Be Your Inspiration

Tuesday 9 January 2018

Gemulai Tari Lenggo Bima yang Memikat

 
Penampilan Penari Lenggo Bima yang gemulai
Tari Lenggo merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari Bima. Tarian ini kerapkali dipertontonkan pada berbagai acara di Bima. Tarian ini menjadi salah satu budaya luhur di Bima yang masih lestari hingga saat ini. 

Tarian ini dibagi menjadi dua jenis tarian. Pertama, Tari Lenggo Melayu  yang dimainkan oleh penari pria. Kedua, Tari Lenggo Mbojo dimainkan oleh penari wanita. Tarian Lenggo awalnya merupakan tarian klasik yang muncul serta berkembang di lingkungan istana Kerajaan Bima, dan hanya ditampilkan pada acara-acara tertentu saja.

"Biasanya kalau ada acara setingkat Kabupaten itu pakai Tari Lenggo. Ini juga bertujuan untuk dipertontonkan agar masyarakat bisa tahu bahwa mereka memiliki budaya yang harus dilestarikan hingga dimasa mendatang," kata penari asal Bima Nadya, di Mataram, Senin (8/1/2018).

Nadya mengatakan bahwa tarian ini pada zaman dahulu diciptakan khusus untuk upacara adat. Namanya Hanta Ua Pua yang diselenggarakan di Bima. Tari Lenggo Melayu ini dibawakan oleh para penari pria, sehingga masyarakat Bima menyebutnya Tari Penggunaan Mone. Sedangkan penari putri  dinamakan  Tari Lenggo Siwe.

Gerakan dalam Tari Lenggo Siwe ini merupakan hasil kreasi dan pengembangan dari Tari Lenggo Melayu. Tari Lenggo ini kemudian sering ditampilkan dalam acara adat Hanta Ua Pua, yaitu upacara peringatan masuknya agama Islam di Bima pada zaman dahulu. 

"Jumlahnya biasa genap. Karena biar sesuai dengan gerakan-gerakannya. Harapan saya di masa mendatang di setiap sekolah di Bima ada pelajaran menari. Berupa tarian nusantara. Jadi budaya kita ini bisa tetap lestari," harapnya. 

Tari Lenggo biasanya dimainkan oleh empat sampai enam orang penari. Dalam pertunjukannya, konsep tarian ini cenderung lebih mengarah pada tarian penyambutan. Dimana penari menari mengiringi kedatangan tamu atau para Penghulu Melayu saat acara adat Hanta Ua Pua. Gerakan Tari Lenggo didominasi dengan gerakan-gerakan pelan dan lemah gemulai mengikuti iringan musik pengiringnya.

"Kalau sejarahnya kurang lebih seperti itu. Karena penari juga biasanya diberitahukan tentang sejarah tariannya. Agar bisa lebih menjiwai tarian yang dibawakan," ujarnya. 

Tari Lenggo diiringi oleh musik tradisional dari Bima. Alat musik pengiring tersebut biasanya terdiri dari gendang na'e (gendang besar) kemudian Silu (serunai) dan gong.  Musiknya biasa berirama lembut dan pelan sesuai dengan gerakan tarian para penari. (Linggauni/Suara NTB)
Share:

Pendaki Siap-Siap Kecewa, Rinjani Ditutup Hingga 31 Maret 2018

Senaru, pintu masuk mendaki ke Gunung Rinjani ditutup hingga 31 Maret 2018
Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) tidak ingin kecolongan dengan jatuhnya korban saat pendakian ke Gunung Rinjani. Mulai  1 Januari – 31 Maret 2018, Balai TNGR menutup Gunung Rinjani untuk pendakian. Dalam menutup ini, Balai TNGR menggandeng Bhabinkamtibmas dan Koramil di Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur.

‘’Antisipasi lain pada pengunjung yang mencoba mendaki yaitu dengan pemasangan plang dan spanduk di pintu pendakian,'' tegas Kepala Balai TNGR, Agus Budi Santosa di Mataram, Senin (8/1/2018).

Menurutnya, penjagaan di jalur pendakian mulai dilakukan tanggal 1 Januari - 31 Maret 2018. Kegiatan ini melibatkan pegawai fungsional pengendali ekosistem hutan, Polhut dan tenaga honorer dengan sistem piket terbagi ke dalam 2 shift. Shift 1 sebanyak 7 orang dan shift 2 sebanyak 8 orang.
Pendaki di Gunung Rinjani yang menggunakan jalur khusus sepeda
Penjagaan dilakukan di sepanjang jalur pendakian Senaru Lombok Utara. Ia menyebutkan ada beberapa pengunjung yang datang dan dijelaskan bahwa jalur pendakian telah ditutup sejak tanggal  1 Januari - 31 Maret 2018. ‘’Penutupan dilakukan, karena kondisi cuaca (kurang bagus) dan demi keselamatan pendaki serta pemulihan ekosistem hutan,’’ terangnya.

Berdasarkan data Balai TNGR, jumlah wisatawan mancanegara yang mendaki di Rinjani pada 2017 lalu sebanyak 39.659 orang. Sedangkan wisatawan nusantara sebanyak 43.120 orang. Pada 2016, jumlah wisatawan mancanegara yang mendaki ke Rinjani sebanyak 30.847 orang. Dan wisatawan nusantara sebanyak 62.171 orang.

Jumlah Pendapatan Negara Bukan  Pajak (PNBP) yang diperoleh pada 2017 sebesar Rp 10,5 miliar lebih. Sedangkan pada 2016, jumlah PNBP yang diperoleh sebesar Rp 5 miliar lebih.  Selama 2017, terjadi sebanyak 55 kecelakaan pengunjung. Antara lain, 38 kali terjadi di jalur Sembalun dan 17 kali di jalur Senaru. Dari jumlah kecelakaan itu, sebanyak tiga orang meninggal dunia. (Muhammad Nasir/Suara NTB)
Share:

Monday 8 January 2018

Merasakan Sensasi Terasi Dusun Jor di Lidah Manja Anda

Fauziah, salah satu pengusaha terasi di Dusun Jor Desa Jor Kecamatan Jerowaru Lombok Timur sedang menjemur terasi yang sudah dicetak seperti batu bata sebelum dijual pada konsumen

DALAM membuat sambal, bahan yang paling penting selain cabai adalah terasi, karena dapat meningkatkan cita rasa sambal yang dibuat. Sejak dulu, Dusun Jor, Desa Jor Kecamatan Jerowaru Lombok Timur terkenal sebagai salah satu daerah pembuat terasi yang banyak dipasarkan di sekitar Lombok.

Fauziah, salah satu pengusaha terasi di dusun ini mengaku sudah belasan tahun menekuni usaha pembuatan terasi ini. Apalagi membuat terasi sudah dilakukan secara turun temurun. Terasi yang dibuat tetap memperhatikan aspek kesehatan, tanpa melakukan pencampuran atau menggunakan zat berbahaya pada produk terasi yang dibuatnya.

Baginya dan pembuat terasi lain yang ada di desanya lebih mengutamakan kepercayaan konsumen daripada mencari keuntungan, tapi membahayakan konsumen yang mengkonsumsinya.

“Bahan pembuatan terasi di sini hanya udang rebon, garam sama air saja untuk membuat adonannya. Proses pembuatannya juga masih tradisional yaitu dengan ditumbuk tanpa menggunakan peralatan modern,” terangnya pada Ekbis NTB belum lama ini.

Dalam mendapatkan bahan baku, Fauziah membeli di sekitar desanya, karena berdekatan dengan laut ataupun dari Tanjung Luar. “Harga udang per kilogram itu Rp 25 ribu, jadinya 1 timbang harganya Rp 2,5 juta,” kata Fauziah.

Dalam sehari, ia bisa memproduksi sampai 500 buah terasi berbagai macam ukuran tergantung permintaan pembeli. “Saya biasanya membuat 3 ukuran, yaitu ukuran kecil, sedang, dan besar, tetapi yang paling banyak ukuran kecil karena itu yang paling lancar pasarannya,” terangnya.

Menurutnya, 1 kg bahan baku rebon bisa menghasilkan 1,5 kg terasi yang kemudian dicetak sesuai ukurannya. “Membuatnya seperti membuat batu bata itu, setelah dicetak baru kemudian dijemur sampai kering,” jelas Fauziah.

Proses pembalikan saat penjemuran harus sering dilakukan agar keringnya merata sampai dalam. “Penjemuran membutuhkan waktu sampai 1-2 hari jika kondisi cuaca sedang bagus, kalau musim hujan seperti sekarang bisa membutuhkan waktu yang cukup lama,” ceritanya.

Ia menambahkan di pasaran banyak pembeli yang salah persepsi jika terasi yang asli adalah terasi yang memiliki warna merah, padahal bukan. “Terasi asli itu yang warnanya coklat karena memang seperti itu warna udangnya setelah ditumbuk, kalau yang warnanya merah itu diberi pewarna makanan,” terang Fauziah.

Meski demikian, pembeli lebih menyukai terasi yang diberi pewarna karena lebih menarik. Namun, pihaknya tidak mau menggunakan zat pewarna untuk menjaga kepercayaan konsumen.

Untuk harga, terasi ini dibanderol dengan harga yang terjangkau yaitu hanya Rp 10 ribu saja, di mana konsumen akan mendapatkan 4 buah terasi berukuran kecil atau 3 buah terasi ukuran sedang atau 1 buah terasi ukuran besar. “Terasi ini bisa bertahan sampai 5-6 bulan,” imbuhnya.

Fauziah mengatakan pasaran terasi buatannya banyak dipasarkan di pasar-pasar tradisional di Lombok. “Tetapi sekarang zamannya sudah canggih, jadi banyak yang ambil di sini untuk dijual lewat online dan dipasarkan ke seluruh Indonesia seperti Jakarta, Kalimantan dan lainnya,” klaimnya. (Uul/Ekbis NTB)
Share:

Tahu 151 A, Oleh-oleh Khas Mataram yang Melegenda Sejak 1968

H. Abdul Muhaimin, pemilik tahu 151 A yang sudah melegenda di Mataram

ABIAN Tubuh Kecamatan Sandubaya Kota Mataram terkenal sebagai salah satu sentra penghasil tahu, selain Kekalik yang produknya dipasarkan ke seluruh Lombok. Tetapi di antara ratusan usaha tahu di sana, terdapat salah satu merk tahu yang menjadi pelopor pembuatan tahu di sana yaitu tahu 151 A. Tahu yang sudah ada sejak tahun 1968 ini mampu bertahan selama puluhan tahun dengan kualitas produk yang tidak pernah berubah.

ADALAH H. Abdul Muhaimin, pemilik tahu 151 A dulunya berkeliling Kota Mataram untuk memasarkan produknya. “Dulunya karena tidak ada pekerjaan, makanya saya mencoba membuat tahu dengan berulangkali percobaan sampai menemukan rasa yang pas,” terangnya saat ditemui belum lama ini.

Nama tahu 151 A ini diambil dari nomor rumah agar gampang diingat, dan nama ini juga memiliki makna yang dalam. “151 A ini maknanya tujuan hidup manusia ada 1 yang bisa dicapai dengan 5 cara untuk menuju satu yaitu Allah SWT,” jelasnya.

Tahu 151 A ini, kata Muhaimin, berbeda dengan tahu lainnya yang beredar di pasaran, terutama dari segi bahan baku. “Kami menggunakan bahan baku kedelai lokal bukan kedelai impor. Sehingga kualitasnya lebih padat, sehat dan enak,” tambahnya.

Proses pengolahan juga masih menggunakan cara tradisional yang membutuhkan waktu sampai 3-4 jam dari proses perendaman sampai jadi.  Tahu yang dihasilkan juga bisa langsung dikonsumsi tanpa digoreng terlebih dahulu. “Ini karena tahunya sudah melalui proses perebusan dengan air garam,” kata Muhaimin.

Tiap harinya, ia mampu  berproduksi sampai 50 kg kedelai yang dalam sekali pembuatan tahu hanya menghasilkan 100 buah tahu. “Kalau orang lain kan sekali buat itu bisa jadi 5 loyang, kalau kita hanya 1 loyang makanya harganya lebih tinggi,” terangnya. Harga tahu 151 A sendiri dibanderol seharga Rp 5 ribu/buah.

“Ada juga yang kita jual mulai dari Rp 100 ribu sebagai oleh-oleh bagi tamu dari luar,” kata Muhaimin. Nantinya tahu akan dibungkus plastik yang dimasukkan ke dalam besek yang bisa bertahan sampai 1 hari. “Kalau sudah sampai tujuan, tahunya bisa direbus dan ditaruh dalam lemari pendingin, bisa tahan sampai 10 hari,” terangnya.

Tidak heran, tahu 151 A banyak diburu wisatawan dari luar daerah yang sejak dahulu selalu membeli jika berkunjung ke Lombok. “Malahan lebih banyak orang luar yang tahu dibandingkan dengan orang sini,” akunya.

Selain menyediakan tahu, toko oleh-oleh Muhaimin juga menyediakan berbagai produk olahan tahu 151 A juga berbagai macam oleh-oleh khas Lombok lainnya. “Kita tidak bekerjasama dengan travel dan guide, karena harga yang mereka tetapkan itu sangat tinggi,” akunya. (Uul/Ekbis NTB)
Share:

Tikar Pandan Lombok yang Tidak Lekang oleh Zaman

Perajin tikar pandan Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat Lombok Tengah.
Seiring berkembangnya zaman yang semakin modern, peralatan rumah tangga yang dulunya tradisional mulai perlahan ditinggalkan. Salah satunya adalah tikar pandan yang dulunya dengan mudah kita temukan di pasar atau rumah, tetapi sekarang sudah jarang ditemukan. Tetapi ternyata masih ada pembuat tikar pandan yang masih bertahan, meski sekarang di pasaran lebih banyak dijual tikar plastik yang kualitasnya lebih bagus dan bervariasi.

INAQ Rukmin dan Muniati, pasangan ibu dan anak ini di Dusun Batu Tinggang Desa Labulia Kecamatan Jonggat Lombok Tengah merupakan salah satu perajin tikar pandan yang masih bertahan. Selama puluhan tahun, mereka menggeluti usaha membuat tikar. Meski sudah banyak tikar plastik yang lebih murah dan fleksibel, mereka tetap bertahan.

“Saya sudah puluhan tahun membuat tikar pandan ini. Dari masih kecil di mana hampir semua warga di sini menjadi perajin tikar,” terangnya saat ditemui Ekbis NTB di rumahnya, belum lama ini.

Wanita paruh baya ini menuturkan dulunya hampir semua warga berprofesi menjadi perajin tikar pandan, tetapi seiring zaman banyak dari mereka yang beralih ke profesi lain. “Kebanyakan jadi pembuat batu bata atau pekerjaan lain, soalnya itu lebih banyak mendatangkan penghasilan,” tutur Inaq Rukmin.

Tikar pandan terbuat dari daun pandan yang banyak tumbuh di kebun ataupun sebagai tanaman pagar. Hampir semua daun pandan dalam satu pohon bisa digunakan sebagai bahan baku tikar pandan kecuali daun muda. “Kita belinya per kebun bukan per pohon, kalau sekarang harganya bisa Rp 200 – 300 ribu/kebun di mana semua pandannya bisa kita ambil,” jelasnya.

Setelah dipetik, daun pandan mengalami mengalami proses panjang mulai dari dibuat menjadi lembaran kecil baru kemudian diulet (lingkaran daun pandan). “Setelah dianyam baru kemudian dijemur sampai kering, kalau lagi bagus cuacanya bisa sampai 1 minggu penjemuran karena harus sering dibolak-balik agar keringnya merata,” tambahnya.

Besar-kecilnya anyaman yang dibuat menentukan jumlah anyaman yang dipakai untuk pembuatan tikar pandan.  “Kalau uletan (anyamannya, red) kecil, bisa pakai sampai 4 uletan untuk membuat tikar, tapi ada juga yang besar. Ibu saya saja yang masih buat yang besar,” kata Muniati.

Setelah itu, ujarnya, daun pandan dianyam menjadi tikar yang dalam sehari, mereka bisa membuat sampai 3 buah tikar. “Itu kalau tidak ada yang dilakukan, hanya menganyam saja seharian, kalau diselingi dengan pekerjaan hanya bisa jadi 1 saja,” jelasnya. Jika tikar pandan sudah terkumpul cukup banyak, barulah inaq Rukmin menjualnya, baik menjual sendiri atau dijual ke pengepul. “Tapi ada juga yang datang langsung ke rumah, harganya juga cukup murah mulai dari Rp 15-30 ribu kalau beli langsung, kalau dipasaran harganya mulai dari Rp 20 ribu,” tambahnya.

Muniati menambahkan, pasaran untuk tikar pandan ini tetap ada karena ada kelebihan tikar pandan yang tidak dimiliki oleh tikar plastik. “Kalau kata orang sih, lebih adem pakai tikar pandan meskipun lantainya dingin selain itu lebih alami, sekarang kan orang suka yang alami-alami,” tukasnya.

Meski demikian, mereka mengaku selama ini mereka tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk produksi mereka. “Modal kita sendiri, kalau tidak ada modal kita cuma diam saja di rumah, mau bertani kita tidak punya sawah. Jadi cuma ini saja pekerjaan yang saya bisa,” akunya.  (Uul Efriyanti Prayoba/Ekbis NTB)
Share:

Anda Suka Berkemah di Ketinggian, Gunung Kukus di Pringgasela Lombok Timur Tempatnya

Berkemah di Gunung Kukus yang terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani Lombok Timur
Gunung Kukus, mungkin nama gunung ini agak asing bagi wisatawan. Ini merupakan destinasi wisata yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Tepatnya di Dusun Dasan Paok Desa Jurit Baru Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur. Gunung ini sering dijadikan sebagai lokasi piknik dan berkemah bagi wisatawan yang suka ketinggian. Apalagi saat ini pendakian ke Gunung Rinjani sedang ditutup, sehingga berkunjung ke tempat ini menjadi salah satu pilihan bagi pencinta ketinggian.

Seperti yang diketahui, bahwa NTB itu memiliki destinasi wisata yang komplet. Tidak hanya pantai dan air terjun, NTB punya gunung dan bukit yang bisa didaki bagi pecinta ketinggian. Gunung Kukus merupakan salah satu destinasi kekinian yang semakin dikenal oleh wisatawan terutama pecinta alam. Warga sekitar menyebutnya Gunung Kukus, karena warga meyakini ada aktivitas seperti gunung aktif pada umumnya di tempat ini. 

Tidak heran jika belakangan ini banyak wisatawan yang ingin menjajal dan menaklukkan gunung yang terbilang tidak terlalu tinggi ini. Tempat ini juga cocok untuk dijadikan sebagai wisata trekking bagi keluarga. Jalur yang landai dengan pemandangan pepohonan yang rimbun akan membuat pikiran menjadi lebih segar.

"Memang banyak yang datang kalau akhir pekan. Karena mereka bisa langsung pulang setelah menikmati keindahan dari puncak. Apalagi puncaknya tidak tinggi, jadi tiga jam sudah bisa pergi dan pulang," kata Anggota Karang Taruna Mapila atau Pengelola Gunung Kukus, Lalu Zurkarnain.
 
Wisatawan yang berkemah di Gunung Kukus Pringgabaya Lombok Timur
Gunung Kukus bisa menjadi pilihan berakhir pekan, karena letaknya yang tidak terlalu jauh. Wisatawan hanya perlu menempuh perjalanan satu jam dari Kota Mataram. Kemudian dari Masbagik hanya memerlukan waktu 20 menit hingga sampai di pintu pendakian. Setelah itu, wisatawan dapat mendaki hanya dengan waktu 30 hingga 45 menit hingga puncak.

"Sebelum sampai pintu pendakian memang jalannya rusak. Ini juga yang menjadi kendala kami dalam mempromosikan Gunung Kukus sebagai destinasi wisata. Bagaimanapun kenyamanan wisatawan itu yang utama," ujarnya.

Ia berharap ke depannya Pemerintah Desa atau Pemerintah Daerah Lombok Timur mau membantu memperbaiki jalan yang rusak. Sebab jalan yang rusak sekitar satu kilometer sebelum pintu pendakian. Padahal potensi wisata yang dimiliki Gunung Kukus cukup baik.

Berada di ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut menjadikan gunung ini sebagai spot yang asik untuk melakukan camping dan mengambil gambar. Di sepanjang perjalanan wisatawan akan disuguhkagan pemandangan hutan yang sejuk dan memberikan kesan nyaman. Sebab pohon-pohon tersebut membuat pendakian menjadi teduh dan tidak terasa panas.

Wisatawan juga tidak perlu khawatir tentang pemandangan dari perjalanan hingga sampai puncak. Sebab pengelola sudah menerapkan bank sampah di mana setiap wisatawan diwajibkan membawa kembali sampahnya. Sehingga suasan di gunung ini terbilang bersih dan tidak ada sampah yang berserakan.

"Kita memang memungut biaya kebersihan sebesar Rp 2.000 bagi wisatawan yang ingin mendaki. Selain itu juga kita membuat sistem jaminan jadi wisatawan memberikan uang jaminan Rp 15 ribu. Jadi kalau tidak bawa sampahnya akan dikenakan denda Rp 5 ribu per sampah," ujarnya.


Pengelola juga melakukan pengecekan terhadap barang bawaan wisatawan. Sehingga dapat diketahui sampah apa saja yang tidak dibawa turun.  Persoalan sampah memang menjadi perhatian utama pengelola. Sebab  gunung ini masih berada di kawasan taman nasional. (Linggauni/Suara NTB) 
Share:

Sunday 7 January 2018

2018, Sumbawa Masih Andalkan Event Barapan Kebo

Barapan Kebo di Sumbawa. Tahun 2018, Pemkab Sumbawa masih mengandalkan event ini untuk dijual pada wisatawan.

Tradisi Barapan Kebo atau Karapan Kerbau masih menjadi aktivitas event yang diandalkan di Kabupaten Sumbawa. Selain mengangkat kearifan lokal, event ini juga menjadi salah satu ajang promosi wisata budaya yang dimiliki Sumbawa.

Kepala Dinas Pariwisata Sumbawa, Junaidi mengatakan bahwa pihaknya akan menggelar event karapan kerbau sebagai bentuk promosi wisata. Wisatawan yang datang bisa mencoba sensasi melakukan karapan kerbau seperti yang sering dilakukan oleh warga Sumbawa.

“Kita sudah membuat kalender event juga. Salah satu kegiatannya itu adalah karapan kerbau. Kita ingin memberdayakan masyarakat untuk menarik minat wisatawan. Ini merupakan salah satu event untuk menarik wisatawan untuk berkunjung ke Sumbawa,” ujarnya, Jumat (5/1/2018).

Karapan kerbau ini akan dikemas dalam sebuah kejuaraan. Di mana warga akan menjadi peserta dan memperebutkan sejumlah hadiah. Ini bertujuan untuk memeriahkan kegiatan itu dan untuk terus membuat karapan kerbau sebagai salah satu budaya yang terus dilestarikan hingga saat ini.

Biasanya karapan kerbau Sumbawa ini diselenggarakan pada awal musim tanam padi. Lokasi atau arena karapan kerbau  adalah sawah yang telah basah atau sudah digenangi air sebatas lutut. Perlakuan pemilik kerbau jargon Barapan Kebo sama seperti perlakuan audisi Main Jaran. Kerbau-kerbau peserta dikumpulkan tiga hari atau empat hari sebelum event budaya ini digelar, untuk diukur tinggi dan usianya. Hal ini dimaksudkan, agar dapat ditentukan dalam kelas apa kerbau-kerbau tersebut dapat dilombahkan. Durasi atau lamanya event adalah ditentukan dari seberapa banyak jargon kerbau yang ikut dalam event budaya Barapan Kebo.

“Budaya ini sudah ada sejak lama, jadi sebagai generasi penerus kita harus terus melestarikannya. Di sisi lain, ini juga berpotensi untuk mendatangkan wisatawan. Terutama wisatawan yang menyukai tentang kebudayaan,” ujarnya.


Pasangan kerbau yang berhasil meraih juara adalah pasangan kerbau tercepat mencapai tujuan sekalian dapat menyentuh atau menjatuhkan kayu pancang tanda finish yang disebut dengan Sakak. Tradisi ini dapat diikuti oleh semua usia. Biasanya yang mengikuti karapan kerbau ini laki-laki berusia antara 20-40 tahun. Namun demikian, wisatawan yang datang pada saat kegiatan ini berlangsung dapat mencoba sensasi melakukan karapan kerbau di Sumbawa. (Linggauni/Suara NTB)
Share:

Pantai Mawi Lombok Tengah, Surganya bagi Peselancar

Pantai Mawi Lombok Tengah. (foto by : Trip Advisor.com)
Pantai Mawi merupakan salah satu destinasi wisata yang ada di Kabupaten Lombok Tengah. Pantai ini kerapkali dikunjungi oleh wisatawan, terutama wisatawan yang hobi berselancar. Pantai ini memang terkenal dengan ombaknya yang membuat para peselancar merasa tertantang.

Hamparan pasir putihnya menambah kesan menarik dengan dikelilingi oleh perbukitan yang indah dipandang. Selain berselancar, wisatawan juga dapat bersantai dengan menikmati keindahan panorama di pantai ini. Pemandangan berupa atraksi dari para peselancar juga menjadi hal yang patut untuk dinikmati. Begitu pula bagi wisatawan yang hobi melakukan swafoto, pantai ini memiliki suasana yang menyenangkan dan cocok untuk mengambil gambar.

“Karena saya tidak bisa berselancar, jadi saya mandi di pinggir saja. Setelah itu saya menikmati suasana keindahan Pantai Mawi dengan menaiki bukit yang ada di dekatnya,” kata wisatawan asal Kota Mataram Ririn, Jumat (5/1/2018).

Pantai ini berada di Desa Mekar Sari dan sangat mudah untuk dijangkau oleh wisatawan. Sebelum ke pantai ini, wisatawan juga bisa berkujung ke Pantai Selong Belanak yang ada di dekatnya. Bahkan waktu tempuh dari Pantai Selong Belanak ke Pantai Mawi hanya 15 menit saja.  Karena tidak ada angkutan umum menuju destinasi ini, wisatawan diharapkan bisa menggunakan transportasi pribadi. Sehingga tidak menyulitkan dan memudahkan wisatawan untuk menjangkaunya.

“Kita hanya bayar parkir Rp 20 ribu karena pakai mobil. Kalau motor kemungkinan bayar Rp 10 ribu,” ujarnya.

Di pantai ini juga tidak banyak yang berjualan, jadi wisatawan harus membawa bekal ketika hendak berkunjung. Sebab suasana pantai yang menyenangkan dan menenangkan menjadi tempat yang tepat untuk menyantap aneka hidangan yang dibawa dari rumah.

Dari Lombok International Airport menuju Pantai Mawi membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Jaraknya hanya 16 kilometer saja dan letaknya sangat mudah dijangkau. Meski belum dikelola secara profesional, namun sudah banyak wisatawan yang datang.

“Di Pantai Mawi banyak orang berselancar. Katanya memang terkenal bagus untuk berselancar. Kalau saya lihat memang ombaknya agak besar,” ujarnya. (Linggauni/Suara NTB)


Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive