Be Your Inspiration

Sunday, 28 September 2014

Karmani Warga Bolo Bima Derita Tumor Sebesar Gentong

Karmani Warga Bolo Bima butuh bantuan donatur untuk operasi perutnya.

Karmani (21) warga Desa Tambe Kecamatan Bolo Kabupaten Bima hanya bisa pasrah menanggung penyakit yang menjadi beban hidup sejak empat tahun lalu. Wanita muda ini mengalami pembengkakan pada bagian perut hingga sebesar gentong untuk mengambil air wudhu.



Karmani yang ditemui di kediamannya menyebutkan penyakit yang dialaminya ini mulai muncul sejak tahun 2010. Saat itu dia masih duduk di bangku SMA kelas 1 dan masih bersekolah seperti biasa. Namun benjolan kecil mulai terlihat di bagian depan perut. Lama kelamaan, tepatnya senginjak kelas 2 SMA benjolan tersebut membengkak sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya kini, bengkakan perut Karmani pun mencapai ukuran gentong tempat mengambil air wudhu. “Bengkaknya di bagian perut, tapi ga sakit,” katanya.

Diakuinya, sejak mengetahui penyakit tersebut dia pernah dibawa untuk diperiksa ke dokter di Bima. oleh dokter di Bima, penyakit yang dialami didiagnosa tumor. Sehingga dia kemudian dibawa untuk berobat di Mataram pada tahun 2012. Saat di Mataram, diagnosa kembali berubah. Karmani didiagnosa mengalami penyakit kista. Oleh dokter di Mataram, Kamarni lantas disuruh untuk dibawa ke Denpasar untuk di operasi. Hanya saja, niat untuk operasi tersebut urung lantaran orang tua Karmani yang tergolong tidak mampu tidak memiliki biaya. Itu pun untuk biaya ke Mataram, merupakan hasil berhutang.

Sejauh ini, katanya, pihaknya belum pernah mendapat bantuan resmi dari Pemerintah Daerah. Keluarga pernah melaporkan ke aparat Desa namun belum mendapat respon hingga kini. Laporan tersebut disampaikan sekitar tahun 2013. Sehingga selama ini bantuan yang diterima hanya bersifat sporadik termasuk bantuan dari Gubernur saat berkampanye. Saat itu Gubernur memberikan bantuan sebesar Rp 5 Juta kepadanya. Di samping Gubernur, pihak sekolah tempat dia belajar juga pernah membantu setelah mengetahui penyakit yang dideritanya. Namun saat itu bantuan yang diberikan “Kalau Kepala Desa sama sekali ngak datang,” tandas Karmani.

Kini akibat penyakitnya tersebut Karmani hanya bisa duduk dalam ruangan rumahnya yang berukuran sempit. Lantaran beban perut yang cukup berat, aktivitasnya pun terbatasi. Namun untuk urusan buang hajat, Karmani tetap melakukannya sendiri meski harus tertatih-tatih menuju sungai yang berada di depan rumah. Hanya saja, dia tidak bisa berlama-lama lantaran perutnya yang berat tersebut. Dia sangat berharap, mendapat bantuan dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Provinsi agar bisa sembuh. Di benaknya, Karmani sangat ingin kembali melanjutkan bangku sekolah yang ditinggalkannya sejak kelas 2. Saat itu dia tak bisa mengikuti ujian akhir, karena perutnya yang makin parah. Selain, itu Karmani juga sangat ingin berkumpul dan bermain bersama teman-temannya.

Kakak kedua Kamani, Ibrahim, juga menuturkan hal yang sama. Pria berperawakan kurus ini ingin agar adiknya segera dioperasi. Namun, kondisi keluarga yang jauh dari berkecukupan membuat pihaknya pasrah dan menunggu uluran pemerintah maupun donatur. Sementara dia dan kedua orang tuanya, Deo M Ali  dan Ramlah tentu tak mampu untuk mengumpulkan uang. Sebab, sehari-harinya dia hanya sebagai buruh tani sementara orang tuanya hanya sebagai pemikul garam di tambak. “Sehari-hari kami hanya bekerja sebagai buruh tani, mengumpulkan sisa-sisa padi orang di sawah,” tutur Ibrahim yang diamini oleh warga lain yang juga ikut berkunjung.

Sementara itu, berdasarkan pantauan Suara NTB, kondisi keluarga Karmani sangat jauh dari berkecukupan. Keluarga ini tinggal dalam rumah dua kamar yang berukuran 2 kali empat meter. Sehingga tak pelak, satu ruangan dijadikan sebagai ruang tamu sekaligus tempat tidur. Dan satu ruangan lagi digunakan sebagai dapur. Lantaran beratapkan seng, praktis saat siang hari suasana panas menyengat tak bisa dihindari.

Apalagi, tingginya tembok tanpa plester tak lebih dari dua meter. Hanya kipas angin warna putih yang menjadi barang mewah keluarga ini. Namun kipas angin yang tingginya tak kurang dari 1 meter ini pun jarang digunakan karena harus berhemat untuk sekedar mencukupi kebutuhan utama yakni nasi dan lauk pauk. Sehingga tak pelak, senyum bahagia dari Karmani pun terpancar ketika menerima sedikit bantuan dari berbagai donatur melalui awak media yang berkunjung ke rumahnya.(Suara NTB)

 
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive