Be Your Inspiration

Monday 2 February 2015

Gerabah Banyumulek, Produk ‘’Go International’’, Perajin Masih Dianaktirikan



Deretan produk gerabah yang dijajakan 
di etalase Pasar Seni Banyumulek.
Siapa yang tidak kenal gerabah Banyumulek? Produk yang sudah go international. Produk yang berasal dari Desa Banyumulek di Kecamatan Kediri Lombok Barat (Lobar) ini sudah banyak dikenal wisatawan nusantara dan mancanegara. 

Produk seperti kendi maling (ceret dari tanah liat), vas bunga, hiasan dinding, tempat pensil, aroma terapi, asbak, tempat permen, vas lampu dan lainnya sudah mendunia.

Produk-produk ini menghiasi gedung-gedung pemerintah, swasta, hotel, restoran hingga rumah pribadi, baik di tingkat nasional dan internasional.

Produk Gerabah Banyumulek Kediri Lombok Barat

Sayangnya, industri kerajinan tangan yang mengangkat nama Lobar, khususnya dan NTB umumnya ini masih belum menyentuh perajin di tingkat paling bawah. Saat pemilik artshop dengan modal berskala besar meraup keuntungan besar, mereka hanya bisa jadi penonton.

Pasar seni yang dibangun Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Lobar di depan Kantor Desa Banyumulek belum mampu menampung aspirasi 100 lebih anggota kelompok perajin untuk menjual produk dalam jumlah besar. Wisatawan yang datang berbelanja ke pasar seni hanya beberapa orang dalam sebulan. Dari ribuan produk yang dipajang di etalase Pasar Seni hanya beberapa produk yang laku dengan nilai Rp 2 juta per bulan.

Jejeran produk gerabah, berupa kendi maling di pasar Seni
Banyumulek Lombok Barat

Meski patung Kepala "Udin" yang dipajang di etalase tersebut diklaim fotonya sudah go international dan banyak beredar di dunia maya, toh belum mampu mengangkat tingkat taraf perekonomian perajin. Termasuk, saat produk mereka dibeli pengelola artshop masih sangat rendah dibandingkan harga produk saat dipajang di etalase artshop.

Ketua Pasar Seni Banyumulek Zaenuddin, mengaku belum mampu bersaing dengan pengelola artshop besar yang berderet dari Desa Lelede (depan Rumah Potong Hewan) hingga Desa Banyumulek. Hubungan yang baik antara pemilik artshop dengan guide dan pihak tour and travel membuat nasib perajin yang menaruh barang di Pasar Seni belum mampu bersaing. Padahal, harga yang dipatok sangat rendah dibandingkan dengan harga di artshop.


Para perajin di Pasar Seni Banyumulek sedang membersihkan 
gerabah yang akan dipajang di etalase.

Meski permasalahan sudah diadukan pada pihak berkompeten, baik pada asosiasi guide, dalam hal ini Perhimpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) NTB dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), apa yang dikeluhkan belum mampu terjawab. Nasib perajin di pasar seni masih belum berubah. "Wisatawan mancanegara lebih memilih berbelanja di artshop dengan kualitas barang yang sama," tuturnya pada Suara NTB, Sabtu (31/1).

Minimnya pembeli yang mampir di pasar seni, akunya, juga membuat anggota kelompok tidak hanya mengandalkan pendapatan dari produk yang dipajang di etalase pasar seni. Banyak anggota kelompok mengerjakan pekerjaan lain, seperti bertani atau bekerja pada pihak lain. Pasalnya, kalau hanya mengandalkan produk di pasar seni, yang laku terjual hanya beberapa.

Untuk itu, Zaenuddin dan beberapa perajin di pasar seni mengharapkan bantuan pemerintah dalam mengatasi persoalan yang dihadapi. Tidak hanya itu, pihak HPI, tour dan travel serta PHRI mau menampung aspirasi mereka.

Dalam arti, pihak-pihak yang bersentuhan dengan gerabah tidak hanya memikirkan komisi dalam jumlah besar, tapi bagaimana mereka peduli pada nasib perajin di tingkat bawah. "Kami harapkan guide yang membawa tamu dalam jumlah besar mau datang ke tempat kami. Jangan hanya mampir di artshop yang bisa memberikan komisi besar," ujarnya.

Begitu juga, pihak PHRI mau menampung produk gerabah perajin di Banyumulek. Produk itu bisa dijadikan souvenir pada tamu hotel dengan bertuliskan nama-nama hotel tempat tamu menginap. Jika keinginannya sudah diakomodir, maka perajin di Banyumulek tidak lagi selalu dalam kesusahan.

Bagi mereka, dampak Bom Bali 2002 hanya sebentar, karena branding gerabah cukup bagus di pasar internasional. Artinya, perajin hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk membina hubungan kembali dengan relasi, sehingga perajin gerabah bisa kembali menikmati hasilnya. Namun, bagi mereka yang paling penting adalah perhatian pemerintah, HPI dan PHRI dalam mendukung usaha mereka, sehingga tetap eksis. (*)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive