Be Your Inspiration

Monday, 29 September 2014

RPH Internasional dan MBC Beroperasi Tak Maksimal




 Akibat operasional yang belum maksimal, 
mengakibatkan peralatan pengolahan daging milik MBC 
di Banyumulek tak difungsikan
 Upaya Pemprov NTB untuk mengoptimalkan operasional Rumah Potong Hewan (RPH) berstandar internasional di Banyumulek dengan didukung Meat Business Center (MBC) tampaknya belum berjalan maksimal. Pasalnya keberadaan MBC ini belum mampu menyokong RPH seperti program awal didirikannya MBC tersebut. 


Hal ini diperparah, RPH Banyumulek hampir tiap bulan mengalami kerugian lantaran hanya memotong dua sampai tiga ekor per hari. Padahal kapasitas RPH tersebut semestinya antara 50-60 ekor per hari. Dengan minimnya sapi yang dipotong, akibatnya tidak mampu membiayai ongkos listrik untuk mengoperasikan mesin tersebut. Belum lagi ditambah gaji petugas RPH sehingga jika dihitung,  RPH merugi tiap bulannya.    

Diakui petugas RPH Banyumulek, Safwan bahwa awal didirikannya MBC sebagai industri pengolahan daging dan hasil sampingannya pada tahun 2013 lalu adalah meningkatkan nilai tambah dari sapi dengan diintegrasikan dengan RPH standar internasional itu. Sehingga waktu itu, RPH ini ditetapkan sebagai kawasan bisnis sapi potong berbasis RPH dan industri pengolahan. 

MBC sendiri melaksanakan bisnis pengolahan berupa bakso berbahan baku daging sapi dengan dua mesin pengolahan.  Mesin berkapasitas ratusan kilogram tersebut mengolah daging hasil pemotongan di RPH. Sesuai program, setelah diolah menjadi bakso, hasil olahan tersebut  dijual di outlet.    
Rumah Potong Hewan Banyumulek Lombok Barat

Namun dalam perjalanannya menurut Safwan, MBC tidak optimal karena diduga tidak mampu bersaing. Usaha MBC terkesan jalan di tempat, karena beroperasi hanya untuk menutupi biaya produksi saja. ‘’Usaha ini dibilang jalan ya jalan tapi begitu-gitu saja,’’ terangnya.  Menurut informasi, MBC kurang optimal beroperasi karena pekerja kurang serius lantaran menerima digaji dari pemda. ‘’Mungkin karena digaji pemda sehingga pekerja kurang maksimal,’’ ujarnya. 

RPH juga mengalami kondisi serupa. Dalam sehari hanya memotong dua sampai tiga ekor sapi. Bahkan terkadang dalam sehari itu tidak ada satu ekorpun yang dipotong. Menurut hitungan untuk mencapai Break Even Point atau BEP,  antara biaya produksi dengan jumlah sapi yang dpotong minimal 10 ekor sehari. “Tapi sehari itu kadang hanya dua sampai tiga ekor, itu termasuk rugi,”terang Tri salah seorang petugas potong di RPH. 

Karena biaya produksi RPH sendiri tergolong mahal mengingat mesin yang dioperasikan semua menggunakan listrik sehingga perlu biaya. Karena biaya produksi terlalu mahal sementara jumlah sapi yang dipotong sedikit. Dulunya geliat RPH cukup bagus karena  saat itu RPH bekerjasama dengan jagal. Per hari bisa memotong hingga 7-9 ekor, bahkan sesekali bsa mencapai 10 ekor.  Namun tak berjalan lama justru redup lagi entah apa sebabnya sehingga kerjasama itu malah berhenti.

GNE Mengaku Kekurangan Modal

Sementara itu, Direktur Utama PT. Gerbang NTB Emas (GNE), Zainul Aidi, SE mengaku kegiatan hulu di RPH Banyumulek Lombok Barat yang masih belum maksimal untuk penyediaan bahan baku (hewan potong untuk daging). Persoalannya karena keterbatasan modal.

“Suplai bahan baku yang terbatas. Sehingga belum bisa dilakukan perbaikan hingga ke hilir,” katanya menjawab Suara NTB di Mataram, Senin (29/9) kemarin. Untuk memaksimalkan ketersediaan bahan baku (memaksimalkan kapasitas potong di RPH), Zainul Aidi menyebut, terus melakukan perbaikan secara bertahap. Termasuk kerjasama yang dilakukan dengan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) akan dievaluasi kembali kesepakatan awal kerjasama tersebut.

Minimnya ketersediaan bahan baku (daging) ini juga diakuinya telah berdampak pada operasional MBC. MBC disebutnya sebagai salah satu kegiatan bisnis yang dihajatkan untung mendukung kegiatan usaha secara terintegrasi di RPH Banyumulek. ‘’RPH menyiapkan daging hewan potong, selanjutnya MBC yang melakukan pengolahan termasuk untuk pembuatan bakso,’’ jelasnya.

Tentang MBC ini, ia tak menyinggung terlalu jauh. Sebab, pengelolaannya menurut Zainul Aidi, dipegang langsung oleh koordinatornya, Nurlina.

Di tempat terpisah, Koordinator MBC, Nurlina beberapa waktu lalu  menegaskan, produk yang dihasilkan oleh MBC saat ini sebatas pembuatan pentolan bakso. Di mana dalam seminggu produksinya masih terbatas antara 40 Kg sampai 50 Kg. dalam waktu dekat direncakan MBC akan memproduksi sosis, yang akan dipasarkan ke sekolah-sekolah.

Bakso dan sosis ini dipasarkan untuk memberikan makanan berbahan daging yang aman, sehat, utuh dan halal dan tanpa bahan pengawet. Sehingga dipastikan akan sehat dan aman untuk dikonsumsi masyarakat. ‘’Untuk penjualan daging beku dan daging kemasan, sudah dipegang oleh GNE. MBC masih fokus untuk pembuatan pentolan bakso dan akan membuat sosis,’’ katanya. (Suara NTB)

Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive