Permintaan terhadap tenun khas Dompu maupun ngoli pada
industri kecil menengah (IKM) Melati Desa Manggeasi Dompu terus meningkat.
Tingginya permintaan membuat pengrajin di Desa Manggeasi sering kewalahan.
Pemerintah pun diharapkan bisa memberi bantuan 1 set alat tenun bukan mesin
(ATBM) untuk mempercepat produksi.
Sri Rahmah, Ketua IKM Melati Desa Manggeasi Dompu,
mengungkapkan, usaha kerajinan tenun IKM Melati Desa Manggeasi selama ini
menjadi usaha sampingan sebagai ibu rumah tangga. Sehingga gedogan sebagai alat
tenun tradisional yang dimiliki kelompok dan pengerjaannya dilakukan di rumah
masing–masing anggota. “Saat ini permintaan terhadap hasil tenun terus
meningkat, baik oleh pejabat maupun tamu dari luar daerah,” katanya.
Untuk memenuhi permintaan pembeli, Sri Rahmah mengaku,
pihaknya sering kewalahan dengan menggunakan gedogan, diyakini tidak akan mampu
memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat. “Untuk sarung ngoli, kalau
manual (gedogan) butuh waktu 5 hari dalam selembar. Tapi kalau pakai ATBM,
prosesnya cepat. Dalam sehari bisa 2 lembar,” ungkapnya.
ATBM sebelumnya sudah dibantu Kementerian Perindustrian,
bahkan telah dilatih tahun 2014 untuk sistem pengoperasionalannya. Namun
bantuan alat ini justru tidak dilengkapi alat hani, sehingga tidak bisa
dioperasikan. “Kita sangat mengharapkan dibantu pemerintah, karena harga hani
kita lihat di internet sampai Rp.25 juta,” terangnya.
Rencana Pemda Dompu melalui Dinas Koperasi Perindustrian
Perdagangan Pertambangan dan Energi (Koperindag Tamben) Kabupaten Dompu tahun
2016 akan membangun rumah produksi dan ruang promosi bagi IKM Melati di
Manggeasi cukup diapresiasi. Terlebih bangunan ini berada tidak jauh dari rumah
perajin dan berada di pinggir jalan negara. Keberadaan bangunan ini akan
berimbas pada permintaan pasar atas hasil kerajinan masyarakat. “Makanya kami
sangat berharap, bantuan terus berkelanjutan terutama peralatan,” jelasnya.
Diakuinya, usaha tenun ngoli dan songket Dompu diawali sejak
Februari 2010 lalu. Namun keahliannya menenun didapat dari didikan orang tuanya
secara turun temurun bersama saudaranya. Usaha tenun yang dilakoni membuatnya
bisa mengenal banyak daerah dan kota dalam mempromosikan hasil karyanya.
Sri Rahmah merupakan anak kedua dari pasangan Siti Rabiah dan
Ibrahim warga Saka Desa Manggeasi Dompu. Ia memiliki 3 saudara, termasuk
Sumiati yang menjadi anggota IKM Melati sebagai anak tertua.
Usaha tenun yang ditekuni Sri Rahmah bersama keluarganya di
Dusun Saka Desa Manggeasi kini diikuti ibu–ibu lain dengan jumlah anggota IKM
Melati sebanyak 16 orang. Dari usahanya ini, kini semakin dikenal dan diminati
pembeli. Berbagai kreasi pun dilakukan. Tidak hanya menenun sarung ngoli, tapi
songket untuk bakal baju dan pakaian dibuat. Termasuk taplak meja, sarung tas,
taplak meja, selendang untuk ibu–ibu serta berbagai produk lainnya.
Dari usaha ini, Sri Rahmah selaku ketua IKM Melati telah
mengikuti berbagai ajang promosi tingkat tingkat daerah dan nasional yang
dikirim oleh pemerintah kabupaten maupun oleh Pemprov NTB melalui ajang Penas 2
tahunan di Kalimantan Timur tahun 2012, dan Malang Jawa Timur tahun 2014. Ia
juga bergabung dalam Perkumpulan Perempuan Wirausaha (Perwira) dan mengikuti
pameran di Jakarta pada 15 – 18 Februari 2016 lalu.
Tenun khas Dompu yang menjadi kerajinan anggota IKM Melati
memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan tenun dari Bima. Perbedaannya pada
motif untuk songketnya. Ia menggunakan motif anak bambu (kakando) dan inilah
yang membedakan dari daerah lain. “Kalau yang lain seperti ngoli, semuanya
sama,” jelasnya. (Nasrullah Dompu)
0 komentar:
Post a Comment