Sengketa kepemilikan lahan di dalam kawasan Mandalika Resort yang melibatkan pihak Indonesia Tourism Development Corporatian (ITDC) – dulu BTDC, dengan warga yang merupakan ahli waris Sri Bali akhirnya berujung di meja kepolisian. Setelah tiga kali upaya mediasi antara kedua belah pihak, sejak dua tahun terakhir, menemui jalan buntu. Pihak ahli waris keluarga Sri Bali pun secara resmi telah mempolisikan pihak ITDC atas dugaan penggergahan tanah yang diklaim sebagai milik para ahli waris.
“Kita sudah layangkan laporan resmi ke polisi awal Bulan Juni kemarin. Namun baru sekarang ada tanggapan dari pihak kepolisian,” ungkap L. Ranggalawe, perwakilan ahli waris usai memberikan keterangan ke penyidik Polres Loteng, Sabtu (13/9/2014).
Datang dengan beberapa perwakilan ahli waris lainnya, ia mengungkapkan kalau pihaknya terpaksa menempuh jalur hukum. Lantaran pihak ITDC dinilai tidak memiliki niat baik mau menyelesaikan persoalan sengketa lahan tersebut. Padahal upaya mediasi sudah beberapa kali dilakukan. “Sudah sejak tahun 2012 lalu, kita sudah berupaya melakukan mediasi dengan pihak ITDC. Namun keinginan tersebut tidak pernah mau ditanggapi oleh pihak ITDC sendiri,” ujarnya.
Upaya mediasi pertama, difasilitas oleh DPRD Loteng, tapi gagal. Begitu pula dengan upaya mediasi yang digagas oleh Pemkab Loteng maupun Pemprov NTB tidak juga berhasil menemukan kata sepakat. Lantaran pihak ITDC terkesan menghindar dengan tidak mau datang ketika akan dilakukan pertemuan untuk memediasi persoalan sengketa lahan tersebut.
Puncaknya terjadi pertengahan tahun 2014 lalu. Di mana pihaknya ITDC tanpa pemberitahuan kepada para ahli waris, melakukan pembangunan jalan di atas lahan yang masih disengketakan. Atas dasar itulah pihak ahli waris kemudian memutuskan untuk menempuh jalur hukum dengan mempolisikan pihak ITDC. Laporan dilakukan atas dugaan penggergahan lahan, karena lokasi pembangunan jalan masih menjadi milik para ahli waris.
Anehnya kemudian, pihak ITDC justru melakukan langkah yang sama dengan melaporkan perwakilan ahli waris ke polisi. “Jadi kita melapor ke Polres Loteng, jarak beberapa kemudian ITDC juga melapor ke Polda NTB. Itukan sama saja memancing konflik,” ujar mantan anggota DPRD Loteng ini.
Menurutnya, jika pihak ITDC punya keinginan menyelesaikan persoalan ini dengan baik, persoalan ini tidak harus terjadi. Namun pihaknya juga sebenarnya sangat bersyukur pihak ITDC menempuh proses hukum, sehingga persoalan bisa segera selesai. “Jadi nanti siap yang benar dalam hal ini, akan kita buktikan di depan hukum,” tandasnya.
Disinggung kesiapan pihaknya menghadapi proses hukum yang ada, Ranggalawe mengaku sangat siap. Karena alat bukti yang mengatakan kalau tanah yang bersengketa tersebut merupakan tanah milik ahli waris Sri Bali masih dipegang pihaknya. Salah satunya berupa pipil garuda tahun 1958.
“Dulu sebelum ada sertifikat tanah, tanda bukti kepemilikan tanah dibuktikan dengan pipil Garuda. Sementara pihak ITDC pegang sertifikat. Padahal sertifikat tanah baru ada setelah pipil garuda. Dan, tidak ada satupun anggota keluarga dari ahli waris yang pernah menjual atau memindahkan dan mengalihkan kepemilikan tanah tersebut,’’ klaimnya.
Pihaknya kata Ranggalawe siap menyerahkan semua lahan yang disengketakan tersebut. Dengan catatan, pihak ITDC bisa membuktikan kalau ada anggota keluarga ahli waris yang pernah menjual tanah tersebut. “Kalau itu bisa dibuktikan oleh pihak ITDC, kami akan mundur,” ujarnya.
Untuk diketahui, tanah yang disengketakan tersebut terletak di Dusun Bangah Gerupuk Desa Sengkol seluar 45 hektar dan berada di sekitar kawasan Tanjung A’an. Pada masa Bupati L. Sri Gede tanah tersebut sempat dipinjam oleh pemerintah daerah. Namun belakangan tanah tersebut ternyata sudah beralih kepemilikan. Hingga membuat pihak keluarga ahli waris Sri Bali, meminta tanah tersebut dikembalikan ke para ahli waris yang berhak. (Suara NTB)
0 komentar:
Post a Comment