Be Your Inspiration

Tuesday, 30 September 2014

Banyak Situs di Lombok Belum Terdaftar sebagai Warisan


Peresean dari Lombok sudah diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO

Meski Peresean salah satu situs Kebudayaan tradisional di Pulau Lombok dinyatakan telah terdaftar sebagai warisan tak benda sekaligus sebagai kekayaan bangsa, ternyata masih banyak lagi situs – situs kebudayaan di wilayah ini yang belum masuk serta terdaftar dalam data sekaligus memiliki hak paten atas nama kekayaan milik Indonesia. Beberapa di antaranya, sebut saja tradisi Pepakon
dari Kawasan Lenek, Kabupaten Lombok Timur, Prosesi Nyungkin dari Sembalun, KLU dan Buang Bayang di Kawasan Pesisir Pantai.

Demikian dikatakan Mamiq Jagad yang membidangi Ritual dan Seni Tradisional di Majelis Adat Sasak (MAS), Selasa (30/9). Ia menerangkan, tiga situs yang diungkapnya itu juga bukan hanya satu – satunya kebudayaan daerah yang belum terdata, melainkan beragam tradisi dan budaya yang ada di NTB khususnya di pulau Lombok belum terdata secara maksimal. Ia berharap, kedepan pihak pemerintah terus mengupayakan untuk dilakukannya pendataan sehingga situs – situs yang menjadi warisan nenek moyang tidak tenggelam dengan begitu saja.

“Sebenarnya masih banyak situs kebudayaan tradisional kita yang belum masuk dalam daftar kekayaan negara. Terakhir kemarin yang sudah masuk itu tradisi peresean dan sekarang tradisi tersebut sudah dipatenkan serta sudah teregistrasi dalam Daftar Warisan Budaya Tak Benda,” katanya.

Sementara itu, ia menuturkan terkait tradisi pepakon yang ada di Kawasan Lenek Lombok Timur. Dari keterangannya, Tradisi Pepakon merupakan semacam tarian tradisional, namun uniknya sang penari berjalan di atas bara api. Biasanya, para penarinya didominasi oleh kaum perempuan. Sayangnya, tradisi itu hanya dikeluarkan pada saat – saat tertentu serta menjadi hiburan yang cukup menarik bagi masyarakat setempat.

Pepakon itu masih eksis kok sampai sekarang, namun pertunjukannya hanya dilakukan pada saat - saat tertentu saja. Jadi Pepakon itu semacam tarian namun sang penarinya menginjakkan kaki pada api yang sedang membara. Itu uniknya dan sang penarinya tidak terbakar,” jelasnya.

Konon, katanya, sebetulnya yang menari itu bukan manusia biasa, melainkan jasad yang menari itu hanya pinjaman dan diisikan oleh makhluk ghaib.

Selain tradisi itu, ia juga menjelaskan dua situs lainnya yang juga belum masuk dalam daftar Warisan Tak Benda milik Indonesia. Dua warisan tersebut berkembang di dua kawasan di antanya di Sembalun, KLU dan di pesisir pantai yang ada di wilayah Ampenan.

“Beberapa situs lainnya di KLU, khususnya di Sembalun, di sana ada prosesi Nyungkin, prosesi itu hanya akan dilakukan ketika ada tanda – tanda atau isyarat keanehan alam. Semua gadis atau janda yang ada dikumpulkan di dalam rumah adat, satu per satu kemudian mereka diperiksa perutnya,” katanya. “Biasanya hal itu dilakukan agar mencegah terjadinya bencana alam,” tambahnya.

Adapun selain Nyungkin dan Pepakon,  di wilayah Mataram sendiri juga memiliki satu situs tradisional yang juga diharapkannya masuk dalam daftar warisan tak benda. Tradisi tersebut yakni sebuah prosesi adat yang berkembang di kalangan masyarakat yang ada di pesisir pantai. Tradisi tersebut oleh masyarakat dijuluki Tradisi “Buang Bayang”.

Tradisi yang berkembang di kawasan pesisir itu, menurut Mamiq Jagad merupakan kearifan lokal yang harus mendapatkan perhatian dari pemerintah. Sebab bilamana dilakukan, hal tersebut juga akan menjadi momentum pelestarian budaya sehingga eksistensinya tidak terkalahkan dengan yang lainnya.

“Kalau tradisi Buang Bayang – Bayang ini ada di wilayah Segare Utara (Laut Utara-red) yakni dari kawasan pantai Ampenan selanjutnya ke utara. Tradisi itu dilakukan masyarakat dalam satu kali setahun. Menurut leluhur kita yang kerap melakukan prosesi itu bahwasanya laut itu ternyata butuh istirahat. Jadi tidak hanya bisa dikuras secara terus menerus oleh para nelayan,” katanya.

Dilanjutkan, dalam satu kali setahun, prosesi peristirahatan laut itu dirangkai dengan pemotongan kerbau, di mana kulit dan kepalanya disuguhkan ke laut dengan cara membuangnya di tengah lautan. Kulit kerbau yang sudah disembelih itu juga digunakan untuk membungkus semacam alakadar untuk persembahan kepada isi lautan.

“Setelah prosesi pemotongan kerbau, masyarakat setempat melakukan Roah, Zikir dan berdoa kepada Sang Khalik, kemudian dalam jangka waktu tiga hari tiga malam tidak ada satupun nelayan yang boleh melaut,” jelasnya.

Diusulkan Diterima

Dalam pembahasannya beberapa waktu lalu, sekitar 135 Warisan Tak Benda yang diregistrasikan. Meski demikian Pemerintah Pusat hanya menetapkan sedikitnya 77 situs yang ada. Termasuk didalamnya, tradisi peresean yang berkembang di tengah masyarakat Sasak, Lombok.

“Yang masuk dalam usulan kemarin itu hampir mencapai 135, akan tetapi setelah dilakukan presentasi dan pembahasan, ternyata hanya 77 situs yang kemudian  ditetapkan sebagai warisan tak benda pada tahun ini,” katanya.

Sebelumnya, ia mengungkapkan sekitar 2.644 warisan tak benda yang dimiliki Indonesia, hanya enam situs yang kini diakui secara internasional oleh UNESCO. Adapun keenam warisan tak benda itu di antaranya yakni; Batik, Wayang Kulit, Angklung, Keris, Tari Saman dari Aceh, dan Noken (semacam tas perlengkapan yang beredar ditengah masyarakat Papua). (Suara NTB)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive