Be Your Inspiration

Thursday 31 July 2014

Banyak Pengaduan Perselisihan Investor-‘’Broker’’ Tanah di NTB




Kepala BPM PT NTB Lalu Bayu Windia
KEPALA Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BKPM-PT) NTB, Drs. L. Bayu Windya, M.Si mengatakan,  pihaknya banyak menerima pengaduan dari para investor yang berselisih dengan broker tanah yang sebelumnya mencarikan tanah untuk lokasi investasi. Untuk mencegah masalah di kemudian hari, investor baik dalam dan luar negeri disarankan untuk mendatangi lembaga-lembaga resmi pemerintah jika ingin berinvestasi di daerah ini, bukan lewat para broker.

Share:

Agus Salim Diduga Jaringan Igaras



Kapolres KSB, AKBP .Teddy Suhendyawan Syarif.

AGUS Salim alias Agus Abdullah bin Ibrahim (31) warga Desa Seteluk Atas, Kecamatan Seteluk, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) terduga jaringan teroris yang tertangkap beberapa waktu lalu teridentifikasi masuk dalam jaringan Igaras. Jaringan tersebut merupakan jaringan kecil dari sekian banyak jaringan ajaran jihad radikalisme yang ada di Indonesia.

Share:

WWF NTB Tentang Rencana Pengerukan Pasir Sekotong




Direktur WWF NTB Ridha Hakim
MEGA proyek reklamasi Teluk Benoa, Bali menyeret Lombok sebagai lokasi eksploitasi pasir untuk pembangunan fasilitas proyek tersebut. Dalam proposal investor yang diajukan PT.TWBI  terungkap, Sekotong,  Lombok Barat akan menjadi lokasi pengambilan pasir. Kabar ini pun ditentang World Wildlife Fund  (WWF) NTB, yang menilai rencana pengerukan pasir itu akan merusak bentang alam di kawasan wisata tersebut.
Share:

Pemkab Lobar Tolak Permintaan Pasir 20 Juta untuk Reklamasi Teluk Benoa

Logo Lombok Barat


Pemkab Lombok Barat (Lobar) menolak permintaan perusahaan yang ingin membeli material berupa pasir untuk keperluan rekalamsi Teluk Benoa di Bali. Penolakan ini disampaikan atas dasar pertimbangan, antara lain melanggar aturan Kepres nomor 2 tahun 2002 dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Lombok Barat.

Demikian ditegaskan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Lobar, Budi Dharmajaya Kamis (31/7/2014) ketika dikonfirmasi via telepon. Budi mengakui, pada awal tahun pernah ada permintaan salah satu perusahaan di Bali membeli material pasir dalam partai besar. Material ini menurut rencana akan dipergunakan untuk reklamasi Teluk Benoa, Bali.
‘’Memang ada salah satu perusahaan meminta membeli material pasir untuk reklamasi di Teluk Benoa Bali, tapi atas pertimbangan aturan (Kepres nomor 2 tahun 2002) dan RTRW, terutama sekali menyangkut lingkungan maka permintaan itu kita tolak,’’ tegas Budi yang sat dikonfirmasi sedang ada di luar daerah.

Mantan Sekretaris Distamben ini menerangkan, sebelum diputuskan permintaan perusahaan tersebut ditolak, pihak Pemda dalam hal ini Distamben, BLH, Bappeda dan Dinas Kelautan Perikanan, Lobar melakukan pertemuan untuk mengkaji masalah ini.

Hasil kajian dari berbagai sisi, termasuk aturan Kepres nomor 2 tahun 2002 tentang masalah tambang. Dalam aturan ini, gubernur, bupati dan walikota tidak diperbolehkan memberi izin mengambil pasir dari laut, karena mengancam kelestarian laut sendiri. Selanjutnya, dari segi RTRW juga tidak memungkinkan karena melanggar aturan. ‘’Pemda tidak setuju karena masalah RTRW,’’ tegasnya.

Ia mengaku, pengajuan perusahaan itu untuk membeli pasir sekitar bulan Februari – Maret 2014. Perusahaan ini tidak hanya mengajukan penawaran ke Distamben, namun juga ke sejumlah dinas seperti BLH, DKP dan Bappeda. 

Lantas jika ada pengiriman? Menurutnya tentu kegiatan itu ilegal karena tidak ada izin sebelumnya. Dalam hal ini pemda akan bersikap tegas terhadap aktivitas yang melanggar aturan. 

Terpisah, Kepala BLH Lobar Mulyadin SH, MH menegaskan, terkait permintaan material pasir untuk reklamasi Teluk Benoa ditolak Pemda karena selain pertimbangan melanggar aturan dan RTRW juga karena kapasitas yang diperlukan tinggi mencapai 20 juta ton. ‘’Kita mana mampu, sementara di Lobar saja hanya galian C kapasitas kecil-kecil,’’ terangnya.

Sementara itu, anggota Komisi III Adi Suharmin menentang keras jika pemda menjual material pasir ke Bali. Karena, jika dipaksakan memenuhi permintaan itu maka akan habis tenggelam Lobar. Apalagi kawasan Lobar kebanyakan wisata yang jika diambil pasir di pesisir pantainya akan mengancam kawasan itu sendiri. ‘’Pemda harus tegas terhadap aktivitas galian C ini, karena diduga banyak yang ilegal,’’ tegasnya.(suara ntb) 




Share:

Garap Kawasan Wisata, Investor Asing di Sekotong Peralat ‘’Broker’’

Salah satu sudut pemandangan di Gili Nanggu Sekotong 
Lombok Barat
Calo atau broker tanah diduga menguasai sejumlah lahan potensial di kawasan Sekotong. Para calo ini diduga diperalat oleh investor asing untuk memperoleh izin menggarap kawasan wisata di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat (Lobar).

Salah seorang broker berinisial SH mengakui telah memegang sertifikat sejumlah lokasi lahan di Sekotong Barat atas nama orang lokal namun pemiliknya diduga orang asing.

Share:

Tuesday 29 July 2014

Kebebasan, Cara Lotim untuk Bangkit dari Kemunduran




Bupati Lotim Ali Bin Dachlan

Bupati Lombok Timur (Lotim) H. Moch Ali Bin Dachlan menyatakan tetap memegang prinsip Lotim adalah surga kebebasan. Warga diberikan kebebasan untuk berekspresi, termasuk kebebasan menulis dan mengungkap fakta dari para wartawan. Kebebasan merupakan salah satu cara untuk bangkit dari kemunduran.

Share:

Open House, Ribuan Warga Padati Kediaman Pribadi Gubernur NTB



 
Open house gubernur di Pancor Lotim
SEHARI setelah Hari Raya Idul Fitri 1435 Hijriah, Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi, beserta keluarga besar  menggelar open house di kediaman pribadinya  di Gelang Pancor Kecamatan Selong, Selasa (29/7/2014). Kediaman gubernur pun sejak pagi sudah ramai dipadati ribuan warga yang berasal dari Lombok Timur dan sekitarnya.

Share:

Tradisi ‘’Tiu’’ Sebelum Shalat Idul Fitri, Warga Jantuk Mandikan Kuda



Masyarakat Jantuk mengikuti Tradisi Tiu 
yang dilaksanakan seusai shalat Idul Fitri.
 Tiu adalah sebuah bendungan yang biasa digunakan oleh masyarakat Jantuk di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), untuk memandikan kuda sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri. Kuda – kuda tersebut ditunggangi dan berjalan beriringan seperti pawai. Tradisi ini sudah ada sejak lama. Seiring perkembangan zaman, tradisi tersebut terus dilestarikan dan untuk mempertahankannya, tradisi ini dijadikan  event tahunan masyarakat Desa Jantuk, Kecamatan Sukamulia , Kabupaten Lombok Timur. Tradisi ini dilaksanakan mulai pukul 04.00 hingga 07.00 Wita.

SALAH seorang tokoh masyarakat Desa Jantuk, Muslimin menjelaskan, Tradisi Tiu merupakan tradisi nenek moyang mereka sejak penjajahan Belanda sekitar  tahun 1890 – an. Awal mulanya, tiu merupakan bendungan atau sungai tempat biasa digunakan untuk memandikan kuda sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri. Kuda – kuda tersebut ditunggangi secara beriringan dalam jumlah yang sangat banyak.  ‘’Ini (Tradisi Tiu, red) sudah sejak tahun 1890 – an,’’ ungkap Muslimin yang juga Kepala Dusun Gubuk Lauk, Desa Jantuk, Senin (28/7/2014) malam.


Dikatakan, filosofi tradisi tersebut menunjukkan nilai – nilai perjuangan masyarakat tempo dulu melawan penjajah serta Jantuk sangat diistimewakan di masa Kerajaan Jereweh. Terlepas dari filosofi tersebut, diakui, sebagian besar masyarakat Jantuk memang mendapatkan penghasilan dari beternak kuda. ‘’Desa Jantuk dulu sangat diistimewakan ketika masih disebut distrik di masa kerajaan,’’ akunya.

Mempertahankan tradisi tersebut katanya, masyarakat khusus warga asli Jantuk diharuskan mengikuti Tradisi Tiu atau menunggang kuda. Pesertanya pun beragam, mulai dari pemuda, gadis hingga anak kecil. Disebutkan, tahun ini kuda yang ikut serta menyemarakan tradisi tersebut kurang lebih 200 ekor. ‘’Pokoknya tiap tahun itu terus meningkat, tahun 2013 masyarakat siapkan 150 ekor kuda dan sekarang sekitar 200 ekor,’’ sebutnya.

Diakui, kuda – kuda tersebut sebagian besar merupakan kuda yang sengaja di sewa oleh masyarakat dengan harga bervariasi. Diketahui, di zaman dulu masyarakat menyewa hanya Rp 15,  sedangkan saat ini mencapai Rp 700 ribu. Tetapi, tidak dipungkiri sudah banyak masyarakat yang mulai memelihara kuda yang dipersiapkan untuk mengikuti tradisi tersebut. “Dulu kita bisa sewa Rp 15, sekarang sampai Rp  700 ribu,” sebutnya seraya menambahkan tradisi ini, hanya bisa diikuti oleh masyarakat Jantuk dan tiap tahun warga yang keturunan Jantuk wajib pulang menyaksikan perayaan tersebut.

Apa alasan tokoh masyarakat memulai tradisi ini pukul 04.00 hingga pukul 07.00 ? Muslimin menjelaskan, sudah tradisi yang diterima dari nenek moyang dari tahun ke tahun. Pertimbangan lain sambungnya, menghindari kemacetan apabila dilaksanakan pagi, siang atau sore hari. “Ini memang sudah tradisi dari dulu,” jawabnya serta berharap agar tradisi itu, tetap dipertahankan dan paling tidak menjadi tradisi yang dapat mengundang wisatawan. “Mudah – mudahan ini tetap eksis atau dipertahankan oleh generasi selanjutnya,” ujarnya.


Hafifudin pemuda Desa Jantuk mengakui, dirinya diajarkan menunggang kuda oleh orangtuanya sejak duduk di kelas 1 SD. Dari tradisi tersebut menurutnya, ada pembelajaran yang didapatkan, baik itu nilai perjuangan serta kegigihan orang tempo dulu mempertahankan diri melawan penjajah dengan menunggang kuda tanpa pelana, cukup dengan cemeti serta tali kekang.

Tidak seperti teman sebayanya, Hafif tidak perlu menyewa kuda dengan harga mahal yang ditawarkan para pemilik kuda setiap tahunnya. Lantaran orangtuanya memelihara kuda secara turun temurun. Dia berharap khususnya kepada pemerintah, agar tradisi itu diperhatikan. Artinya, paling tidak menjadi kalender budaya tahunan, karena tradisi ini hanya bisa ditemukan di Jantuk. Kedua, fasilitas penunjang dan promosi – promosi kepada masyarakat luar bisa digalakkan, sehingga eksistensi tradisi tersebut bisa dikenal. (cem/suara ntb)

Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive