"Baik, Gusti Ratu," jawab sosok laki-laki tegap sambil menyembah.
"Sudahlah Ambara. Sekarang kamu awasi pergerakan Sentanu dan anak buahnya," ujar Putri Ambarwati pada Ambara, sang panglima kerajaan.
"Siap gusti putri. Hamba sudah perintahkan Kacek pura-pura masuk kelompok mereka. Malahan, kepergian Pangeran Sentanu ke Kopang untuk membunuh Pangeran Kumara juga atas informasi dari Kacek," terangnya.
"Baiklah. Sekarang kita kembali ke istana kerajaan sambil melihat-lihat situasi keliling," ujar Ambarwati sambil menaiki kudanya.
Mereka pun memacu kudanya perlahan-lahan dengan pengawalan sejumlah prajurit di belakang mereka. Mereka menyusuri jalan setapak yang di pinggirnya banyak ditumbuhi tanaman kelapa, pisang dan jambu air.
"Ambara," kata Ambarwati tiba-tiba.
"Hamba Gusti,"
"Gimana menurut kamu tentang Pangeran Kumara?"
"Kalau mendengar cerita Kacek, anak itu baik dan tidak dendam pada kita,"
"Maksud kamu baik bagaimana?" potong Putri Ambara penasaran.
"Ampun, Gusti," jawabnya. "Kalau menurut Kacek, sebenarnya Pangeran Kumara sudah tahu, kalau saat Putri Faradilla menyamar jadi laki-laki adalah perempuan. Bahkan saat tidur bertiga, anak itu tidak berbuat senonoh pada Tuan Putri Faradilla,"
"Mudahan benar," gumam Putri Ambawari.
"Kalau waktu itu, Pangeran Kumara mau menangkap mereka berdua tinggal menyuruh prajurit Kerajaan Sari Gangga menangkap saat berada di mata air. Tapi itu tidak dilakukannya,"
"Dilla sudah cerita itu pada saya," ujarnya sambil mempercepat laju kudanya.
Rombongan Putri Ambarwati pun memasuki perkampungan di wilayah Lendang Kekeh. Mereka heran, kawasan perkampungan kelihatan sepi dan tak ada aktivitas masyarakat luar rumah.
"Ambara," teriak Putri Ambarwati. "Coba selidiki apa yang terjadi di sini!" perintahnya sambil memegang hulu pedangnya.
"Baik Gusti," jawab Ambara sambil melompat dari punggung kudanya ke atas pohon asam yang tumbuh tinggi. (Bersambung)
0 komentar:
Post a Comment