Be Your Inspiration

Thursday, 31 July 2014

Garap Kawasan Wisata, Investor Asing di Sekotong Peralat ‘’Broker’’

Salah satu sudut pemandangan di Gili Nanggu Sekotong 
Lombok Barat
Calo atau broker tanah diduga menguasai sejumlah lahan potensial di kawasan Sekotong. Para calo ini diduga diperalat oleh investor asing untuk memperoleh izin menggarap kawasan wisata di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat (Lobar).

Salah seorang broker berinisial SH mengakui telah memegang sertifikat sejumlah lokasi lahan di Sekotong Barat atas nama orang lokal namun pemiliknya diduga orang asing.


Ia mengaku biasanya investor asing yang sulit mengurus izin akan menggunakan calo. Setelah selesai urus izin Hak Guna Bangunan (HGB), barulah dilakukan balik nama menggunakan nama orang asing itu. ‘’Setelah selesai proses perizinan barulah calo diberikan jatah ada yang satu persen dan lebih,’’akunya.

Selain itu, para broker juga memegang sertifikat lahan yang akan dijual ke investor. Para calo ini membantu pemilik lahan menjual lahan itu dengan menawarkan ke sejumlah investor yang ingin berinvestasi.

Ia menyebut sejumlah lokasi yang dikuasai sertifikatnya dan siap dilego ke investor adalah di Pandanan dan sekitar Tawun. Lokasi ini persis ada di pinggir pantai. Ia mengaku bersama enam rekannya diminta menjual lahan itu oleh pemiliknya. Lantas ia telah menawarkan ke sejumah investor nasional, dan dalam waktu dekat (setelah Lebaran) akan diproses pembayarannya.

Lebih jauh diterangkan, cara kerja calo langsung menawarkan lahan ke investor, tidak mau melalui perantara. Jika ada pihak yang menawarkan lahan, ia tidak langsung menerima tawaran itu namun ditanyakan dulu ada tidak kuasa menjual atau kuasa pembelinya. Jika tidak ada, maka ia tidak akan mau menerimanya. ‘’Karena sudah pasti itu perantara, bukan investor,’’ terangnya.

Kalau pihak terkait selaku penjual atau pembeli pertama, maka baru akan dilakukan kerjasama. Biasanya dalam pembagian komisi, calo memperoleh dari komisi hasil penjualan atau diberikan patokan harga. Tetapi calo menjual dengan harga yang diinginkan supaya memperoleh komisi dari hasil penjualan itu. ‘’Kebanyakan di Sekotong memberikan komisi setelah semua lahan dibayar,’’ katanya. 

Ia mengaku, para investor yang masuk ke kawasan Sekotong banyak. Namun di tengah jalan kabur lantaran terkendala pada persoalan banyaknya sertifikat ganda. Ia mengaku pernah memegang sertifikat lahan hingga empat sertifikat. ‘’Itu satu lahan punya empat sertifikat, siapa pemiliknya tidak jelas,’’ terangnya.

Menurutnya, kebanyakan lahan yang bersertifikat ganda yakni lahan yang belum bersertifikat sehingga warga bisa membuat sertifikat semaunya. Ketika investor ingin mengembangkan kawasan itu, menemukan persoalan ini sehingga tak jarang investor dihadapkan pada persoalan sengketa lahan. ‘’Hal inilah menyebabkan kebanyakan investor lari,’’ ujarnya.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Marie Elka Pangestu saat berada di Teluk Mekaki Sekotong Lombok Barat Maret 2014 lalu.
Terpisah Anggota Komisi III DPRD Lobar, Adi Suharmin menyatakan banyak investor yang datang ke Sekotong ingin berinvestasi justru tidak jadi berinvestasi lantaran adanya tambang dan sertifikat lahan ganda di Sekotong.

Menurutnya, investor banyak dirugikan karena lahan di kawasan Sekotong tak sedikit bersertifikat ganda. Sehingga alih-alih investor menanamkan investasi, namun tak jarang dihadapkan pada persoalan hukum yang ditimbulkan sengketa sertifikat ganda itu. ‘’Banyak investor yang terpaksa bersengketa,’’ katanya.

Menurutnya, banyak lahan di kawasan Sekotong yang tumpang tindih sertifikatnya. Hal ini menyebabkan investor yang tadinya mau berinvestasi justru batal karena tak ingin berurusan dengan pengadilan karena sengketa lahan. Banyaknya sertifikat yang tumpang tindih karena ulah spekulan yang diduga hanya ingin mengincar izin namun nantinya izin itu dijual lagi ke investor lain. ‘’Seharusnya bupati (Bupati Lobar) harus tegas dengan investor yang bermain seperti ini,’’ terangnya.

Terpisah Kepala Seksi Perizinan pada Badan Perizinan Lobar, Akaki tak menampik adanya broker tersebut. Namun biasanya broker digunakan oleh investor luar negeri, karena sesuai ketentuan warga asing tidak boleh membeli lahan. ‘’Tapi setelah urus izin Hak Guna Bangunan (HGB) perseroan terbatas, baru bisa balik nama dari nama broker itu ke nama warga asing itu. Calo ini akan dapat bagian satu persen,’’aku Akaki.

Sesuai ketentuan, orang asing boleh memegang izin  HGB  atas nama penanaman modal asing (PMA). Karena untuk memperoleh izin, maka warga asing ini menggunakan nama orang lain biasanya calo. Pihaknya sendiri melakukan pendataan jumlah investor masuk per kecamatan, termasuk ke Sekotong lumayan tinggi. (suara ntb)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive