Dramatisasi
kisah sengsara Yesus Kristus saat perayaan Jumat Agung pada Jumat (25/3) di Gereja Santa Maria Immaculata Mataram |
Perayaan Jumat
Agung atau mengenang wafat Yesus Kristus berlangsung khidmat di Mataram, Jumat
(25/3/2016). Di Gereja Santa Maria Immaculata Mataram, misa Jumat Agung dimulai
pukul 15.00 Wita dalam suasana yang khidmat.
Misa dipimpin
oleh RD. Yohanes Kadek Ariana, S.S., M.Pd. Misa Jumat Agung dilengkapi dengan
prosesi pasio atau menceritakan kisah penyaliban Yesus Kristus. Setelah itu
dilaksanakan prosesi penciuman salib.
Dalam
khotbahnya, Romo Ariana, menyampaikan, misteri Paskah adalah mengenangkan wafat
Yesus. Dari sana umat diminta untuk berani belajar dan berkorban. “Korban yang
diberikan dengan ketulusan,” ujarnya.
Perayaan Jumat
Agung juga ditandai dengan jalan salib meriah atau dikenal dengan istilah
Tablo. Atau dramatisasi kisah sengsara Yesus. Tablo dilaksanakan Jumat (25/3),
pukul 09.00 Wita di Gereja Santa Maria Immaculata Mataram.
Kisah penyaliban
Yesus itu berdasarkan dengan kisah dalam Kitab Suci. Sejumlah pemuda yang
tergabung ke dalam Orang Muda Katolik (OMK) Santo Paulus Mataram, mengisahkan
kisah sengsara itu ke dalam bentuk drama. Beberapa orang memerankan tokoh-tokoh
dalam kisah itu. Kisah sengsara Yesus itu menceritakan kisah penyaliban Yesus
sampai wafatnya di Salib.
Sejumlah umat
Katolik yang datang mengikuti dengan khusyuk setiap adegan yang ditampilkan.
Banyak juga di antara umat yang menitikkan air mata menyaksikan dramatisasi
kisah sengsara itu. Terutama melihat penyiksaan terhadap tokoh Yesus, dan saat
tokoh Yesus itu memikul salib sembari didera.
Menurut, Uskup
Denpasar, Mgr. Silvester San, yang turut menyaksikan Tablo, mengemukakan, Tablo
adalah kisah sengsara Yesus Kristus yang didramatisir. Berbicara tentang
penderitaan Yesus yang diambil dalam Kitab Suci. “Supaya kisah itu menjadi
hidup,” ujarnya.
Dari dramatisasi
itu, diharapkan bagi umat Kristen Katolik, mengambil hikmah atau makna dari
kisah itu.
“Kematian Yesus,
tanda Allah mau bersolider dengan manusia, dan mau menyelematkan manusia
melalui penderitaannya itu. Kematian Yesus, bukan suatu mala petaka, melainkan yang
dikehendaki oleh Allah, untuk menyelematkan manusia. Ketika kematian, ia bangkit,
itu yang dirayakan di pesta Paskah. Dengan kebangkitannya di antara orang mati,
dimuliakan, maka penderitaannya semakin bermakna,” jelas Silvester.
Ia menjelaskan, bagi
umat Katolik, mati dan bangkit dari penderitaan Yesus, sebagai suatu yang bermakan.
Yesus menderita memikul salibnya, maka orang Kristen memikul salibnya setiap
hari, salib itu akan mencapai kemuliaan.
“Ketika orang-orang
Kristen Katolik mengalami penderitaan, salib simbol penderitaan, tantangan,
kesulitan di dalam hidup ini. dengan
menyaksikan penderitaan Yesus itu, ketika mengalami penderitaan yang sama,
mereka menjadi kuat,” terangnya.
Silvester
menambahkan, jika orang Katolik yang sungguh-sungguh menekuni imannya dengan
baik, ia akan menjadi warga negara yang baik.
Perayaan Jumat Agung atau mengenang wafat Yesus
Kristus merupakan bagian dari perayaan Pekan Suci, yang dimulai sejak Minggu
(20/3), kemudian pada Kamis (24/3) lalu dirayakan Kamis Putih, sampai Minggu
(27/3) nanti merayakan perayaan Paskah bagi umat Kristen. (roni)
0 komentar:
Post a Comment