Akibat operasional yang belum maksimal, mengakibatkan peralatan pengolahan daging milik MBC di Banyumulek tak difungsikan |
Upaya Pemprov NTB untuk mengoptimalkan operasional Rumah
Potong Hewan (RPH) berstandar internasional di Banyumulek dengan didukung Meat Business Center (MBC) tampaknya
belum berjalan maksimal. Pasalnya keberadaan MBC ini belum mampu menyokong RPH
seperti program awal didirikannya MBC tersebut.
Hal ini diperparah, RPH Banyumulek hampir tiap bulan
mengalami kerugian lantaran hanya memotong dua sampai tiga ekor per hari.
Padahal kapasitas RPH tersebut semestinya antara 50-60 ekor per hari. Dengan
minimnya sapi yang dipotong, akibatnya tidak mampu membiayai ongkos listrik untuk
mengoperasikan mesin tersebut. Belum lagi ditambah gaji petugas RPH sehingga
jika dihitung, RPH merugi tiap
bulannya.
Diakui petugas RPH Banyumulek, Safwan bahwa awal
didirikannya MBC sebagai industri pengolahan daging dan hasil sampingannya pada
tahun 2013 lalu adalah meningkatkan nilai tambah dari sapi dengan
diintegrasikan dengan RPH standar internasional itu. Sehingga waktu itu, RPH
ini ditetapkan sebagai kawasan bisnis sapi potong berbasis RPH dan industri
pengolahan.
MBC sendiri melaksanakan bisnis pengolahan berupa bakso
berbahan baku daging sapi dengan dua mesin pengolahan. Mesin berkapasitas
ratusan kilogram tersebut mengolah daging hasil pemotongan di RPH. Sesuai
program, setelah diolah menjadi bakso, hasil olahan tersebut dijual di outlet.
Rumah Potong Hewan Banyumulek Lombok Barat |
Namun dalam perjalanannya menurut Safwan, MBC tidak optimal
karena diduga tidak mampu bersaing. Usaha MBC terkesan jalan di tempat, karena
beroperasi hanya untuk menutupi biaya produksi saja. ‘’Usaha ini dibilang jalan
ya jalan tapi begitu-gitu saja,’’ terangnya.
Menurut informasi, MBC kurang optimal beroperasi karena pekerja kurang serius
lantaran menerima digaji dari pemda. ‘’Mungkin karena digaji pemda sehingga
pekerja kurang maksimal,’’ ujarnya.
RPH juga mengalami kondisi serupa. Dalam sehari hanya
memotong dua sampai tiga ekor sapi. Bahkan terkadang dalam sehari itu tidak ada
satu ekorpun yang dipotong. Menurut hitungan untuk mencapai Break Even Point atau BEP, antara biaya
produksi dengan jumlah sapi yang dpotong minimal 10 ekor sehari. “Tapi sehari
itu kadang hanya dua sampai tiga ekor, itu termasuk rugi,”terang Tri salah seorang
petugas potong di RPH.
Karena biaya produksi RPH sendiri tergolong mahal mengingat
mesin yang dioperasikan semua menggunakan listrik sehingga perlu biaya. Karena
biaya produksi terlalu mahal sementara jumlah sapi yang dipotong sedikit.
Dulunya geliat RPH cukup bagus karena saat itu RPH bekerjasama dengan jagal. Per
hari bisa memotong hingga 7-9 ekor, bahkan sesekali bsa mencapai 10 ekor.
Namun tak berjalan lama justru redup lagi entah apa sebabnya sehingga kerjasama
itu malah berhenti.
GNE Mengaku
Kekurangan Modal
Sementara itu, Direktur Utama PT. Gerbang NTB Emas (GNE),
Zainul Aidi, SE mengaku kegiatan hulu di RPH Banyumulek Lombok Barat yang masih
belum maksimal untuk penyediaan bahan baku (hewan potong untuk daging).
Persoalannya karena keterbatasan modal.
“Suplai bahan baku yang terbatas. Sehingga belum bisa
dilakukan perbaikan hingga ke hilir,” katanya menjawab Suara NTB di Mataram, Senin (29/9) kemarin. Untuk memaksimalkan
ketersediaan bahan baku (memaksimalkan kapasitas potong di RPH), Zainul Aidi
menyebut, terus melakukan perbaikan secara bertahap. Termasuk kerjasama yang
dilakukan dengan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) akan dievaluasi kembali
kesepakatan awal kerjasama tersebut.
Minimnya ketersediaan bahan baku (daging) ini juga diakuinya
telah berdampak pada operasional MBC. MBC disebutnya sebagai salah satu
kegiatan bisnis yang dihajatkan untung mendukung kegiatan usaha secara
terintegrasi di RPH Banyumulek. ‘’RPH menyiapkan daging hewan potong,
selanjutnya MBC yang melakukan pengolahan termasuk untuk pembuatan bakso,’’
jelasnya.
Tentang MBC ini, ia tak menyinggung terlalu jauh. Sebab,
pengelolaannya menurut Zainul Aidi, dipegang langsung oleh koordinatornya,
Nurlina.
Di tempat terpisah, Koordinator MBC, Nurlina beberapa waktu
lalu menegaskan, produk yang dihasilkan
oleh MBC saat ini sebatas pembuatan pentolan bakso. Di mana dalam seminggu
produksinya masih terbatas antara 40 Kg sampai 50 Kg. dalam waktu dekat
direncakan MBC akan memproduksi sosis, yang akan dipasarkan ke sekolah-sekolah.
Bakso dan sosis ini dipasarkan untuk memberikan makanan
berbahan daging yang aman, sehat, utuh dan halal dan tanpa bahan pengawet.
Sehingga dipastikan akan sehat dan aman untuk dikonsumsi masyarakat. ‘’Untuk
penjualan daging beku dan daging kemasan, sudah dipegang oleh GNE. MBC masih
fokus untuk pembuatan pentolan bakso dan akan membuat sosis,’’ katanya. (Suara NTB)
0 komentar:
Post a Comment