Be Your Inspiration

Thursday 31 March 2016

Kampung Adat Sade, Simbol Identitas Suku Sasak Lombok Tengah


Kampung Adat Sade Lombok Tengah
Selain kaya akan potensi wisata bahari dan wisata alam, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) juga cukup dikenal memiliki potensi wisata budaya. Salah satunya, kampung adat Sade Desa Rembitan Pujut. Dikatakan kampung adat, karena di kampung inilah orisinalitas adat istiadat suku Sasak Loteng, masih bisa ditemukan. Setidaknya dalam hal seni bangunan.


Kampung Sade  berada di dataran tinggi. Dan, di area seluas sekitar 5 hektar lebih tersebut, kini masih berdiri sekitar 170 rumah adat asli masyarakat suku Sasak Loteng. Kendati beberapa di antaranya sudah memperoleh sentuhan modern. Namun tetap menunjukkan identitas rumah adat suku Sasak.

Selain kampung Sade, masih ada beberapa kampung adat lainnya di wilayah sekitar. Tapi hanya Kampung Adat Sade yang memiliki komunitas terbesar dengan sekitar 700 jiwa di dalamnya.

Rumah adat warga di Kampung Sade Lombok Tengah
Masyarakat kampung Sade memang dikenal sebagai masyarakat yang sangat fanatik dalam menjaga keasliaan adat istiadat yang diwarisi para leluhurnya. Terutama dalam hal bangunan. Di mana, bentuk dan bahan bangunan yang digunakan masyarakat setempat, hampir sama. Dindingnya berupa bedek (pagar dari bambu) dan beratapkan nyaman ilalang.

Lantai rumah rata-rata juga masih menggunakan tanah. Dengan dilapisi kotoran sapi atau kerbau. Terkesan kotor memang. Tapi dengan teknik yang sudah diwarisi turun temurun, lapisan kotoran sapi atau kerbau tersebut mampu disulap menjadi lantai yang higinies. Dan, tidak kalah mengkilap dari lantai keramik atau sejenisnya.

Seorang perempuan sedang menenun di Kampung Adat Sade
Lombok Tengah
Penggunaan kotoran sapi atau kerbau tersebut, bukan tanpa sebab. Pasalnya, keberatan kotoran sapi atau kerbau sebagai lapisan lantai tersebut mampu menciptakan efek nyaman di dalam rumah. Karena ketika musim dingin, lapisan tersebut bisa menghasilkan hawa hangat. Sebaliknya, ketika musim panas, lapisan kotoran sapi atau kebau itu mengeluarkan hawa dingin. Sehingga siapapun yang berada di dalam rumah, bisa tetap merasakan kenyamanan dalam kondisi dan cuaca yang berbeda.

Di dalam kampung adat juga masih terdapat bangunan pendukung lainnya. Seperti lumbung yang dijadikan sebagai gudang, tempat menyimpan hasil panen dan sebagainya. Juga ada Berugak hampir di setiap rumahnya. Bahkan, warga kampung memiliki satu berugak berukuran besar yang terdapat di dekat pintu masuk perkampungan.

Berugak besar tersebut, salah satunya berfunsgi sebagai tempat menggelar musyawarah. Dan, di bagian pinggir perkampungan juga masih berdiri kokoh masjid kuno Sade. Di bagian dalam perkampungan, suasana tradisional juga masih begitu ketal. Di mana dalam kesehariannya, warga setempat menjalankan berbagai profesi.

Berugak yang ada di Kampung Adat Sade Lombok Tengah
Khusus untuk yang laki-laki,rata-rata bekerja di sawah. Kemudian para ibu-ibu, lebih banyak menghabiskan waktu di rumah mengerjakan semua pekerjaan rumah diselangi kegiatan menenun dan membuat kerajinan. Juga dengan menggunakan peralatan yang masih sangat tradisional. Hasilnya, kemudian dijual kepada wisatawan yang datang berkunjung.

“Banyaknya wisatawan yang datang, secara tidak langsung memberikan berkah tersendiri bagi kita warga Sade,” aku warga setempat. Karena dari hasil menjual kain tenun dan kerajinan tangan itulah, warga bisa menutupi kebutuhan sehari-hari. Sehingga warga tidak hanya tergantung dari hasil pertanian saja.

Selain dalam hal bangunan, masyarakat adat Sade juga masih cukup kuat memegang adat istiadat. Salah satunya terkait budaya Merariq (menikah). Di mana warga Sade biasanya hanya menikah dengan sesama warga setempat yang masih memiliki hubungan kekerabatan.

Memang menikah dengan orang luar, tidak dilarang. Tapi ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Terutama kalau pengantin prianya berasal dari luar Sade. Di mana pengantin prianya harus menyiapkan maskawin dalam jumlah cukup besar. Untuk bisa mempersunting gadis asal Sade. Biasanya berupa sapi atau kerbau, minimal dua ditambah beberapa persyaratan lainnya.
“Tidak mudah memang mempertahankan apa yang menjadi warisan leluhur. Tapi dengan tekad yang kuat, kita akan terus berusaha,” tandas warga. (munakir)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive