Ketua KPK Abraham Samad |
Istilah
“kasus dijadikan ATM” ini memang populer di kalangan masyarakat, untuk
menggambarkan ulah oknum Jaksa dan Polisi nakal dalam menangani kasus korupsi.
Pameo ini juga diungkap Ketua KPK, Abraham Samad, masih menjadi penyakit
di internal Polisi dan Kejaksaan, yang hanya bisa dibersihkan oleh kebijakan
tegas atasan dua institusi itu. “Ada fakta menyedihkan di lapangan, oknum
Polisi dan Jaksa ini kan biasa
menjadikan orang ATM,” kata Abraham saat diskusi panel dengan Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva yang diselenggarakan Komisi Informasi (KI) di
Hotel Grand Legi Mataram Nusa Tenggara Barat, Jumat (12/9/2014) .
Modus yang
biasa dijalankan oknum di dua lembaga itu, dengan masuk pada perkara tertentu,
kemudian memanggil pihak – pihak yang terkait dengan per
kara tersebut. Setelah
dipanggil dan diperiksa, tak lantas perkaranya naik. “Panggil orang kiri kanan
kiri kanan, ujung ujungnya diperas,” sebut Abraham, sembari tetap memberi tanda
kutip, perbuatan itu biasanya dilakukan oknum.
Biasanya
modus mempermainkan kasus ini terjadi pada perkara-perkara kecil yang
melibatkan aparat desa atau instansi pemerintahan di daerah. Oknum penegak
hukum memanfaatkan celah kelemahan pemahaman masyarakat, sehingga bisa
dimanfaatkan untuk mendapat keuntungan.
Tapi dalam
konteks ini pihaknya sebagai bagian dari lembaga Yudikatif, berperan dibidang pencegahan melalui fungsi Koordinasi
dan Supervisi (Korsup). KPK akan tetap mengawal kinerja penanganan kasus di
Polisi dan kejaksaan melalui fungsi korsup tersebut, sehingga menghindari celah
masyarakat atau pejabat pemerintah
diperas dan dipermainkan kasusnya.
Abraham
Samad juga berbicara soal alokasi dana untuk setiap desa yang mencapai Rp 1
Miliar. Memang banyak yang
mengkhawatirkan dengan turunnya dana ini,
menjalarkan perbuatan tindak pidana korupsi hingga ke desa. KPK, kata
Abraham, sedang mencari format yang
tepat untuk pengawasan, namun sejalan dengan itu akan melakukan pendekatan
– pendekatan ke aparatur desa di 33 provinsi di Indonesia. “Kita ingin perbaiki
sistemnya. Kita ingin beri pemahaman kepada seluruh kepala desa, agar tidak
terjadi praktik tindak pidana korupsi untuk alokasi dana untuk desa ini,”
harap pria asal Makassar Sulawesi
Selatan ini.
Jika sudah memahami sistem pengelolaan anggaran, pengadaan barang dan jasa, memperkuat
pengawasan, maka mempersempit peluang korupsi kepala desa. “Jika tidak mengerti, nanti jadi ATM penegak
hukum,” sindir Abraham. (Suara NTB)
0 komentar:
Post a Comment