Salah satu sudut pemandangan di Gili Nanggu Sekotong Lombok Barat |
Calo atau broker
tanah diduga menguasai sejumlah lahan potensial di kawasan Sekotong. Para calo
ini diduga diperalat oleh investor asing untuk memperoleh izin menggarap
kawasan wisata di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat (Lobar).
Salah seorang broker berinisial SH mengakui telah memegang
sertifikat sejumlah lokasi lahan di Sekotong Barat atas nama orang lokal namun
pemiliknya diduga orang asing.
Ia mengaku biasanya investor asing yang sulit mengurus izin
akan menggunakan calo. Setelah selesai urus izin Hak Guna Bangunan (HGB),
barulah dilakukan balik nama menggunakan nama orang asing itu. ‘’Setelah
selesai proses perizinan barulah calo diberikan jatah ada yang satu persen dan
lebih,’’akunya.
Selain itu, para broker
juga memegang sertifikat lahan yang akan dijual ke investor. Para calo ini
membantu pemilik lahan menjual lahan itu dengan menawarkan ke sejumlah investor
yang ingin berinvestasi.
Ia menyebut sejumlah lokasi yang dikuasai sertifikatnya dan
siap dilego ke investor adalah di Pandanan dan sekitar Tawun. Lokasi ini persis
ada di pinggir pantai. Ia mengaku bersama enam rekannya diminta menjual lahan
itu oleh pemiliknya. Lantas ia telah menawarkan ke sejumah investor nasional, dan
dalam waktu dekat (setelah Lebaran) akan diproses pembayarannya.
Lebih jauh diterangkan, cara kerja calo langsung menawarkan
lahan ke investor, tidak mau melalui perantara. Jika ada pihak yang menawarkan
lahan, ia tidak langsung menerima tawaran itu namun ditanyakan dulu ada tidak
kuasa menjual atau kuasa pembelinya. Jika tidak ada, maka ia tidak akan mau menerimanya.
‘’Karena sudah pasti itu perantara, bukan investor,’’ terangnya.
Kalau pihak terkait selaku penjual atau pembeli pertama,
maka baru akan dilakukan kerjasama. Biasanya dalam pembagian komisi, calo
memperoleh dari komisi hasil penjualan atau diberikan patokan harga. Tetapi
calo menjual dengan harga yang diinginkan supaya memperoleh komisi dari hasil
penjualan itu. ‘’Kebanyakan di Sekotong memberikan komisi setelah semua lahan
dibayar,’’ katanya.
Ia mengaku, para investor yang masuk ke kawasan Sekotong
banyak. Namun di tengah jalan kabur lantaran terkendala pada persoalan
banyaknya sertifikat ganda. Ia mengaku pernah memegang sertifikat lahan hingga
empat sertifikat. ‘’Itu satu lahan punya empat sertifikat, siapa pemiliknya
tidak jelas,’’ terangnya.
Menurutnya, kebanyakan lahan yang bersertifikat ganda yakni
lahan yang belum bersertifikat sehingga warga bisa membuat sertifikat semaunya.
Ketika investor ingin mengembangkan kawasan itu, menemukan persoalan ini
sehingga tak jarang investor dihadapkan pada persoalan sengketa lahan. ‘’Hal
inilah menyebabkan kebanyakan investor lari,’’ ujarnya.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Marie Elka Pangestu saat berada di Teluk Mekaki Sekotong Lombok Barat Maret 2014 lalu. |
Terpisah Anggota Komisi III DPRD Lobar, Adi Suharmin menyatakan banyak
investor yang datang ke Sekotong ingin berinvestasi justru tidak jadi
berinvestasi lantaran adanya tambang dan sertifikat lahan ganda di Sekotong.
Menurutnya, investor banyak dirugikan karena lahan di kawasan
Sekotong tak sedikit bersertifikat ganda. Sehingga alih-alih investor
menanamkan investasi, namun tak jarang dihadapkan pada persoalan hukum yang
ditimbulkan sengketa sertifikat ganda itu. ‘’Banyak investor yang terpaksa bersengketa,’’
katanya.
Menurutnya, banyak lahan di kawasan Sekotong yang tumpang
tindih sertifikatnya. Hal ini menyebabkan investor yang tadinya mau
berinvestasi justru batal karena tak ingin berurusan dengan pengadilan karena
sengketa lahan. Banyaknya sertifikat yang tumpang tindih karena ulah spekulan
yang diduga hanya ingin mengincar izin namun nantinya izin itu dijual lagi ke
investor lain. ‘’Seharusnya bupati (Bupati Lobar) harus tegas dengan investor
yang bermain seperti ini,’’ terangnya.
Terpisah Kepala Seksi Perizinan pada Badan Perizinan Lobar,
Akaki tak menampik adanya broker tersebut.
Namun biasanya broker digunakan oleh
investor luar negeri, karena sesuai ketentuan warga asing tidak boleh membeli
lahan. ‘’Tapi setelah urus izin Hak Guna Bangunan (HGB) perseroan terbatas, baru
bisa balik nama dari nama broker itu
ke nama warga asing itu. Calo ini akan dapat bagian satu persen,’’aku Akaki.
Sesuai ketentuan, orang asing boleh memegang izin HGB atas nama penanaman modal asing (PMA). Karena untuk memperoleh izin, maka warga asing ini menggunakan nama orang lain biasanya calo. Pihaknya sendiri melakukan pendataan jumlah investor masuk per kecamatan, termasuk ke Sekotong lumayan tinggi. (suara ntb)
0 komentar:
Post a Comment