Be Your Inspiration

Tuesday 12 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 2)


Sementara Pangeran Nyen Nyeh memacu kudanya memeriksa pasukan yang sudah siaga di beberapa titik. Sekitar 1.000 pasukan berjaga-jaga menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

Dengan strategi menghindari perang terbuka, pasukan Kerajaan Sari Gangga bersembunyi di beberapa jalur yang kemungkinan dilalui pasukan musuh. Jebakan dan senjata dipersiapkan dengan baik, sehingga musuh bisa dikalahkan.


Di sebuah gundukan bukit di Bogak yang dekat dengan keberadaan musuh, Pangeran Nyen Nyeh didampingi beberapa prajurit turun dari kudanya. Dengan mengendap-endap, Pangeran Nyen Nyeh merebahkan tubuhnya sambil merayap memantau situasi pasukan musuh.

"Hemm... lumayan banyak juga pasukan musuh," gumamnya.

"Benar Pangeran," timpal Rambang, panglima kerajaan.

"Berapa kira-kira jumlah pasukan musuh?," tanya Nyen Nyeh balik.

"Dari laporan teliksandi, sekitar 1.000 lebih," jawab Rambang.  

"Lumayan besar juga," ujar Nyen Nyeh balik. "Jumlah kita hampir seimbang dengan mereka,"

"Benar Pangeran. Tapi, kalau kita hadapi mereka dengan perang terbuka, jelas akan banyak korban dari kita yang jatuh," ujar Rambang menggambarkan

"Oke, sekarang pastikan semua tempat jebakan berfungsi dengan baik. Pastikan juga semua prajurit sudah siap siaga," perintah Nyen Nyeh.

"Baik Pangeran," jawab Rambang tegas. "Sekarang, saya pamit untuk koordinasi dengan semua pemimpin pasukan di setiap lokasi," ujarnya sambil merayap mundur dan meninggalkan perbukitan Bogak.

                             ****

Sementara Prabu Santana sedang berkoordinasi dengan seluruh komandan pasukan di balik bebatuan besar dan rimbunan pohon. Sejumlah prajurit bersenjata lengkap berjaga-jaga di sekitarnya.

"Kita berada di Aikmual," ujar Prabu Santana sambil meletakkan batu di atas tanah yang menggambarkan peta wilayah yang akan diserang.

"Benar Gusti Prabu," ujar Ambara Putra, panglima kerajaan. "Tapi, kita harus tahu seperti apa kekuatan musuh," tambahnya.

"Sepertinya pihak Sari Gangga sudah tahu kita akan menyerang. Kita harus hati-hati, siapa tahu banyak jebakan yang dipasang," tambah Prabu Santana.

"Jangan sampai, kita sudah masuk ke wilayah musuh,  kita semua jadi korban sia-sia," ujar Mudin -- wakil panglima kerajaan.

"Ampun Paduka. Teliksandi kita menginformasikan pada kami, jika setiap beberapa puluh meter dari lokasi kita berada, jebakan banyak dipasang," tambahnya.

"Kalau begitu kita harus siasati apa upaya yang harus dilakukan, agar bisa masuk ke wilayah kerajaan," ujar Prabu Santana. "Kita harus bisa merebut lokasi mata air Sari Gangga. Kalau kita sudah bisa merebutnya, Kerajaan Mantang akan dikenal dunia," tegasnya.

Prabu Santana dan para pembantunya terus membahas siasat yang akan dilakukan saat menyerang wilayah Sari Gangga. Namun, hingga larut malam, mereka masih belum sepakat mengenai kapan akan melakukan penyerangan. Mereka memutuskan untuk istirahat sambil menggumpulkan tenaga.

Suara jangkrik, kodok dan burung malam menghiasi malam hingga terbit fajar.

Sementara di istana Kerajaan Sari Gangga, Prabu  Brandana sedang berbincang dengan permaisuri Ratu Ayuning di kamar peraduan. "Dinda, Raja Santana sudah berada di perbatasan. Lebih baik Dinda berada di tempat persembunyian."

"Ampun Kanda. Hamba tidak ingin berdiam diri melihat kerajaan diserang si Santana keparat itu," jawab Ayuning dengan geram. "Apalagi dia ingin merebut mata air Sari Gangga dari tangan kita," tambahnya.

"Dinda masih dendam pada Santana?" tanya Prabu Brandana.

"Kalau si Santana tidak mati di tanganku. Dinda tidak puas. Apalagi dia sudah membunuh ayahandaku, Resi Rimbawan," jawabnya dengan nada keras.

"Saya ngerti Dinda. Tapi kita tak bisa emosi menghadapi Santana. Kesaktiannya tak bisa diremehkan. Buktinya, ayahanda Resi Rimbawan tewas di tangannya," ujar Prabu Brandana menggambarkan.

"Santana curang. Kalau tak curang, ayahanda tak mungkin tewas," ujarnya geram.

"Kalau begitu, sebelum Santana masuk ke wilayah sini, kita harus menyerangnya lebih dulu," saran Prabu Brandana. "Kita serang mereka sebelum mereka siap," tambahnya.

"Hamba setuju, Kanda. Kalau begitu besok, kita panggil perdana menteri untuk mengatur rencana penyerangan," ujar permaisuri menyarankan.

"Baiklah, saya setuju. Sekarang kita istirahat. Besok kita lanjutkan lagi," kata Prabu Brandana sambil merebahkan tidur di peraduan. Di kejauhan suara jangkrik dan burung malam terdengar memecah keheningan malam. Mereka pun istirahat hingga pagi datang. (Bersambung)

Share:

Sekda NTB Muhammad Nur Puji Perempuan Lebih Cerdas dan Konsisten

Sekda NTB, H. Muhammad Nur, SH, MH menutup kegiatan Diklatpim III angkatan I 2015. Berdasarkan hasil evaluasi panitia penyelenggar,  seluruh peserta yang berjumlah 40 orang  dinyatakan lulus 100 persen,  namun dari semua peserta ada 5  orang yang dinyatakan sebagai peserta dengan peringkat teratas yang  didominasi  3 peserta kaum perempuan. Sekda mengatakan prestasi yang ditunjukkan oleh tiga perempuan menunjukkan kesungguhan kaum ibu dalam mengikuti Diklat lebih menonjol jika dibanding kaum laki-laki.

Share:

NTB Tuan Rumah HPN 2016


Wakil Gubernur NTB H. Muh.Amin,SH didampingi Kadishubkominfo Drs Agung Hartono M.STr, Kepala Biro Kesra H. Suhaemi SH, Kabag Humas dan Protokol, Drs. H. Fathul Gani M.Si, Ketua PWI-NTB H. Achmad Sukisman dan Sekretaris PWI Nasrullah Zein beserta pejabat penting lainnya menghadiri pertemuan akhir penetapan kepada daerah yang terpilih menjadi tuan rumah HPN 2016.

Share:

Thursday 7 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 1)


Derap seekor kuda melaju kencang menerobos semak belukar. Seorang prajurit yang terluka berusaha memegang tali kekang kudanya agar tidak terjatuh. Kaki kirinya yang tertancap panah terus mengeluarkan darah. Namun, sang prajurit tidak peduli. Baginya, keselamatan sang raja lebih penting daripada nyawanya.

Seorang prajurit yang piket di menara pengawas kerajaan segera membunyikan lonceng sebagai isyarat bahaya. Prajurit yang sebelumnya beristirahat santai  bersiap siaga dan segera berkumpul di alun-alun kerajaan.


Prajurit yang berjaga di gerbang kerajaan segera membuka pintu saat prajurit dan kudanya mendekat. Tanpa basa basi, dia langsung menuju istana yang menjadi tempat raja biasa memberikan pengarahan pada pasukan kerajaan.

"Ampun, paduka. Ke.. ke.. rajaan Sari Gangga dalam bahaya," ujar prajurit terputus-putus sambil menyembah di tanah pada Raja dan seluruh petinggi kerajaan.

"Bahaya?" tanya Prabu Brandana. "Siapa yang mau menyerang kerajaan?" tanyanya balik.    

"Ampun paduka," jawab prajurit dengan suara semakin melemah. "Raja Mantang. Dia dan prajuritnya sudah sampai hutan Aikmual. Sebentar lagi mereka sampai sini. Mereka mengincar mata air Sari Gangga," jawabnya terbata-bata. Setelah itu, sang prajurit terjatuh lemas dan pingsan.

"Raja Mantang," ujar Prabu Brandana kaget. "Kurang ajar. Mereka berani melawan kita,"

"Nyen Nyeh," teriak Raja memanggil perdana menterinya.

"Hamba, Gusti Prabu," jawab Pangeran Nyen Nyeh datang sambil bersujud.

"Perintahkan semua prajurit siaga. Jangan sampai Prabu Santana dan prajuritnya masuk ke wilayah kita. Jaga juga mata air Sari Gangga dari rebutan siapapun," perintahnya.

"Daulat, Gusti Prabu. Hamba permisi siapkan pasukan," ujarnya. Setelah memberi hormat, Pangeran Nyen Nyeh pun berlalu.

"Bawa prajurit yang terluka ini! Suruh tabib kerajaan merawat dia baik-baik," perintah sang Raja pada prajurit yang lain.

"Daulat Gusti Prabu," jawab beberapa prajurit sambil memberi hormat. Setelah itu, mereka membawa rekan mereka untuk mendapat pengobatan.

Sementara Perdana Menteri Pangeran Nyen Nyeh menyiagakan seluruh prajuritnya. Pasukan pemanah bersiap-siap di atas benteng dan lokasi strategis lainnya.

Warga kerajaan diungsikan ke tempat persembunyian rahasia. Sementara ibu-ibu dan wanita tua berkumpul di lokasi yang sudah disiapkan kerajaan dengan senjata seadanya. Beberapa bayi dan anak-anak yang masih di bawah umur menangis, karena ketakutan dengan kondisi yang terjadi.

Mata air Sari Gangga yang selama ini disucikan warga Kerajaan Sari Gangga terletak di pertemuan dua sungai, yakni Sungai Sari Gangga dan Eyat (bahasa Sasak - sungai kecil) Jontlak yang bermuara di luar istana kerajaan. Sekarang wilayah ini masuk wilayah Kelurahan Jontlak Kecamatan Praya Tengah Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat.

Bagi warga sekitar, air ini dipercaya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit dan membawa berkah saat dicampur dengan air lain untuk menyiram tanaman atau rumah.  

Di muara sungai ini, ada batu seukuran gajah besar dengan genangan air kecil di bawahnya. Genangan air di bawah ini tetap jernih, meski air dari dua sungai yang datang dari hulu berwarna kecoklatan dari hulu. Di dekat batu ada satu pohon beringin besar yang berumur ratusan tahun dengan akar yang menjuntai.

Sementara di tepi sungai, tumbuh berbagai jenis pohon yang buahnya bisa dikonsumsi warga kerajaan, seperti jambu air, kelapa, nanas, srikaya dan lainnya. Tidak hanya itu, pohon bambu banyak tumbuh di pinggir sungai, sehingga membuat banyak warga yang datang ke sungai merasa nyaman.

Oleh warga setempat, lokasi air ini dipercaya  berhubungan langsung dengan Sungai Gangga di India. Karena merasa masih punya hubungan dengan Sungai Gangga di India, warga setempat menamakan mata air itu dengan Sari Gangga. Artinya, air yang merupakan sari pati dari Sungai Gangga -- sungai yang disucikan warga India, khususnya umat Hindu.

Asal muasal dinamakan Mata Air Sari Gangga dimulai dengan kedatangan seorang penyebar agama Hindu dari India bernama Laksmana. Laksmana yang didampingi beberapa pengikutnya waktu itu, sedang mencari lokasi yang cocok untuk membangun tempat persembahyangan. Dengan berjalan kaki, mereka kemudian menyusuri sebuah aliran sungai setelah melalui hutan belantara di utara Pulau Lombok. Mereka masuk lewat satu pantai di Lombok Utara yang kini masuk wilayah Kayangan.

Sampai akhirnya, mereka tiba di satu lokasi yang cukup bagus. Di lokasi ini ada sebuah mata air yang berada di muara pertemuan dua sungai. Di dekat itu, mereka kemudian membangun sebuah gubuk kecil dan tempat persembahyangan sederhana. Dari lokasi itulah kemudian mereka mulai menyebarkan ajaran agama Hindu pada masyarakat yang ada di sekitarnya hingga menyebar ke seluruh penjuru Pulau Lombok.

Tak berapa lama kemudian, masyarakat yang tertarik pada ajaran ini kemudian membangun rumah yang terbuat dari bambu dan beratapkan ilalang atau daun enau dan kelapa. Dalam jangka waktu lima tahun, kawasan itu menjadi ramai. Pusat perdagangan pun dibangun dan menjadi lokasi transit para penggelana yang pergi ke daerah lain.

Melihat besarnya potensi yang dimiliki Mata Air Sungai Sari Gangga membuat banyak pihak atau kelompok ingin merebutnya. Apalagi setelah Laksmana mangkat dan digantikan muridnya Resi Bonter. Resi Bonter pun berusaha mengajarkan ilmu silat pada murid-murid dan warga yang ada di sekitarnya dengan tujuan bisa mempertahankan diri dari serangan pihak luar.

Dari hari ke hari jumlah yang belajar semakin banyak, membuat warga sepakat mengangkat Resi Bonter sebagai pemimpin. Resi Bonter pun mempersunting seorang muridnya bernama Seniyah. Dari hasil perkawinannya lahirlah putranya bernama Galih Mandara dan Rende Sasaka.

Seiring berjalannya waktu, Resi Bonter pun mangkat dan dikremasi sebagaimana halnya dengan yang berlaku pada ajaran Hindu. Galih Mandara akhirnya diangkat menggantikan ayahnya. Galih Mandara berusaha memperluas wilayah Kerajaan Sari Gangga hingga seluruh penjuru Pulau Lombok berhasil dikuasai.

Beberapa kerajaan kecil pun ditaklukkannya dan membayar upeti tiap tahun ke Kerajaan Sari Gangga. Namun, Kerajaan Mantang yang berada di utara masih setengah hati membayar upeti ke Kerajaan Sari Gangga. Dipimpin anaknya yang jago berkelahi, Ramba Rimba yang dikenal sebagai Resi Rimbawan, masa kejayaan Kerajaan Sari Gangga ada di masa ini.

Setelah 10 tahun memimpin, akhirnya Resi Bonter memilih menyerahkan tampuk kekuasaannya pada anaknya Resi Rimbawan. Resi Rimbawan yang menikah dengan Putri Giok dari tanah Tiongkok memperoleh dua anak, yakni Putri Ayuning dan Pangeran Kumara.

Pada masa pemerintahan Resi Rimbawan ini, sempat terjadi peperangan dengan Kerajaan Mantang hingga menewaskan Resi Rimbawan, karena raja Kerajaan Mantang Prabu Santana ingin menguasai mata air Sari Gangga. Resi Rimbawan tewas secara ksatria, karena dibunuh secara licik oleh Prabu Santana dalam sebuah peperangan. Hal ini membuat putra-putri Resi Rimbawan pun dendam. Tampuk kekuasaan pun diambilalih Brandana suami dari Putri Ayuning. Mereka dikaruniai dua putra dan 1 putri.


Namun, Prabu Santana rupanya masih bernafsu sehingga kembali mengirim pasukannya merebut mata air Sari Gangga dari tangan Kerajaan Sari Gangga.  (Bersambung)
Share:

KSAD Buka TMMD Ke-94 di Lombok Barat NTB



Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo membuka secara resmi TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-94 tahun 2015 di Lapangan Bencingan Kabupaten Lombok Barat, Kamis (7 Mei 2015)

Share:

Thursday 30 April 2015

NTB Raih Dua Penghargaan MDG’s 2015


 
Presiden Joko Widodo memberikan ucapan selamat
pada Gubernur NTB Dr. TGH. M. Zainul Majdi 
setelah meraih penghargaan sebagai daerah terbaik pertama 
yang berhasil di bidang pembangunan millenium di Jakarta, Rabu (29/4/2015) 
Dari arena Musrenbang Nasional tahun 2015, Pemprov NTB berhasil meraih dua penghargaan di bidang Pembangunan Milenium  atau Millenium Development Goa’ls (MDG’s). Penghargaan langsung diberikan Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo kepada Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi di Jakarta, Rabu (29/4/2015).

Share:

Wednesday 29 April 2015

Kerajinan Buah Kering Lombok Rambah Pasar Ekspor

Kerajinan buah kering khas Lombok NTB berbentuk pohon Natal
dan banyak dipesan di luar negeri.
Berbagai jenis kerajinan buah kering ini, semata-mata untuk memenuhi kebutuhan permintaan luar negeri alias ekspor. Di bawah brand Lombok Natural, produk-produk yang dihasilkan kemudian dikirim ke berbagai negara, seperti Israel, Amerika Serikat, Jerman, Arab Saudi dan India. Negara lainnya, Jepang dan Australia, kendati dua negara ini masih berat menembusnya.

Dalam sekali kirim, minimal satu kontainer. Dalam setahun bisa sampai empat kali kirim. Bisa dibilang produk Lombok Natural ini telah mendunia. Tingginya permintaan itulah, bahkan tidak jarang Ari Aditya harus melibatkan tenaga yang banyak untuk memenuhi permintaan tersebut.


Sayangnya, untuk kegiatan ekspor ini harus melibatkan para eksportir luar daerah. Maklum saja, belum ada pelabuhan ekspor di NTB.  Akibatnya, bisa saja nilai ekspor tersebut didapatkan manfaatnya oleh daerah-daerah eksportir. “Tapi tetap kita menggunakan nama Lombok Natural,” ujar Ari Kanti pada Suara NTB.
Kerajinan dari buah kering berbentuk burung dan buah-buahan.

Penjualannya, biasanya menggunakan dolar Amerika Serikat. Artinya, ketika nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar membuat pedagang untung besar meski ada kenaikan harga bahan-bahan kimia pendukung lainnya. Namun, masih tetap ada nilai tambah yang didapatkan pengusaha.

Alasan pasar luar negeri dilirik, karena jenis-janis hiasan ruangan yang bahan bakunya murni dari alam. Sehingga perbandingan pasar penjualannya 50 persen lebih adalah untuk ekspor.

Tetapi ada masanya permintaan juga berkurang, untuk menyiasati itu.  Lombok Natural juga menggarap pasar dalam negeri, yang paling utama adalah NTB atau dalam daerah. Sebab, NTB dengan daerah wisatanya telah menyedot banyaknya pembangunan hotel, vila, home stay, termasuk pembangunan perumahan. ‘’Itu juga menjadi sasaran pasarnya. Meskipun tidak seempuk pasar ekspor,’’ akunya.
Kerajinan buah kering khas Lombok yang banyak dikirim
ke beberapa negara Eropa
 Asia dan Amerika

Untuk mempertahankan permintaan luar negeri. Ari Aditya juga menambahkan tetap harus memutar otak untuk menciaptakan kreasi produk yang baru. Sebab, disadarinya selera pasar itu akan selalu berubah-ubah, ada zamannya sambung Ari Kanti.

Dukungan pemerintah daerah juga dirasakannya untuk mempertahankan selera pasar ini. Sebab tidak jarang juga Lombok Natural dilibatkan dalam setiap pelatihan-pelatihan. Di antaranya pelatihan desain, pelatihan pemasaran yang kerap kali dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTB, termasuk Kantor Bea dan Cukai.

Pada bagian lain, pelaku industri kerajinan jenis ini belum begitu banyak, masih bisa dihitung dengan jari. “Karena memang membutuhkan orang-orang yang punya nilai seni dan kreativitas tinggi,” kata Jamaludin salah satu perajin.

Kerajinan buah kering ini sendiri sebenarnya tidak murni hasil kerajinan yang muncul di dalam daerah. Membuat kerajinan kayu kering, didapatkannya bersama dengan mengabdi di salah satu rumah kreatif milik orang asing.

Selama kurang lebih tujuh tahun, setelah merasa bisa, barulah Jamal juga memberanikan diri untuk melepas diri dari tuannya dan bergabung dengan Ari Aditya di bawah brand Lombok Natural. Meski telah bertahun-tahun kerajinan buah kering berkembang, tetap saja tidak banyak yang tertarik dan menggeluti industri kerajinan jenis ini.

Mungkin saja, ujarnya, karena kurangnya kreativitas, belum banyak yang bisa membuat jaringan pemasaran hingga keluar negeri. Bukan saja untuk tenaga teknis, untuk tenaga pembantu saja masih sangat jarang menemukan pekerja-pekerja yang sesuai.

Menurut Jamal, harus membutuhkan tenaga yang terampil dan telaten. Bayangkan, sekedar untuk mengupas dan membersihkan akar kayu liana misalnya. Dibutuhkan orang-orang yang memang memiliki keahlian. “Karena kalau bukan orang-orang yang ahli, serat-seratnya bisa terangkat semua. Banyak yang mau bekerja, tetapi tidak banyak yang bisa,” tambahnya.

Demikian juga untuk pewarnaannya, jika tidak teliti dan ahli, akan banyak celah dan serat-serat kayu yang tidak bisa tertutupi warna. Kekhawatirannya, hal-hal kecil biasanya akan menjadi nilai minus dari para buyer. Dan kepercayaan itulah yang harus dijaga untuk mempertahankan pasar. (Bulkaini)
Share:

Warga NTB Jadi Korban Ledakan Bom di KBRI Yaman

Aisya, TKW asal NTB saat dievakuasi di salah satu rumah
di Yaman  setelah terkena serpihan kaca yang hancur 
akibat gedung KBRI dibom tentara Arab Saudi

Peristiwa ledakan bom di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yaman Senin (20/4) lalu, mengakibatkan Aisyah,  TKW asal NTB jadi korban. Aisyah warga Praya, Lombok Tengah (Loteng) ini, mengalami luka cukup parah, akibat ledakan bom itu. Kini korban sedang dalam proses evakuasi melalui Arab Saudi, untuk segera diterbangkan ke Indonesia.

Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive