Be Your Inspiration

Tuesday 8 March 2016

Ngoli, Kerajinan Khas Dompu yang Mendunia

Permintaan terhadap tenun khas Dompu maupun ngoli pada industri kecil menengah (IKM) Melati Desa Manggeasi Dompu terus meningkat. Tingginya permintaan membuat pengrajin di Desa Manggeasi sering kewalahan. Pemerintah pun diharapkan bisa memberi bantuan 1 set alat tenun bukan mesin (ATBM) untuk mempercepat produksi.

Salah satu perajin Ngoli, kerajinan tenun khas Dompu
di Manggeasi.
Sri Rahmah, Ketua IKM Melati Desa Manggeasi Dompu, mengungkapkan, usaha kerajinan tenun IKM Melati Desa Manggeasi selama ini menjadi usaha sampingan sebagai ibu rumah tangga. Sehingga gedogan sebagai alat tenun tradisional yang dimiliki kelompok dan pengerjaannya dilakukan di rumah masing–masing anggota. “Saat ini permintaan terhadap hasil tenun terus meningkat, baik oleh pejabat maupun tamu dari luar daerah,” katanya.

Untuk memenuhi permintaan pembeli, Sri Rahmah mengaku, pihaknya sering kewalahan dengan menggunakan gedogan, diyakini tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat. “Untuk sarung ngoli, kalau manual (gedogan) butuh waktu 5 hari dalam selembar. Tapi kalau pakai ATBM, prosesnya cepat. Dalam sehari bisa 2 lembar,” ungkapnya.

ATBM sebelumnya sudah dibantu Kementerian Perindustrian, bahkan telah dilatih tahun 2014 untuk sistem pengoperasionalannya. Namun bantuan alat ini justru tidak dilengkapi alat hani, sehingga tidak bisa dioperasikan. “Kita sangat mengharapkan dibantu pemerintah, karena harga hani kita lihat di internet sampai Rp.25 juta,” terangnya.

Rencana Pemda Dompu melalui Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi (Koperindag Tamben) Kabupaten Dompu tahun 2016 akan membangun rumah produksi dan ruang promosi bagi IKM Melati di Manggeasi cukup diapresiasi. Terlebih bangunan ini berada tidak jauh dari rumah perajin dan berada di pinggir jalan negara. Keberadaan bangunan ini akan berimbas pada permintaan pasar atas hasil kerajinan masyarakat. “Makanya kami sangat berharap, bantuan terus berkelanjutan terutama peralatan,” jelasnya.


Diakuinya, usaha tenun ngoli dan songket Dompu diawali sejak Februari 2010 lalu. Namun keahliannya menenun didapat dari didikan orang tuanya secara turun temurun bersama saudaranya. Usaha tenun yang dilakoni membuatnya bisa mengenal banyak daerah dan kota dalam mempromosikan hasil karyanya.

Sri Rahmah merupakan anak kedua dari pasangan Siti Rabiah dan Ibrahim warga Saka Desa Manggeasi Dompu. Ia memiliki 3 saudara, termasuk Sumiati yang menjadi anggota IKM Melati sebagai anak tertua.

Usaha tenun yang ditekuni Sri Rahmah bersama keluarganya di Dusun Saka Desa Manggeasi kini diikuti ibu–ibu lain dengan jumlah anggota IKM Melati sebanyak 16 orang. Dari usahanya ini, kini semakin dikenal dan diminati pembeli. Berbagai kreasi pun dilakukan. Tidak hanya menenun sarung ngoli, tapi songket untuk bakal baju dan pakaian dibuat. Termasuk taplak meja, sarung tas, taplak meja, selendang untuk ibu–ibu serta berbagai produk lainnya.

Dari usaha ini, Sri Rahmah selaku ketua IKM Melati telah mengikuti berbagai ajang promosi tingkat tingkat daerah dan nasional yang dikirim oleh pemerintah kabupaten maupun oleh Pemprov NTB melalui ajang Penas 2 tahunan di Kalimantan Timur tahun 2012, dan Malang Jawa Timur tahun 2014. Ia juga bergabung dalam Perkumpulan Perempuan Wirausaha (Perwira) dan mengikuti pameran di Jakarta pada 15 – 18 Februari 2016 lalu.


Tenun khas Dompu yang menjadi kerajinan anggota IKM Melati memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan tenun dari Bima. Perbedaannya pada motif untuk songketnya. Ia menggunakan motif anak bambu (kakando) dan inilah yang membedakan dari daerah lain. “Kalau yang lain seperti ngoli, semuanya sama,” jelasnya. (Nasrullah Dompu)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive