Be Your Inspiration

Tuesday, 27 January 2015

Songket Sukarara Lombok Tengah, Karya Tangan Desa yang Mendunia



Seorang penenun di Sukarara Loteng sedang membuat 
kain songket. 
Bicara kerajinan kain tenun, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) punya ikon bernama kain songket. Namun dari sekian banyak kain songket yang ada, kain songket asal Desa Sukarara Kecamatan Jonggat yang paling dikenal. Bukan hanya untuk ukuran NTB, tetapi Indonesia bahkan dunia. 

 Tidak berlebihan memang. Lantaran songket Sukarara kini sudah begitu dikenal  luas. Bahkan sudah merambah pasar dunia. Melalui songket Sukarara pulalah,
Loteng juga bisa dikenal sebagai daerah yang tidak hanya kaya akan potensi alam, tapi kaya akan karya seni bernilai tinggi.
 
kain songket hasil produksi penenun di Sukarara Jonggat Loteng. 
Sebagian besar kain songket ini sudah merambah pasar ekspor
Bagi warga Desa Sukarara sendiri, songket kini bukan hanya sebatas hiasan dan pelengkap busana adat. Tetapi sudah menjadi sebuah entitas desa sekaligus salah satu penopang ekonomi keluarga. Dengan songket, warga Desa Sukarara kini bisa menatap harapan akan penghidupan yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Kembali bicara masalah songket. Memiliki nilai seni tinggi, maka tidak salah kalau kemudian Songket Sukarara dibandrol dengan harga cukup tinggi. Belum lagi jika melihat proses pembuatannya yang tidak kalah rumit serta butuh waktu yang cukup lama. Karena seluruh proses pembuatannya, menggunakan tangan. Dibantu alat tenun sederhana bernama Sengseq.
 
kain songket hasil produksi penenun di Sukarara Jonggat Loteng. 
Sebagian besar kain songket ini sudah merambah pasar ekspor
Untuk membuat songket Sukarara dengan ukuran standar lebar 65 cm dan panjang 2 meter misalnya,  paling tidak butuh waktu tiga sampai empat minggu. Waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama lagi, tergantung tingkat kesulitan motif serta panjang songket yang dibuat. Selama itu, si pembuat dituntut untuk tetap tekun dan telaten.

 “Kalau tidak telaten, teliti serta cermat sulit untuk bisa menghasilkan songket yang baik,” aku  Inaq Sri, salah perajin songket Sukarara pada Suara NTB, Sabtu (24/1/2015).

Para perajin biasanya mulai menenun dalam bahasa lokal “nenseq atau nyenseq” pada pagi hari. Menjelang siang, para perajin khususnya yang berstatus ibu rumah tangga menghentikan sejenak kegiatannya itu. Untuk memasak makanan bagi anggota keluargnya serta menjalankan kegiatan lain seperti ibadah. Selepas itu, kegiatan nyenseq pun dilanjutkan kembali hingga menjelang sore hari. Sehingga praktis selama satu hari diiisi oleh kegiatan menenun. 
 
kain songket hasil produksi penenun di Sukarara Jonggat Loteng NTB. 
 “Bagi sebagian orang kegiatan nyenseq ini bisa jadi kegiatan yang membosahkan sekaligus melelahkan,” ujar Sri. Bagaimana tidak, dari pagi hingga sore harus bergelut dengan benang. Salah sedikit, bisa fatal hasilnya, sehingga untuk menjadi penenun songket dibutuhkan ketekunan dan fokus.

Benang yang menjadi bahan utama untuk membuat songket Sukarara pun beraneka ragam. Mulai dari benang kualitas pasar  hingga benang sutra berkualitas tinggi. Itulah yang kemudian menjadi penentu tinggi rendahnya harga jual songket Sukarara. “Kalau untuk kelas benang biasa, harga satu lembar songket Sukarara sekitar Rp 500 ribu. Tetapi kalau dibuat dari benang mahal seperti sutra, harganya bisa mencapai Rp 2 juta lebih,” tambahnya.
 
kain songket hasil produksi penenun di Sukarara Jonggat Loteng. 
Motif yang ditawarkan juga cukup beragam. Namun yang paling dikenal dan banyak diburu ialah motif Subanala dan Seret Penginang. Namun seiring kemajuan zaman, motif pun ikut berkembang sesuai keinginan pasar. Terkadang penenun juga menyiapkan motif tersendiri sesuai keinginan pemesan.

 “Jika motif yang kita siapkan tidak ada yang disukai konsumen. Kita juga siap membuatkan motif sesuai keinginan pemesan. Jadi motifnya lebih fleksibel dan tidak kaku pada beberapa motif saja,” akunya.

Pasar songket Sukarara juga bukan hanya pasar lokal. Seperti yang dikatakan tadi, songket Sukarara juga sudah merambah pasar regional dan internasional. Untuk regional, songket Sukarara banyak yang dikirim ke Bali, Surabaya serta Jakarta. Sedangkan untuk pasar internasional, banyak yang dikirim ke Jepang, Singapura hingga Prancis.

Dengan berkembang pesatnya era digital, tambah Kepala Desa Sukarara, Timan, peminat songket Sukarara kini tidak harus capek-capek datang ke langsung Sukarara, khususnya bagi pasar internasional. Beberapa sentra penjualan songket Sukarara kini sudah mulai memanfaatkan internet sebagai media pemasaran. 
''Peminat songket Sukarara asal luar negeri kini sudah bisa memesan lewat internet kok. Tidak mesti harus datang langsung. Kualitas barang pun dijamin memuaskan,” jaminnya.

Industri Rumahan
  
Khusus bagi warga Desa Sukarara, lanjut Timan, menenun songket sudah menjadi pekerjaan sehari-hari dan sebagai industri rumahan. Penenun songket pun tidak hanya didominasi ibu-ibu dan remaja putri saja. Anak-anak kelas VI SD pun kini sudah banyak yang mahir menenun songket. “Bisa dikatakan hampir di semua rumah ada penenun songket. Entah itu nenek, ibu, anak hingga menantu,” imbuhnya.

Timan mengatakan, sesuai hasil pendataan hingga tahun 2013 lalu, tercatata ada sekitar 2.816 penenun songket di Desa Sukarara, sehingga menegaskan status Desa Sukarara sebagai desa songket. Alasannya, walau penenun songket juga ada di desa lain, tapi jumlahnya tidak sebanyak di Desa Sukarara.(SUara NTB)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive