Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB masih bertengger di posisi 32 dari 33
provinsi di Indonesia. Salah satu indikator yang mempengaruhi IPM adalah
masalah pendidikan. Dalam indikator pendidikan, terdapat sejumlah parameter
yang menentukan IPM suatu daerah seperti angka melek huruf dan angka buta
aksara.
Data terakhir pada tahun 2013 lalu, terjadi perbedaan data antara Pemprov
NTB dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Dimana, data yang dikeluarkan Pemprov
NTB melalui Dikpora bahwa angka melek huruf di NTB sampai tahun 2013 sudah
mencapai 96 persen. Artinya, jumlah masyarakat yang buta aksara tersisa sekitar
4 persen. Sementara, data dari BPS NTB menunjukkan bahwa angka melek huruf
sampai dengan tahun 2013
sekitar 85 persen, artinya jumlah masyarakat NTB yang masih buta huruf tersisa sekitar 15 persen.
‘’Saya sampai sekarang belum ketemu cara untuk (menyelesaikan) buta huruf
ini. Karena beda terus antara BPS dan data kita. Bagaimana cara menyelesaikan
ini. Pak Sekda janji sama saya menyelesaikan ini, ndak selesai-selesai juga.
Saya minta betul-betul, saya yakin BPS juga ndak
ada pretensi untuk mengekalkan IPM NTB di posisi 32,’’ kata gubernur saat rapat koordinasi percepatan
penurunan kemiskinan di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur, Rabu (10/9/2014).
Ia meminta kepada Sekda NTB, H. Muhammad Nur, SH, MH untuk menyelesaikan
letak permasalahan sehingga terjadi perbedaan data antara pemprov dengan BPS
menyangkut angka buta huruf tersebut. Pasalnya, jika tak diselesaikan maka akan
mempengaruhi kebijakan yang akan diambil dalam pengentasan buta aksara.
Menurut gubernur, IPM NTB
tak akan bisa berubah meskipun dilakukan intervensi terhadap program penanggulangan kemiskinan lainnya seperti
program bedah rumah jika masalah data buta huruf masih terjadi perbedaan.
“Kalau tetap saja BPS punya hitungan seperti itu, tidak akan berubah. Ini
menurut saya perlu dicari penyelesaiannnya. Bukan untuk mencari penyelesaian untuk kongkalikong,
tidak. Saya tidak mau kongkalikong tetapi maksudnya yang betul-betul riil.
Berapa persen sih jumlah buta huruf kita,’’ katanya.
Menurut gubernur,
kontribusi angka melek huruf dan angka buta aksara sangat tinggi dalam menentukan
IPM di samping
masalah angka kematian bayi. ‘’Ini hal yang sangat penting bukan hanya
pada pemerintahan saya tetapi setelah-setelah ini NTB kayak apa. Jangan sampai
NTB semaju apapun tetapi BPS tetap menemukan 85 persen angka melek huruf, 15
persen buta huruf. Tetap saja IPM kita di bawah Papua, dan itu tak baik bagi masyarakat,”tambahnya.
Dikatakan, hal tersebut akan membuat ketidakpercayaan diri masyarakat.
Karena dengan posisi IPM yang masih tetap bertengger di posisi 32 dari 33
provinsi orang akan menganggap masyarakat NTB bodoh padahal yang sebennarnya
tidak demikian.
‘’Jadi ini menurut saya hal-hal yang bahaya juga. Kalau kita biarkan ini bisa menjadi kejahatan struktural. Kita menjahati
masyarakat kita. Sebagus apapun bandara, jalan, mobil, motor segala macam tetap saja keluarnya itu (IPM) di bawah NTT,’’imbuhnya.
Gubernur mempertanyakan apa ia posisi IPM NTB di bawah NTT, Maluku Utara dan Sulawesi Barat. Pertanyaan
tersebut muncul antara data yang keluar dengan melihat kondisi yang kasat mata.
Untuk itu, ia meminta persoalan perbedaan data mengenai angka buta aksara ini harus ditemukan jalan
keluarnya.
‘’Ini masalah yang tak terselesaikan, mungkin Allah yang menyelesaikan nanti,
sampai hari kiamat, bahaya betul, otak kita ini bagaimana. Saya minta
diselesaikan bapak-bapak/ibu-ibu,’’ tegasnya.
Menurutnya, anak muda NTB saat ini banyak memperoleh prestasi. Seperti
memperoleh medali emas pada ajang tingkat nasional. Bahkan prestasi yang
diperoleh lebih banyak jika dibandingkan provinsi yang IPM-nya jauh lebih
tinggi dari NTB. (Suara NTB)
0 komentar:
Post a Comment