Be Your Inspiration

Sunday, 19 October 2014

Dinilai Lecehkan Perempuan, Lagu "Goyang Ngesul" Terancam Dicekal


Dua buah lagu Sasak dilaporkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) NTB ke Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTB. Dua lagus Sasak dengan judul "Bembeq" dan "Goyang Ngesul" itu dinilai melecehkan perempuan dan goyangannya erotis.


"Aduan terakhir yang kami terima dari  Disbudpar NTB merekomendasikan beberapa lagu Sasak yang harus dicekal. Itu sedang kami kaji. Judulnya "bembeq", katanya itu melecehkan perempuan. Kemudian "Goyang Ngesul" yang tariannya erotis, karena ini video," ungkap Ketua KPID NTB, Sukri Aruman  di kantor Gubernur, Sabtu (18/10/2014).

Ia mengatakan, aduan terhadap lagu-lagu Sasak yang dinilai melecehkan perempuan dan tidak pantas dinikmati publik itu bukan saja diterima saat ini. Namun juga sudah ada puluhan lagu Sasak yang terpaksa dicekal oleh KPID NTB.

Lagu-lagu Sasak yang dicekal itu misalnya ndeq kembe-kembe, bebalu melet besimbut dan masih banyak lagi yang lainnya. "Kalau total yang sudah kita cekal itu lebih dari 30 lagu Sasak itu. Karena lagu Sasak ini dia unik, termasuk wayang di salah satu TV lokal juga itu sedang kita kaji," imbuhnya.

Sukri menjelaskan, terkait dengan dua lagu Sasak yang baru masuk laporannya itu, saat ini masih dilakukan kajian. Pihaknya akan memeriksa alat bukti dan meminta masukan dari tim ahli hingga keluarnya surat pencekalan.

"Tahap sekarang masih pengkajian. Masyarakat boleh mengadu tetapi harus disertai alat bukti. Manakala ada lagu yang begitu maka kami buat edaran di radio dan TV lokal agar tak ditayangkan. Saya kira kalau terbukti  maka kita akan cekal," tegasnya.

Menyinggung tingkat kesadaran masyarakat untuk melaporkan siaran atau tayangan lembaga penyiaran yang dinilai merendahkan harkat dan martabat perempuan atau keluar dari nilai-nilai budaya dan agama, memang di NTB masih sangat rendah.

Sukri menyebutkan, tingkat kesadaran masyarakat untuk mengadu atau melaporkan konten-konten siaran atau tayangan lembaga penyiaran di bawah 10 persen.

"Masih rendah, karena masyarakat belum paham saya pikir. Bagaimana mereka mengadu, apa yang mereka lakukan. Tingkat partisipasi masyarakat kita untuk mengadukan itu masih sangat kecil. Di bawah 10 persen.

Itu ada kemungkinan, mereka paham benar atau tak tahu sama sekali. Tetapi menurut kita kalau dia paham, mestinya kritis, atau melapor. Secara institusional banyak lembaga-lembaga yang peduli terhadap penyiaran ini," terangnya. (Suara NTB)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive