Dua buah lagu Sasak dilaporkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) NTB ke Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTB. Dua lagus Sasak dengan judul "Bembeq" dan "Goyang Ngesul" itu dinilai melecehkan perempuan dan goyangannya erotis.
"Aduan terakhir yang kami terima dari Disbudpar NTB merekomendasikan beberapa lagu Sasak
yang harus dicekal. Itu sedang kami kaji. Judulnya "bembeq", katanya
itu melecehkan perempuan. Kemudian "Goyang Ngesul" yang tariannya
erotis, karena ini video," ungkap Ketua KPID NTB, Sukri Aruman di kantor Gubernur, Sabtu (18/10/2014).
Ia mengatakan, aduan terhadap lagu-lagu Sasak
yang dinilai melecehkan perempuan dan tidak pantas dinikmati publik itu bukan
saja diterima saat ini. Namun juga sudah ada puluhan lagu Sasak yang terpaksa
dicekal oleh KPID NTB.
Lagu-lagu Sasak yang dicekal itu misalnya ndeq kembe-kembe, bebalu melet besimbut
dan masih banyak lagi yang lainnya. "Kalau total yang sudah kita cekal itu
lebih dari 30 lagu Sasak itu. Karena lagu Sasak ini dia unik, termasuk wayang
di salah satu TV lokal juga itu sedang kita kaji," imbuhnya.
Sukri menjelaskan, terkait dengan dua lagu Sasak
yang baru masuk laporannya itu, saat ini masih dilakukan kajian. Pihaknya akan
memeriksa alat bukti dan meminta masukan dari tim ahli hingga keluarnya surat
pencekalan.
"Tahap sekarang masih pengkajian.
Masyarakat boleh mengadu tetapi harus disertai alat bukti. Manakala ada lagu
yang begitu maka kami buat edaran di radio dan TV lokal agar tak ditayangkan.
Saya kira kalau terbukti maka kita akan
cekal," tegasnya.
Menyinggung tingkat kesadaran masyarakat untuk
melaporkan siaran atau tayangan lembaga penyiaran yang dinilai merendahkan
harkat dan martabat perempuan atau keluar dari nilai-nilai budaya dan agama,
memang di NTB masih sangat rendah.
Sukri menyebutkan, tingkat kesadaran masyarakat
untuk mengadu atau melaporkan konten-konten siaran atau tayangan lembaga
penyiaran di bawah 10 persen.
"Masih rendah, karena masyarakat belum
paham saya pikir. Bagaimana mereka mengadu, apa yang mereka lakukan. Tingkat
partisipasi masyarakat kita untuk mengadukan itu masih sangat kecil. Di bawah
10 persen.
Itu ada kemungkinan, mereka paham benar atau
tak tahu sama sekali. Tetapi menurut kita kalau dia paham, mestinya kritis,
atau melapor. Secara institusional banyak lembaga-lembaga yang peduli terhadap
penyiaran ini," terangnya. (Suara NTB)
0 komentar:
Post a Comment