Gubernur NTB TGH. M. Zainul Majdi |
17 September bagi Muhammad Zainul Majdi boleh jadi punya arti tersendiri.
Enam tahun lalu, di tanggal itulah ia diambil sumpahnya sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat yang
pertama dipilih rakyat secara langsung dalam perhelatan Pilkada Mei 2008. Peraih
gelar Doktor Ilmu Tafsir Quran dari Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir ini, tercatat sebagai gubernur termuda di
Indonesia. Usianya belum lagi genap 37 tahun Ketika dilantik kala itu. Sebuah
media nasional menyebutnya sebagai “Gubernur muda berlatar santri yang cerdas
dan berwawasan moderat,”.
17 September 2013, setahun silam, kembali anak muda ini diambil sumpahnya
menjadi Gubernur NTB 2013-2018. Buah dari dukungan mayoritas rakyat pada
Pilkada Mei 2013. Inilah periode lima tahun kedua, Majdi dipercaya memimpin 4,5
juta rakyat NTB. Banyak kalangan menilai ia gubernur yang cekatan melakukan terobosan. Tak heran Presiden Republik Indonesia pada pertengahan
2012, menyematkan Bintang Maha Putra di dadanya, salah satu penghargaan
tertinggi di republik ini yang diberikan sebagai apresiasi atas prestasinya sebagai
pemimpin di daerah. Dan pada penghujung tahun yang sama, Harian Republika menobatkannya
sebagai satu dari “10 Tokoh Perubahan” di pentas nasional.
Atas segala capaian itu, Majdi berkomentar singkat, “Semuanya berkat
kebersamaan kita, dan kerja kita belum lagi selesai”. Memang NTB masih punya
segudang tantangan dan pekerjaan rumah mendasar. Konsistensi, komitmen, kerja
keras, kesungguhan, dan keberpihakan kepada rakyat masih harus terus dirawat. Dan
itu sepenuhnya disadari Majdi. Ia agaknya tetap ingin “membumi” dengan menyelesaikan masa tugas
keduanya dengan penuh tanggung jawab dan rasa hormat kepada rakyat yang memberi
mandat.
Di sela-sela kesibukannya, sang gubernur menjawab sejumlah pertanyaan.
Berikut petikannya?
Banyak kalangan mengakui anda berhasil mengangkat pamor NTB di tingkat
nasional, pendapat anda?
Pertama-tama tentu saja saya ucapkan terima kasih. Kedua
saya berdoa semoga pendapat itu benar adanya, dan lebih penting lagi menjadi
energi positif bagi kita bersama untuk terus optimis bekerja dan bekerja
memajukan daerah kita tercinta ini. Kita memang beberapa tahun ini sudah
mencapai beberapa hal yang mengembirakan. Sejumlah target besar yang kita
canangkan, Alhamdulillah bisa kita penuhi setahap demi setahap. Tetapi
pekerjaan rumah kita masih setumpuk. Tantangan ke depan pun bukannya lebih
mudah. NTB tidak berada di ruang hampa sejarah. Jika kita di NTB bekerja keras,
daerah lain pun demikian adanya. Kita hanya bisa mengejar ketertinggalan jika
ada lompatan-lompatan pembangunan yang berkelanjutan. Inovasi dan terobosan
harus terus kita ikhtiarkan.
Pada periode pertama menjadi gubernur, visi besar yang anda usung adalah NTB
Bersaing. Kini periode kedua tetap NTB Bersaing tetapi ada tambahan visi
berbudaya dan sejahtera. Apa yang ingin anda tegaskan dengan visi periode kedua
ini?
Sederhana saja. Kita ingin menjadi daerah yang kompetitif,
daerah yang berdiri sama tegak dengan daerah lainnya. Itulah pesan tersurat
dari visi NTB Bersaing. Tetapi pada saat yang bersamaan, kemajuan itu ingin kita
raih di atas landasan spiritualitas yang
teguh dan penghormatan yang luhur atas nilai-nilai budaya yang tumbuh di tengah
masyarakat. Muara dari itu semua tentu saja adalah peningkatan kesejahteraan
rakyat secara signifikan. Ringkasnya kita semua sedang berjuang menjadikan NTB
sebagai rumah bersama, dimana penghuninya memiliki kecakapan untuk
berkompetisi, teguh keimanannya, tidak tercerabut akar budayanya dan
berkecukupan secara sosial ekonomi hidupnya.
Menyimak uraian anda di atas, peningkatan dayasaing daerah menjadi
perhatian penting. Mengapa?
Ini soal kehormatan dan harga diri kita sebagai warga
NTB. Kita semua tahu di tingkat nasional NTB kerap dipandang sebelah mata.
Dulu bahkan NTB dikatakan sebagai singkatan dari Nasib
Tidak Baik atau Nasib Tergantung Bali. Sebutan semacam itu jelas menunjukkan
kita bukan daerah yang kompetitif. Kita daerah yang berada di bawah baying-bayang
kemajuan daerah lain. Dengan meningkatkan dayasaing daerah kita ingin sekaligus
melakukan sekurangnya dua hal. Pertama, ke dalam kita ingin mengangkat harga
diri dan kebanggaan menjadi orang NTB. Kedua, keluar kita ingin tunjukkan bahwa
NTB bukan daerah pinggiran, tetapi daerah yang sedikit banyak bisa menentukan
sendiri nasibnya. Kita ingin NTB punya “sesuatu” yang bisa mewarnai secara
positif perjalanan sejarah bangsa besar bernama Indonesia ini. Nah, sesuatu
itulah dayasaing NTB. Saya dan gubernur-gubernur sebelumnya terus mencari,
merumuskan dan memperjuangkannya. Tentu saja dengan dukungan rakyat NTB semuanya tanpa
terkecuali.
Lantas kalau begitu, seperti apa potret dayasaing NTB saat ini?
Alhamdulillah kerja keras dan kebersamaan kita semua di
NTB, baik itu pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten kota, serta kekuatan
masyarakat sipil lainnya, seperti media, LSM, kampus, pondok pesantren, mulai
berbuah hasil. Dalam bidang olahraga misalnya, NTB
pada Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2012 membuat kejutan besar. Kita
berhasil meraih 11 medali emas dan duduk di peringkat 11 nasional. Itulah momen
dimana kita sebagai orang NTB bisa bangga dengan prestasi kita. Lee Kuan Yew School of Public Policy, National
University of Singapore (NUS) pernah melakukan kajian mengenai dayasaing dan strategi pembangunan di
seluruh Provinsi di
Indonesia. Kajian mereka lakukan pada 2011. Hasilnya tingkat dayasaing NTB
berada pada posisi 13. NTB disebut masuk kategori daerah yang pertumbuhan
dayasaingnya terhitung baik. Dan kita ingin 5-10 tahun ke depan kita bisa masuk
10 besar daerah yang berdayasaing.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
NTB masih berada di papan bawah, bagaimana cara anda mendongkrak IPM ini?
Soal
IPM ini memang selalu jadi tuntutan publik bagi siapa saja gubernur NTB.
Indikator IPM itu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Kita di NTB punya masalah
besar pada indikator pendidikan dan kesehatan. Selama lima tahun ini kita berhasil menekan secara tajam angka putus sekolah.
Jika lima tahun lalu masih tercatat 1,17 persen anak putus sekolah di tingkat
SD sederajat, maka pada akhir 2013 hanya tersisa 0,20 persen saja. Di tingkat
SMP sederajat sisanya 0,48 persen dari 5,25 persen pada penghujung 2013.
Keberhasilan ini buah dari komitmen yang kuat dari kita semua. Saya dan para
bupati dan walikota di NTB, selama lima tahun berjalan telah memberikan
beasiswa bagi siswa miskin untuk memastikan mereka bisa tetap bersekolah.
Selama lima tahun ini tak kurang dari 500 ribu anak didik menikmati beasiswa
ini. Di bidang kesehatan kita punya tantangan menurunkan angka kematian ibu dan
bayi. Ini persoalan klasik dari waktu ke waktu yang terus membuat IPM kita
sulit terdongkrak naik. Insya Allah kita akan terus mencari terobosan agar IPM
kita bisa membaik dalam lima tahun ke depan. Keseriusan aparatur pemerintah dan
dukungan nyata masyarakat menjadi kunci penting berhasil tidaknya usaha kita
memperbaiki peringkat IPM ini.
Bagaimana dengan soal kemiskinan, bisakah NTB berdayasaing jika masih
termasuk daerah miskin?
Ya itu benar sekali. Kita termasuk 10 daerah termiskin di
Indonesia. Itu fakta yang saat ini kita hadapi. Selama lima tahun ini,
2008-2013 kita sudah bekerja keras menurunkan kemiskinan. Rata-rata pertahun
kita mampu menekan kemiskinan 1,4 persen. Akumulasinya selama lima tahun
sekitar 6-7 persen. Sehingga angka kemiskinan kita turun cukup tajam dari 24,99
persen pada 2008 menjadi kini 17,25 persen. Setara dengan sekitar 900 ribu
jiwa. Angka ini masih terhitung tinggi. Kita bertekad pada akhir 2018 nanti
kita bisa menekan hingga mendekati 10 persen.
Memang kemiskinan masih jadi momok besar di NTB. Kalau dari sudut kinerja
penanggulangan kemiskinan, prestasi NTB patut diberi apresiasi. Penurunan kemiskinan
setiap tahun yang rata-rata 1,4 persen sejak 2009 itu, tidak banyak bisa
dilakukan oleh provinsi lainnya di Indonesia. Atas prestasi itu NTB mendapatkan
penghargaan bergengsi, yaitu Millenium Development Goals (MDGs) Award pada
2012. MDGs adalah program dunia yang disponsori Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB) untuk penanggulangan kemiskinan global.
Selain MDGs Award, pemerintah NTB menerima banyak lagi penghargaan
bergengsi dalam lima tahun ini. Di sektor pariwisata, gubernur NTB mendapatkan kan penghargaan Indonesia Tourism Award
(ITA) untuk kategori Commitment Developing Tourism Industry karena dinilai menunjukkan komitmen serius
dalam membangun dunia pariwisata di daerahnya. Tidak cukup itu, penghargaan lainnya
yaitu Indonesia MICE Award juga diraih atas kinerja gubernur NTB yang dinilai
terbaik secara nasional dalam menerapkan kebijakan dan strategi pengembangan
wisata MICE di daerahnya.
Soal tata kelola keuangan dan asset daerah,
prestasi NTB cemerlang. Tiga tahun berturut-turut sejak 2011 hingga 2013 NTB
mendapatkan penilaian Wajar Tanpa pengecualian (WTP), kategori penilaian
tertinggi. Padahal sebelumnya, NTB mendapat penilaian disclamer,
status terburuk
bagi tata kelola keuangan dan asset daerah. Menteri keuangan Hatib Bisri
menyatakan NTB adalah daerah dengan lompatan terbaik dalam tata kelola keuangan
dan asset daerah. Apa yang dilakukan NTB dengan tiga kali berturut-turut
mendapat WTP setelah sebelumnya disclamer, tidak mudah ditiru daerah lainnya.
Dalam
inovasi pelayanan publik, program unggulan “Kampung Media” yang dilahirkan dari
NTB berkali-kali mendapatkan penghargaan nasional, dan puncaknya “Kampung
Media” akan menjadi wakil Indonesia dalam kompetisi inovasi pelayanan publik
tingkat dunia yang akan digelar tahun depan. Di bidang lainnya, seperti percepatan pembangunan
infrastruktur, pertanian dan investasi daerah, sejumlah penghargaan pun berhasil
diperoleh.
Apa arti sejumlah penghargaan bergengsi
yang anda terima selama ini?
Alhamdulillah,
itu semua saya maknai sebagai penghargaan publik atas ikhtiar keras kita
bersama di NTB. Penghargaan itu bukan milik saya pribadi. Memang sebagian besar
saya yang menerimanya langsung. Tetapi itu hanya simbol saja. Esensinya yang
mendapat penghargaan itu adalah rakyat NTB. Bagi saya penghargaan tertinggi adalah
dari rakyat. Banyaknya penghargaan itu memberikan kita keyakinan bahwa apa yang
kita kerjakan di NTB tidaklah business as
usual. Tidak semata
pekerjaan rutin harian. Ternyata kita juga punya terobosan dan berani melakukan
inovasi.
Anda sudah menjadi gubernur enam tahun
dengan sejumlah torehan prestasi, tetapi pada bidang apa anda merasa NTB masih
tertinggal?
Saya merasakan
percepatan infrastruktur yang masih jadi tantangan. Terutama karena kebutuhan
dana yang besar dan kapasitas APBD kita yang terbatas. Bersyukur dalam enam
tahun ini sejumlah proyek infrastruktur strategis sudah kita kerjakan. Jalan di
Pulau Sumbawa misalnya, saat ini sudah mulus aspalnya. Begitu pula jalan yang
menuju destinasi wisata dan jalan penopang ke sentra-sentra pengembangan
komoditas unggulan daerah. Bandara
Internasional Lombok sudah beroperasi dan sudah pula menjadi embarkasi haji
sejak dua tahun ini. Sejumlah pelabuhan laut sudah kita benahi. Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang di Lombok Barat akan segera beroperasi.
Bendungan Pandanduri sedang kita percepat penyelesaiannya. Bendungan
Rababaka kompleks di Dompu akan segera dimulai konstruksinya.
Bagaimana dengan reformasi birokrasi?
Ya soal ini juga tantangan tersendiri. Kita di NTB sudah
melakukan sejumlah terobosan berkaitan dengan itu. Seperti komitmen fakta
integritas bagi setiap pejabat pemerintahan. Juga tes kompetensi bagi setiap
pejabat yang akan mendapatkan promosi jabatan. Tentu saja kita masih perlu
memperbaiki konsep dan mengotrol ketat pelaksanaannya sesuai dengan yang kita
harapkan. Reformasi birokrasi ini memang agenda perubahan yang saya rasakan
paling tak mudah kita laksanakan. Selain
harus mengubah mindset berfikir, kita juga harus menata sistem dan memastikan
sistem itu berjalan baik. Saya berkali-kali diminta untuk melakukan terobosan
lelang jabatan di birokrasi, tetapi saya pelajari untuk birokrasi di NTB apakah
itu cara yang tepat dan efektif meningkatkan kinerja. Saya belum yakin
sepenuhnya. Mungkin di provinsi besar seperti Jakarta, lelang jabatan tepat
digunakan. Tetapi tidak otomatis bisa dipakai pula di NTB.
Jika kelak menyelesaikan masa tugasnya di periode kedua, Muhammad Zainul
Majdi baru berusia 47 tahun.
Namanya sempat disebut-sebut sebagai calon menteri dari
Indonesia Timur. Apalagi ia dikenal cukup dekat dengan Jusuf Kalla, wakil
presiden terpilih saat ini. Majdi sendiri tidak terlalu memikirkan soal kelanjutan
karier politiknya.
Akan kemana ia berlabuh setelah usia jadi gubernur, baginya masih terlalu dini
dipikirkan. “Jabatan itu adalah amanah,
jadi tabu untuk diminta-minta”, ujarnya singkat.
Apa artinya jadi seorang gubernur buat anda?
Biasa saja, Insya Allah tidak
membuat saya berubah. Sebagai gubernur, saya adalah Zainul Majdi yang sama
dengan Zainul Majdi yang pernah jadi wakil rakyat atau pengajar di pondok dulu.
Hanya memang sebagai gubernur saya dibebani tanggung jawab besar. Saya pun
harus siap menghadapi sorotan publik yang kadang juga kerap tidak proporsional.
Tetapi tidak terlalu menjadi masalah buat saya. Saya gubernur yang dipilih
rakyat. Rakyat yang sepenuhnya berhak menilai baik buruknya, berhasil tidaknya
saya memimpin daerah ini.
Terakhir, apa yang anda
rencanakan setelah tidak lagi menjadi gubernur kelak?
Wah,
ini pertanyaan yang tak mudah saya jawab. Lebih mudah saya menjawab pertanyaan
saudara sebelumnya tadi. Tapi baiklah saya akan jawab. Saat ini saya masih akan
menjadi gubernur NTB, Insya Allah selama kurang lebih empat tahun lagi. Akan
kemana saya kelak, Allah saja yang tahu. Tetapi kalau saya harus menjawab, yang
segera terpikir adalah kembali mengajar. Saya berbahagia bisa mengajar. Itu
saja yang terpikirkan saat ini.
0 komentar:
Post a Comment