu bangsa kita mencetuskan Sumpah Pemuda dengan bahasa, bahasa Indonesia, sebagai butir ketiganya. Belakangan, bulan Oktober tidak disebut sebagai bulan bahasa saja, tapi bulan bahasa dan sastra. Ini seharusnya dilakukan sejak lama. Sebab meskipun bahan dasar sastra merupakan bahasa, kompleksitasnya kadang melampaui bahasa.

Bagi kalangan civitas akademis sudah tidak asing dengan nama bulan bahasa, terlebih kalangan jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia baik yang kependidikan maupun bukan. Sekedar mengingatkan, di Indonesia pada bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan Bahasa. Banyak orang yang belum tahu tentang hal ini –saya pun baru mengetahui setelah kuliah di jurusan Bahasa dan Satra Indonesia – Penetapan sebagai bulan Bahasa didasarkan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia.

Umumnya kegiatan dan peringatan bulan bahasa hanya diperingati/dilaksanakan sebagian bangsa Indonesia, terutama kalangan akademis atau pemerhati bahasa Indonesia, dengan mengadakan kegiatan semacam lomba baca puisi, pidato, seminar, workshop, dan sebagainya.

Bahasa mencerminkan Bangsa Kenyataan sekarang, lunturnya rasa bangga terhadap bahasa Indonesia diwujudkan melalui tulisan, percakapan yang semakin jauh dengan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia. Kebanggaan terhadap kemampuan bahasa asing melebihi Bahasa Nasional sendiri. Terbukti lagi pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah merupakan momok yang ditakuti dan mendapat nilai di bawah rata-rata. Secara tidak langsung bahasa lisan atau tulis dapat menggambarkan kondisi bangsa saat ini.

Bulan Bahasa Sekolah Sudah saatnya pemerintah memperhatikan Bulan Bahasa di Bulan Oktober ini. Perlu ada semacam perubahan kurikulum atau aturan yang mempertegas pelaksanaan kegiatan di Bulan Bahasa. Pendidikan Sekolah mulai PAUD sampai SMA dan perguruan tinggi sebagai salah satu sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tempat yang paling efektif untuk menumbuhkan rasa bangga terhadap Bahasa Indonesia. Melalui kegiatan yang atraktif, menarik dan melibatkan semua pihak untuk belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan mempertahankan Bahasa Indonesia ? Mari kita belajar berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Setiap bulan bahasa sekolah kami atau bisa di sebut SMANSABEL mengadakan lomba yang berkaitan dengan bulan bahasa, seperti: Lomba Cipta Baca Puisi, Tutur Cerita Rakyat, MC, Pidato Menirukan Tokoh, ranking 1 .Dan masih banyak lagi. Pokoknya pas pelaksanaan bulan bahasa di sekolah kami pasti meriah. (*)
Share:

Tuesday 3 September 2019

Apem, Onde-onde dan Kue Tradisional Lombok Lainnya Jadi Suguhan Khas di APGN 2019

Jajanan khas Lombok jadi suguhan di APGN 2019
Berbagai jenis jajanan tradisional menjadi suguhan khas usai acara pembukaan (opening ceremony ) The 6th Asia Pacific Geopark Network (APGN) Symposium 2019, yang berlangsung di hotel Lombok Raya, Mataram, Selasa (03/09/19).

Beberapa jenis jajanan tradisional tersebut di antaranya, sarimuke, kue apem, onde – onde, kue ketan merah dan lainnya. Jajanan khas ini sengaja disajikan untuk memperkenalkan makanan khas Indonesia khususnya jajanan khas NTB.

Salah satu peserta APGN asal Jerman Bexi mengatakan, sangat senang bisa disuguhkan jajanan tradisional. Selain rasanya enak dan manis juga bentuknya unik. ‘’Saya sangat suka, enak dan manis. Apalagi kopinya, sangat enak dan baunya juga khas sekali. Saya kebetulan sangat suka juga kopi pahit jadi cocok sekali di lidah,’’ katanya dalam bahasa Inggris.

Peserta lainnya, Mr. Takagawa asal Jepang juga sangat terkesan dengan suguhan makanan tradisional selama berada di Lombok.’’Saya sangat suka makanannya, hanya saja saya tidak terlalu suka pedas jadi tidak makan jajanan yang ada cabainya. Tapi saya sangat suka jajanan yang bulat- bulat ini,’’Katanya sambil menunjuk kue onde- onde sambil tersenyum.

Peserta APGN dari Jepang mencicipi jajanan khas Lombok
Selain terkesan dengan makanan, Mr.Takagawa juga sangat terkesan dan takjub dengan keindahan alam Lombok.’’ Tidak hanya indah, namun budayanya juga sangat unik,’’ terangnya.
Kegiatan APGN Symposium ini merupakan agenda pertemuan rutin 2 tahunan jaringan geopark se-Asia Pasific. Dimana pada simposium yang ke-6 kali ini, Rinjani Lombok UNESCO Global Geopark mendapat kehormatan menjadi tuan rumah. Sebelumnya, penyelenggaraan simposium pertama kali diselenggarakan di Langkawi Global Geopark- Malaysia tahun 2009, simposium kedua diselenggarakan di Dong Van Karst Plateau Global Geopark- Vietnam tahun 2011, kemudian simposium ketiga di Jeju Global Geopark- Korea Selatan tahun 2013, simposium keempat di San’in Kaigan Global Geopark- Jepang tahun 2015 dan simposium kelima di Zhijindong Cave Global Geopark- China tahun 2013.

Beberapa agenda yang telah dan akan berlangsung di antaranya, simposium, field trip mengunjungi geopark yang ada di NTB, pameran dan beberapa kegiatan lainnya. Kegiatan ini diikuti sekitar 700 orang dari 35 negara Asia Pacific. Berlangsung mulai 31 Agustus hingga 6 September 2019. (Diskominfotik NTB)
Share:

UNESCO Global Geopark Terkesima Keindahan Lombok

Peserta APGN ke 6 tahun 2019 di NTB pose bersama
PRESIDENT UNESCO Global Geopark (UGG), Guy Martini mengungkapkan bahwaPulau Lombok adalah tempat yang terindah. Pantai yang bersih dan laut yang biru begitu memanjakan mata.
"Saat menginap di Gili Terawangan, dari jendela tempat tidur kami dapat menyaksikan indahnya laut yang biru dan bersih. Seolah tak pernah diguncang gempa", ungkapnya saat menghadiri makan malam (welcome dinner) di halaman kantor Gubernur NTB, Senin malam (2/9/2019).

Di depan Gubernur Dr. H. Zulkieflimansyah,  Wakil Gubernur Dr. Hj. Rohmi Djalilah, Kapolda, Danrem 162, kepala OPD lingkup Pemprov  NTB dan perwakilan 800 peserta Geopark Tambora di Asia Pacific Geopark Network (APGN) 2019, Martin memuji pelaksanaan kegiatan ini.

Menurut pria asal Perancis ini, saat tiba di Pulau Lombok, pada hari pertama ia beserta peserta APGN 2019 lainnya menghabiskan waktu di gili selama tiga hari. “Kami disambut dengan baik dan  disuguhi acara yang megah,” jelasnya.

 Guy Martin juga memuji  upaya Pemerintah Provinsi NTB dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa yang sudah berjalan kurang lebih setahun ini.

Ia mengatakan musibah gempa bumi serta seluruh proses rehab rekon oleh pemerintah dan masyarakat NTB terus ia pantau perkembangannya. Masyarakat NTB bisa bergerak cepat untuk menjalani hidup seperti biasa dan secara normal.

President UNESCO Global Geopark, Guy Martini
Sementara itu peserta APGN 2019 asal negara Cina Maggie, mengaku pasca gempa bumi yang melanda Lombok-Sumbawa, rehab dan rekonnya begitu cepat. Pemerintah dan masyarakat sudah sangat baik bekerja membangun kembali Lombok.”Sungguh kerja bagus dari pemerintah,” ungkap Maggie.

''Kami mendengar tentang gempa di Pulau Lombok Indonesia.  Namun ini bukan berita yang besar di negara saya,'' tambahnya.

Menurutnya gempa bumi di Lombok Indonesia, tidak membuat dirinya dan peserta APGN 2019 untuk datang ke Lombok. “Di sini sangat indah dan banyak pantai,” pujinya.

Gubernur NTB, Dr. Zulkieflimansyah  saat memberikan sambutan, diawalinya dengan menyampaikan sebuah ilustrasi untuk mengekspresikan perasaan masyarakat di NTB.

"Setiap hari di tempat kami, seekor rusa terbangun dan dia tahu bahwa dia harus berlari melebihi dari larinya Macan. Kalau tidak dia akan terbunuh. Begitu juga seekor macan, dia harus dan dia tahu bahwa harus berlari lebih cepat dari rusa atau dia akan kelaparan, Jadi tidak masalah kalian itu macan atau rusa, ketika matahari terbit sebaiknya kalian lari " ungkap Doktor Zul sapaan akrabnya

Cerita sederhana ini, menurut gubernur, benar benar mengekspresikan perasaan dan keinginan masyarakat NTB setelah satu tahun lalu dihantam oleh gempa bumi. banyak masyarakat kehilangan nyawa, namun gempa bumi telah menuliskan cerita sederhana, bahwa masyarakat NTB harus mampu berharmoni dengan lingkungan, dengan bumi dan belajar bagaimana untuk mengubah alam dan masyarakatnya.

“Kami hidup tanpa  previllage, kami tidak mempunyai banyak pilihan kecuali mengubah diri kami menjadi komunitas yang ramah terhadap masyarakat pebisnis,ramah terhadap investasi dan juga ramah terhadap pengunjung yang tertarik berkunjung ke tempat kami di Lombok dan Sumbawa,” tutur Doktor Zul penuh hangat.

Terlepas dari semua itu,  gubernur ingin masyarakat NTB menjadi sangat senang untuk tinggal di Pulau  Sumbawa dan Lombok yang cantik. Karenanya, masyarakat merasa sangat beruntung dan terhormat sebagai tuan rumah diselenggarakan event internasional yang dikemas dalam Asia Pasifik Geopark Network (APGN) Symposium 2019.

“Atas nama masyarakat NTB, kami menyambut kehadiran seluruh para peserta simposium ke 6 APGN  ditempat kami, dan kami berharap dengan pertemun ini kita dapat belajar dan berubah bersama untuk mendapatkan dunia yang lebih baik dan mengerti tentang geopark dan dampak langsungnya terhadap masyarakat kami,'' tutup gubernur. (Diskominfotik NTB)
Share:

Wednesday 14 August 2019

Kerajaan Pamatan dalam Babad Lombok

Naskah kuno Babad Lombok
Nama Samalas berasal dari nama Gunung Api yang ada dalam naskah Babad Lombok. Ditulis pada daun lontar sekitar abad ke – 18 dalam bahasa Jawa Madya. Pengalihaksaraan dilakukan Lalu Gde Suparman tahun 1994. Dari naskah ini kemudian ditelusuri jejak peradaban yang tertimbun sisa letusan Samalas tahun 1257.  

Kutipan tersebut berbunyi “Gunung Rinjani longsor, Gunung Samalas runtuh, banjir dan batu gemuruh, jatuh di Desa Pamatan, lalu hanyut rumah, lumpur rubuh. Terapung apung di lautan. Penduduknya banyak yang mati.

Jika dihubungkan dengan peradaban kuno, sejumlah temuan benda arkeologi di Desa Aik Berik, Desa Tanak Beak dan Ranjok, Kecamatan Batukliang Kabupaten Lombok Tengah, semakin menguatkan bahwa benda-benda tersebut merupakan peninggalan setelah letusan Gunung Samalas tahun 1257 silam.

"Gerabah yang ditemukan di sana sama dengan gerabah yang ditemukan di Gunung Piring Truwai, yang merupakan peninggalan prasejarah. Dari hasil kajian giloginya juga, bahwa lapisan tanahnya menunjukan bahwa itu sudah berusia 700 tahun lebih. Jadi kalau dihubungkan dengan letusan Samalas itu cocok," ujar Kasubag Museum pada Museum Provinsi NTB, Bunyamin kepada Suara NTB, Senin (12/8/2019).

Penemuan sejumlah artepak di Desa Aik Berik tersebut, semakin menguatkan tentang keberadaan sebuah Kerajaan Pamatan yang lenyap tertimbung oleh letusan Samalas. Temuan-temuan benda-benda artefak tersebut bisa menjadi petunjuk untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari keberadaan Kerajaan Pamatan.

Sebab, benda-benda yang ditemukan itu memiliki kemiripan dengan benda-benda kuno yang ada di Vietnam. Hal itu tentu bisa menjadi petunjuk bahwa sebelum letusan Samalas terjadi pernah hidup peradaban yang cukup maju di Lombok, yang sudah menjalin hubungan perdagangan dengan dunia luar.

"Temuan itu memang sama dengan benda-benda kebudayaan milik Vietnam, dan dari hasil penelitian orang Amerika. Itu artinya bahwa nenek moyang kita sudah berinteraksi dengan dunia luar ketika itu," jelasnya.

Hanya saja, temuan tersebut belum cukup untuk bisa sampai pada kesempulan terkait dengan keberadaan Kerajaan Pamatan. Sebab di naskah kuno Babad Lombok, juga disebutkan bahwa Pamatan bukan kerajaan, namun hanya sebuah desa.

"Kalau Pamatan ini memang disebutkan Desa Pamatan, di Babad Lombok itu  bukan kerajaan, dan itu ada tujuh bait yang diceritakan tentang Pamatan. Jumlah penduduk Pamatan yang disebutkan sampai 10 ribu di naskah itu kemungkinan bukan penduduk Desa Pamatan, tapi penduduk Lombok," jelasnya.

Pulau Lombok diyakini banyak menyimpan sejarah besar, namun belum bisa digali dengan maksimal. Keyakinan itu bisa dilihat dari ditetapkannya Gunung Rinjani sebagai Geopark Dunia. Namun penggalian sejarah tersebut masih terkendala dengan tidak memiliki balai Arkeologi sendiri yang bisa fokus melakukan penelitian.

"Museum geologi itu sangat penting, karena kita sudah punya geopark skala internasional. Sekarang kan masih dibawah Bali kita, sehingga kalau kita punya Balai Arkeologi sendiri, mungkin bisa lebih maksimal untuk melakukan penelitian sejarah. Karena kita sangat kaya dengan peninggalan kebudayaan," sebut Bunyamin.

Peninggalan-peninggalan kebudayaan milik Lombok yang sudah ditemukan saat ini terisimpan di berbagai tempat, ada yang di Balai Arkeologi Bali, Museum Geologi Nasional dan juga beberapa ada di Belanda. Jika dilakukan penelitian lebih dalam, maka diyakini akan bisa ditemukan sejarah yang lengkap tentang peradaban yang pernah hidup pra letusan Samalas.

"Sejarah Lombok ini kayak missing link. Prasasti kita belum ada, kebanyakan manuskrip kita itu setelah Islam. Nah pada abad sebelumnya belum pernah ada. Kita tidak pernah tahu apakah itu artefak - artefak kita dibawa ke Belanda atau tertimbun  oleh letusan Samalas itu belum kita tahu. Karena beberapa yang sudah ditemukan ini ada tersimpan di Museum Nasional, di Belanda dan juga yang baru-baru ditemukan," ujarnya.

"Sekarang yang ada ini sejarah Lombok itu berbeda-beda antar daerah. Karena tidak ada sumber yang pasti. Karena itulah perlu lembaga Arkeologi sendiri, untuk melakukan penelitian baik dari sisi geologi maupun arkeologi. Kan temuan-temuan yang sekarang ini, baru sebatas temuan masyarakat yang ditindaklanjuti, tapi upaya penelitian lebih dalam itu belum ada," pungkasnya. (Hiswandi/Suara NTB)
Share:

Letusan Gunung Samalas yang Mengubur Kerajaan Pamatan Lombok

Kepala Desa Tanak Beak Maknun menunjuk ke arah sisa galian tanah uruk yang diperkirakan di bawahnya tertimbun Kerajaan Pamatan.

Selama tiga dasawarsa peneliti belum bisa menjawab pertanyaan mengenai letusan hebat abad pertengahan. Aktivitas super kegunungapian yang membuat perubahan iklim drastis Eropa dan sebagian Asia pada tahun 1258. Sampai kemudian muncul teori Gunung Samalas. Benarkah letusan maha dahsyat ini mengubur Kerajaan Pamatan?

Ahli geologi mengupas Samalas dalam Geomagz Volume 6 Nomor 1 terbitan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI 2016. Pemerhati Kebumian, Atep Kurnia menjelaskan ahli akhirnya mengurucutkan bahwa misteri letusan 1258 ditengarai akibat aktivitas satu gunung api di Indonesia.

Hal itu merujuk pada temuan 15 ahli gunung api dunia yang dimuat dalam Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS) Vol 110 No 42. Ditulis dengan tajuk “Source of the great A.D 1257 mistery eruption unveiled, Samalas volcano, Rinjani Volcanic Complex, Indonesia.”

Ahli dari Indonesia yang terlibat yakni Geolog pada Badan Geologi Bandung Indyo Pratomo, akademisi Geografi Universitas Gadjah Mada Danang Sri Hadmoko, dan mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono.

Atep menyebut tulisan itu menyatakan bahwa sumber letusan misterius abad pertengahan itu berasal dari kompleks Gunung Api Rinjani, Indonesia. Penanggalan 14C mengindikasikan bahwa klimaks letusan yang membentuk kaldera itu terjadi pada abad ke-13 (Akira Takada, 2003).

Sementara Penelitian Rinjani Franck Lavigne dkk menyimpulkan bahwa letusan gunung api di sekitar Kompleks Rinjani ini lebih besar dibandingkan letusan Gunung Tambora 1815. Lavigne, tulis Atep, menganalisis data stratigrafi dan geomorfologi, vulkanologi fisik, penanggalan radiokarbon, geokimia tefra, dan kronik.

Lavigne melanjutkan bahwa letusan itu melepaskan 40 kilometer kubik abu setinggi 43 kilometer. Total magma yang dilepaskan sebesar 40,2 ± 3 km3 Dense Rock Equvalent (DRE) atau kesetaraan volume batuan yang dierupsikan. Letusan itu setara magnitudo 7.

Lavigne menemukan perbandingan gelas yang ditemukan di inti es dengan material hasil letusan tahun 1257 yang menunjukkan kemiripan. Hal itu menjadi rujukan yang memperkuat hubungan letusan tahun 1257. Letusan itu menjadi yang terbesar selama periode holosen hingga menyebabkan anomali iklim pada tahun 1258 utamanya di belahan utara bumi.

Atep melanjutkan hasil temuannya. Bahwa Lavigne mencari jawaban mengenai literatur tertulis dari sumber lokal. Lavigne memutuskan untuk mencarinya di Perpustakaan Leiden, Belanda dan Perpustakaan KITLV, yang menyediakan dokumentasi Indonesia di masa lalu.

Pencairan Lavigne, masih tulis Atep, menemunkan naskah Babad Lombok. Babad Lombok menurut Sasak and Javanese Literature (Morisson, 1999) memilki beberapa versi. Perpustakaan Nasional memberi kode Bd Codex 395.

Naskah Babad Lombok yang dikutip Lavigne berisi naskah tambo sejarah Lombok sejak Nabi Adam hingga kondisi politik Lombok pada sekitar periode lahirnya naskah babad yakni abad ke-18, tulis Atep.



Naskah itu ditranslliterasi dan ditranskripsi Lalu Wacana (1979). Lavigne menemukan Samalas dalam Babad Lombok tersebut. Nama Samalas merujuk pada gunung api yang berbarengan meletusnya dengan Rinjani, sesuai kutipan naskah tersebut.

Kutipan itu berbunyi, seperti disadur dari Atep, “Gunung Renjani kularat, miwah gunung samalas rakrat, balabur watu gumuruh, tibeng Desa Pamatan, yata kanyut bale haling parubuh, kurambaning segara, wong ngipun halong kang mati.” Artinya, berdasarkan Lalu Wacana, “Gunung Rinjani longsor, dan Gunung Samalas runtuh, banjir batu gemuruh, menghancurkan Desa Pamatan, rumah-rumah roboh dan hanyut terbawa lumpur, terapung-apung di lautan, penduduknya banyak yang mati.

Atep melanjutkan, bahwa Indyo Pratomo (2013) menyatakan temuan Gunung Samalas berimplikasi terhadap disiplin kegunungapian dan mitigasi bencana, serta memberikan peluang penelitian baru di bidang arkeologi hingga sejarah nusantara pada masa lalu.  

Jejak Peradaban Sisa Samalas   

Hingga akhir abad ke – 20, sejarah pembentukan Kaldera Rinjani terus dalam penelitian oleh ilmuwan  ternama seperti Heriyadi (2003), Asnawir (2004) dan Frank Lavigne (2013). Kesimpulan  riset bahwa kaldera Rinjani terbentuk abad ke 13, sementara berhasil mengungkap misteri letusan pada abad itu bersumber dari Gunungapi Samalas tahun 1957. Bagaimana upaya mengungkap peradaban kuno sekitar 700 tahun lalu itu di Lombok?

Balai Arkeologi Bali wilayah kerja Bali, NTB, dan NTT melakukan penelitian awal Jejak Budaya di Dusun Ranjok, Desa Aik Berik, dan Dusun Tanak Bengan Desa Tanak Beak, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, pada tanggal 6 sampai 8 Juni 2018 lalu. Dari simpulan penelitian tersebut, temuan-temuan arkeologis tersebut, ada sisa-sisa kebudayaan masa lalu.
 
Kepala Desa Tanak Beak Maknun dan pengurus Pokja Samalas foto di atas permukaan tanah bekas galian C. Di bawah  tanah itu diduga masih tertimbun perdabatan kuno


Kepala Balai Arkeologi Bali Wilayah Kerja Provinsi Bali, NTB, NTT, Drs. I Gusti Made Suarbhawa, kepada
Suara NTB, menyampaikan, pihaknya sudah melakukan penelitian awal pada tahun 2018 lalu. Laporan penelitian itu merupakan laporan kegiatan insiden berdasarkan laporan masyarakat dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB tentang adanya temuan di lokasi penambangan pasir di Dusun Ranjok, Kecamatan Batukliang Utara.

Selain dari Balai Arkeologi Bali, pada kegiatan itu juga terlibat tim dari Balai Geologi Bandung untuk mengidentifikasi masalah terkait letusan gunung api. Tim dari Balai Arkeologi Bali terdiri atas Drs. I Gusti Made Suarbhawa, Drs. I Nyoman Sunarya, dan I Wayan Sumerata, S.S.



Kegiatan penelitian diawali dengan melakukan survei di lokasi penelitian, pada areal penambangan tanah uruk dan pasir yang luasnya kurang lebih 50 are Dusun Ranjok. Pada awalnya pada 1 Juni 2018 masyarakat Dusun Ranjok menemukan benda-benda kuno di sebidang tanah. Saat melakukan penambangan tanah uruk dengan cara tradisional di kedalaman 35 meter dari permukaan tanah awal, salah seorang buruh tambang menemukan benda-benda yang diduga sisa aktivitas manusia masa lalu.

Setelah dilakukan penegamatan terhadap tanah yang sudah digali, tampak singkapan dengan beberapa lapisan tanah, tetapi tidak begitu jelas karena kondisi tanah yang lembab dan terdapat aliran air di bawahnya. Meski pun demikian, masih dapat diidentifikasi beberapa lapisan tanah yang merupakan debu vulkanik bercampur fumis.

Gusti Made menjelaskan, tim juga menindaklanjuti informasi tentang lokasi penambangan yang terdapat di Desa Tanak Beak, secara administratif masih termasuk wilayah Batukliang Utara. Jarak antara penambangan di Dusun Ranjok dengan lokasi di Dusun Tanak Bengan sekitar 5 kilometer. Di lokasi ini juga ditemukan sebaran fragmen gerabah dari berbagai varian bentuk, keramik, dan benda logam.

“Oleh karena indikasi permukaan sangat banyak, tim hanya melakukan dokumentasi pada tempat-tempat yang paling banyak sebaran temuannya. Beberapa temuan kemudian diambil untuk dijadikan sampel penelitian. Belum diketahui dari mana asal temuan ini. Apakah tertransfortasi dari tempat lain akibat letusan gunung api, ataukah di tempat ini dulunya sebuah pemukiman,” jelas Gusti Made.

Tim menyimpulkan bahwa temuan-temuan arkeologis di Dusun Ranjok, Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang, merupakan sisa-sisa kebudayaan masa lalu. Dibuktikan oleh temuan gerabah, keramik, beras, dan tulang. Temuan tersebut dianggap dapat mewakili  bahwa di lokasi itu pernah ada aktivitas masyarakat masa lalu. “Sedangkan belum ada temuan fitur lain, temuan lepasnya belum mampu menggambarkan pola pemukiman di lokasi ini,” ujarnya.

Gusti Made menjelaskan, sebab-sebab terkuburnya permukiman ini diduga akibat bencana alam letusan gunung api, karena semua artefak yang ditemukan berada di bawah lapisan abu vulkanik dan piroklastik gunung api. “Untuk melacak hal tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut yang komprehensif,” katanya.

Pihaknya menyarankan agar Pemerintah Daerah Provinsi NTB dan Kabupaten Lombok Tengah segera melakukan upaya perlindungan dan konservasi di Dusun Tanak Bengan, Desa Tanak Beak, dan Dusun Ranjol, Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang Utara.

Sebenarnya, akhir tahun 2018, Balai Arkeologi merencanakan penelitian lanjutan, akan tetapi karena bencana alam gempa Lombok dengan berbagai dampaknya, penelitian ditunda dan sampai saat ini belum ada penelitian lanjutan. “Kami juga sangat berkepentingan agar tahun 2020 bisa terlaksana,” pungkasnya. (Wahyu Widiantoro/Atanasius Roni Fernandes Suara NTB)

Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive