Be Your Inspiration

Thursday 14 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 4)

"Eee....," Prabu Santana tiba-tiba memegang dadanya. Sebuah anak panah menancap tepat di jantungnya. Karena tak tahan, dia pun tersungkur di atas tanah dan berteriak kesakitan.

Seorang pemuda lengkap dengan senjata panah dan pedang di pinggangnya tiba-tiba muncul di antara mereka. "Rasakan Santana. Mampus kau," ujarnya puas.

"Kumara. Apa yang kamu lakukan?" tanya Putri Ayuning.

Share:

Wednesday 13 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 3)


Kokok ayam jantan membangunkan penghuni kerajaan. Dayang-dayang dan pembantu istana raja sudah mulai bekerja. Begitu juga warga yang terpaksa menginap di tempat penampungan sementara juga sudah bangun. Mereka mempersiapkan makanan bagi prajurit yang sedang berjaga-jaga.

Kondisi serupa juga dilakukan prajurit Mantang di daerah perbatasan. Prajurit yang ditugaskan di bagian konsumsi sedang mempersiapkan masakan bagi raja dan prajurit yang lain.

Share:

Tuesday 12 May 2015

Sekda NTB Muhammad Nur Tekankan Pentingnya Jaga Stabilitas Daerah

Sekretaris Daerah (Sekda) NTB H. Muhammad Nur, SH, MH, membuka Rapat Koordinasi Daerah Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (Rakorda FKDM) Provinsi NTB.

Share:

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 2)


Sementara Pangeran Nyen Nyeh memacu kudanya memeriksa pasukan yang sudah siaga di beberapa titik. Sekitar 1.000 pasukan berjaga-jaga menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

Dengan strategi menghindari perang terbuka, pasukan Kerajaan Sari Gangga bersembunyi di beberapa jalur yang kemungkinan dilalui pasukan musuh. Jebakan dan senjata dipersiapkan dengan baik, sehingga musuh bisa dikalahkan.


Di sebuah gundukan bukit di Bogak yang dekat dengan keberadaan musuh, Pangeran Nyen Nyeh didampingi beberapa prajurit turun dari kudanya. Dengan mengendap-endap, Pangeran Nyen Nyeh merebahkan tubuhnya sambil merayap memantau situasi pasukan musuh.

"Hemm... lumayan banyak juga pasukan musuh," gumamnya.

"Benar Pangeran," timpal Rambang, panglima kerajaan.

"Berapa kira-kira jumlah pasukan musuh?," tanya Nyen Nyeh balik.

"Dari laporan teliksandi, sekitar 1.000 lebih," jawab Rambang.  

"Lumayan besar juga," ujar Nyen Nyeh balik. "Jumlah kita hampir seimbang dengan mereka,"

"Benar Pangeran. Tapi, kalau kita hadapi mereka dengan perang terbuka, jelas akan banyak korban dari kita yang jatuh," ujar Rambang menggambarkan

"Oke, sekarang pastikan semua tempat jebakan berfungsi dengan baik. Pastikan juga semua prajurit sudah siap siaga," perintah Nyen Nyeh.

"Baik Pangeran," jawab Rambang tegas. "Sekarang, saya pamit untuk koordinasi dengan semua pemimpin pasukan di setiap lokasi," ujarnya sambil merayap mundur dan meninggalkan perbukitan Bogak.

                             ****

Sementara Prabu Santana sedang berkoordinasi dengan seluruh komandan pasukan di balik bebatuan besar dan rimbunan pohon. Sejumlah prajurit bersenjata lengkap berjaga-jaga di sekitarnya.

"Kita berada di Aikmual," ujar Prabu Santana sambil meletakkan batu di atas tanah yang menggambarkan peta wilayah yang akan diserang.

"Benar Gusti Prabu," ujar Ambara Putra, panglima kerajaan. "Tapi, kita harus tahu seperti apa kekuatan musuh," tambahnya.

"Sepertinya pihak Sari Gangga sudah tahu kita akan menyerang. Kita harus hati-hati, siapa tahu banyak jebakan yang dipasang," tambah Prabu Santana.

"Jangan sampai, kita sudah masuk ke wilayah musuh,  kita semua jadi korban sia-sia," ujar Mudin -- wakil panglima kerajaan.

"Ampun Paduka. Teliksandi kita menginformasikan pada kami, jika setiap beberapa puluh meter dari lokasi kita berada, jebakan banyak dipasang," tambahnya.

"Kalau begitu kita harus siasati apa upaya yang harus dilakukan, agar bisa masuk ke wilayah kerajaan," ujar Prabu Santana. "Kita harus bisa merebut lokasi mata air Sari Gangga. Kalau kita sudah bisa merebutnya, Kerajaan Mantang akan dikenal dunia," tegasnya.

Prabu Santana dan para pembantunya terus membahas siasat yang akan dilakukan saat menyerang wilayah Sari Gangga. Namun, hingga larut malam, mereka masih belum sepakat mengenai kapan akan melakukan penyerangan. Mereka memutuskan untuk istirahat sambil menggumpulkan tenaga.

Suara jangkrik, kodok dan burung malam menghiasi malam hingga terbit fajar.

Sementara di istana Kerajaan Sari Gangga, Prabu  Brandana sedang berbincang dengan permaisuri Ratu Ayuning di kamar peraduan. "Dinda, Raja Santana sudah berada di perbatasan. Lebih baik Dinda berada di tempat persembunyian."

"Ampun Kanda. Hamba tidak ingin berdiam diri melihat kerajaan diserang si Santana keparat itu," jawab Ayuning dengan geram. "Apalagi dia ingin merebut mata air Sari Gangga dari tangan kita," tambahnya.

"Dinda masih dendam pada Santana?" tanya Prabu Brandana.

"Kalau si Santana tidak mati di tanganku. Dinda tidak puas. Apalagi dia sudah membunuh ayahandaku, Resi Rimbawan," jawabnya dengan nada keras.

"Saya ngerti Dinda. Tapi kita tak bisa emosi menghadapi Santana. Kesaktiannya tak bisa diremehkan. Buktinya, ayahanda Resi Rimbawan tewas di tangannya," ujar Prabu Brandana menggambarkan.

"Santana curang. Kalau tak curang, ayahanda tak mungkin tewas," ujarnya geram.

"Kalau begitu, sebelum Santana masuk ke wilayah sini, kita harus menyerangnya lebih dulu," saran Prabu Brandana. "Kita serang mereka sebelum mereka siap," tambahnya.

"Hamba setuju, Kanda. Kalau begitu besok, kita panggil perdana menteri untuk mengatur rencana penyerangan," ujar permaisuri menyarankan.

"Baiklah, saya setuju. Sekarang kita istirahat. Besok kita lanjutkan lagi," kata Prabu Brandana sambil merebahkan tidur di peraduan. Di kejauhan suara jangkrik dan burung malam terdengar memecah keheningan malam. Mereka pun istirahat hingga pagi datang. (Bersambung)

Share:

Sekda NTB Muhammad Nur Puji Perempuan Lebih Cerdas dan Konsisten

Sekda NTB, H. Muhammad Nur, SH, MH menutup kegiatan Diklatpim III angkatan I 2015. Berdasarkan hasil evaluasi panitia penyelenggar,  seluruh peserta yang berjumlah 40 orang  dinyatakan lulus 100 persen,  namun dari semua peserta ada 5  orang yang dinyatakan sebagai peserta dengan peringkat teratas yang  didominasi  3 peserta kaum perempuan. Sekda mengatakan prestasi yang ditunjukkan oleh tiga perempuan menunjukkan kesungguhan kaum ibu dalam mengikuti Diklat lebih menonjol jika dibanding kaum laki-laki.

Share:

NTB Tuan Rumah HPN 2016


Wakil Gubernur NTB H. Muh.Amin,SH didampingi Kadishubkominfo Drs Agung Hartono M.STr, Kepala Biro Kesra H. Suhaemi SH, Kabag Humas dan Protokol, Drs. H. Fathul Gani M.Si, Ketua PWI-NTB H. Achmad Sukisman dan Sekretaris PWI Nasrullah Zein beserta pejabat penting lainnya menghadiri pertemuan akhir penetapan kepada daerah yang terpilih menjadi tuan rumah HPN 2016.

Share:

Thursday 7 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 1)


Derap seekor kuda melaju kencang menerobos semak belukar. Seorang prajurit yang terluka berusaha memegang tali kekang kudanya agar tidak terjatuh. Kaki kirinya yang tertancap panah terus mengeluarkan darah. Namun, sang prajurit tidak peduli. Baginya, keselamatan sang raja lebih penting daripada nyawanya.

Seorang prajurit yang piket di menara pengawas kerajaan segera membunyikan lonceng sebagai isyarat bahaya. Prajurit yang sebelumnya beristirahat santai  bersiap siaga dan segera berkumpul di alun-alun kerajaan.


Prajurit yang berjaga di gerbang kerajaan segera membuka pintu saat prajurit dan kudanya mendekat. Tanpa basa basi, dia langsung menuju istana yang menjadi tempat raja biasa memberikan pengarahan pada pasukan kerajaan.

"Ampun, paduka. Ke.. ke.. rajaan Sari Gangga dalam bahaya," ujar prajurit terputus-putus sambil menyembah di tanah pada Raja dan seluruh petinggi kerajaan.

"Bahaya?" tanya Prabu Brandana. "Siapa yang mau menyerang kerajaan?" tanyanya balik.    

"Ampun paduka," jawab prajurit dengan suara semakin melemah. "Raja Mantang. Dia dan prajuritnya sudah sampai hutan Aikmual. Sebentar lagi mereka sampai sini. Mereka mengincar mata air Sari Gangga," jawabnya terbata-bata. Setelah itu, sang prajurit terjatuh lemas dan pingsan.

"Raja Mantang," ujar Prabu Brandana kaget. "Kurang ajar. Mereka berani melawan kita,"

"Nyen Nyeh," teriak Raja memanggil perdana menterinya.

"Hamba, Gusti Prabu," jawab Pangeran Nyen Nyeh datang sambil bersujud.

"Perintahkan semua prajurit siaga. Jangan sampai Prabu Santana dan prajuritnya masuk ke wilayah kita. Jaga juga mata air Sari Gangga dari rebutan siapapun," perintahnya.

"Daulat, Gusti Prabu. Hamba permisi siapkan pasukan," ujarnya. Setelah memberi hormat, Pangeran Nyen Nyeh pun berlalu.

"Bawa prajurit yang terluka ini! Suruh tabib kerajaan merawat dia baik-baik," perintah sang Raja pada prajurit yang lain.

"Daulat Gusti Prabu," jawab beberapa prajurit sambil memberi hormat. Setelah itu, mereka membawa rekan mereka untuk mendapat pengobatan.

Sementara Perdana Menteri Pangeran Nyen Nyeh menyiagakan seluruh prajuritnya. Pasukan pemanah bersiap-siap di atas benteng dan lokasi strategis lainnya.

Warga kerajaan diungsikan ke tempat persembunyian rahasia. Sementara ibu-ibu dan wanita tua berkumpul di lokasi yang sudah disiapkan kerajaan dengan senjata seadanya. Beberapa bayi dan anak-anak yang masih di bawah umur menangis, karena ketakutan dengan kondisi yang terjadi.

Mata air Sari Gangga yang selama ini disucikan warga Kerajaan Sari Gangga terletak di pertemuan dua sungai, yakni Sungai Sari Gangga dan Eyat (bahasa Sasak - sungai kecil) Jontlak yang bermuara di luar istana kerajaan. Sekarang wilayah ini masuk wilayah Kelurahan Jontlak Kecamatan Praya Tengah Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat.

Bagi warga sekitar, air ini dipercaya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit dan membawa berkah saat dicampur dengan air lain untuk menyiram tanaman atau rumah.  

Di muara sungai ini, ada batu seukuran gajah besar dengan genangan air kecil di bawahnya. Genangan air di bawah ini tetap jernih, meski air dari dua sungai yang datang dari hulu berwarna kecoklatan dari hulu. Di dekat batu ada satu pohon beringin besar yang berumur ratusan tahun dengan akar yang menjuntai.

Sementara di tepi sungai, tumbuh berbagai jenis pohon yang buahnya bisa dikonsumsi warga kerajaan, seperti jambu air, kelapa, nanas, srikaya dan lainnya. Tidak hanya itu, pohon bambu banyak tumbuh di pinggir sungai, sehingga membuat banyak warga yang datang ke sungai merasa nyaman.

Oleh warga setempat, lokasi air ini dipercaya  berhubungan langsung dengan Sungai Gangga di India. Karena merasa masih punya hubungan dengan Sungai Gangga di India, warga setempat menamakan mata air itu dengan Sari Gangga. Artinya, air yang merupakan sari pati dari Sungai Gangga -- sungai yang disucikan warga India, khususnya umat Hindu.

Asal muasal dinamakan Mata Air Sari Gangga dimulai dengan kedatangan seorang penyebar agama Hindu dari India bernama Laksmana. Laksmana yang didampingi beberapa pengikutnya waktu itu, sedang mencari lokasi yang cocok untuk membangun tempat persembahyangan. Dengan berjalan kaki, mereka kemudian menyusuri sebuah aliran sungai setelah melalui hutan belantara di utara Pulau Lombok. Mereka masuk lewat satu pantai di Lombok Utara yang kini masuk wilayah Kayangan.

Sampai akhirnya, mereka tiba di satu lokasi yang cukup bagus. Di lokasi ini ada sebuah mata air yang berada di muara pertemuan dua sungai. Di dekat itu, mereka kemudian membangun sebuah gubuk kecil dan tempat persembahyangan sederhana. Dari lokasi itulah kemudian mereka mulai menyebarkan ajaran agama Hindu pada masyarakat yang ada di sekitarnya hingga menyebar ke seluruh penjuru Pulau Lombok.

Tak berapa lama kemudian, masyarakat yang tertarik pada ajaran ini kemudian membangun rumah yang terbuat dari bambu dan beratapkan ilalang atau daun enau dan kelapa. Dalam jangka waktu lima tahun, kawasan itu menjadi ramai. Pusat perdagangan pun dibangun dan menjadi lokasi transit para penggelana yang pergi ke daerah lain.

Melihat besarnya potensi yang dimiliki Mata Air Sungai Sari Gangga membuat banyak pihak atau kelompok ingin merebutnya. Apalagi setelah Laksmana mangkat dan digantikan muridnya Resi Bonter. Resi Bonter pun berusaha mengajarkan ilmu silat pada murid-murid dan warga yang ada di sekitarnya dengan tujuan bisa mempertahankan diri dari serangan pihak luar.

Dari hari ke hari jumlah yang belajar semakin banyak, membuat warga sepakat mengangkat Resi Bonter sebagai pemimpin. Resi Bonter pun mempersunting seorang muridnya bernama Seniyah. Dari hasil perkawinannya lahirlah putranya bernama Galih Mandara dan Rende Sasaka.

Seiring berjalannya waktu, Resi Bonter pun mangkat dan dikremasi sebagaimana halnya dengan yang berlaku pada ajaran Hindu. Galih Mandara akhirnya diangkat menggantikan ayahnya. Galih Mandara berusaha memperluas wilayah Kerajaan Sari Gangga hingga seluruh penjuru Pulau Lombok berhasil dikuasai.

Beberapa kerajaan kecil pun ditaklukkannya dan membayar upeti tiap tahun ke Kerajaan Sari Gangga. Namun, Kerajaan Mantang yang berada di utara masih setengah hati membayar upeti ke Kerajaan Sari Gangga. Dipimpin anaknya yang jago berkelahi, Ramba Rimba yang dikenal sebagai Resi Rimbawan, masa kejayaan Kerajaan Sari Gangga ada di masa ini.

Setelah 10 tahun memimpin, akhirnya Resi Bonter memilih menyerahkan tampuk kekuasaannya pada anaknya Resi Rimbawan. Resi Rimbawan yang menikah dengan Putri Giok dari tanah Tiongkok memperoleh dua anak, yakni Putri Ayuning dan Pangeran Kumara.

Pada masa pemerintahan Resi Rimbawan ini, sempat terjadi peperangan dengan Kerajaan Mantang hingga menewaskan Resi Rimbawan, karena raja Kerajaan Mantang Prabu Santana ingin menguasai mata air Sari Gangga. Resi Rimbawan tewas secara ksatria, karena dibunuh secara licik oleh Prabu Santana dalam sebuah peperangan. Hal ini membuat putra-putri Resi Rimbawan pun dendam. Tampuk kekuasaan pun diambilalih Brandana suami dari Putri Ayuning. Mereka dikaruniai dua putra dan 1 putri.


Namun, Prabu Santana rupanya masih bernafsu sehingga kembali mengirim pasukannya merebut mata air Sari Gangga dari tangan Kerajaan Sari Gangga.  (Bersambung)
Share:

KSAD Buka TMMD Ke-94 di Lombok Barat NTB



Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo membuka secara resmi TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-94 tahun 2015 di Lapangan Bencingan Kabupaten Lombok Barat, Kamis (7 Mei 2015)

Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive