Bupati Lombok Tengah H. Suhaili FT, SH |
Banyaknya tanah di kawasan wisata di Kabupaten Lombok Tengah
(Loteng) khususnya di wilayah selatan yang dikuasai broker tanah berkedok investor, diakui membawa dampak buruk bagi
pengembangan pariwisata di daerah ini. Karena tanah yang seharusnya dikembangkan
untuk bisa mendorong perkembangan pariwisata justru dibiarkan telantar oleh
pemiliknya.
Akibatnya, sektor pariwisata tidak kunjung berkembang.
Imbasnya, pengentasan kemiskinan yang menjadi target pemerintah daerah berjalan
lamban. Terkait hal itu, Pemkab Loteng pun meminta Pemprov NTB untuk ikut
bertanggung jawab. Karena banyak broker
tanah yang masuk ke Loteng, juga tidak lepas dari peran serta pemerintah
provinsi sendiri.
Salah satu kawasan di Lombok Tengah yang masih bermasalah. Bahkan, kasus tanah yang diklaim dimiliki Bambang W. Soeharto |
Hal itu diungkapkan, Bupati Loteng, H.M. Suhaili FT, Jumat (10/10/2014) dihubungi usai senam pagi
di lapangan PSLT Praya. Bupati mengakui kalau para broker tanah berkedok investor tersebut juga bisa masuk karena ada
andil dari pemerintah provinsi. Pasalnya yang bisa mengeluarkan Hak Pengelolaan
Lahan (HPL) itu dari pemerintah provinsi.
Dengan kata lain, ketika muncul banyak broker yang berkedok investor menguasai lahan, maka pemerintah
provinsi juga harus ikut membantu. Menyelesaikan persoalan tersebut. “Jadi kita
minta pihak-pihak berwenang dalam hal ini, terutama pemerintah provinsi untuk
ikut
menyikapi persoalan ini,” ujarnya.
Ia menjelaskan, kalau yang menjadi alasan bagi investor
belum berinvestasi karena kondisi infrastruktur pendukung yang belum siap, itu
hanya alasan yang dibuat-buat. Pasalnya, instruktur berupa jalan, air dan
listrik sebenarnya sudah siap. Tinggal sekarang kemauan dari investor itu
sendiri untuk berinvestasi. ‘’Masalah insfrastruktur tidak perlu dipersoalkan.
Semua sudah siap,’’ tegasnya.
Untuk itu, pihaknya mendesak para investor yang sudah
membebaskan lahan-lahan di kawasan wisata Loteng segera melakukan pembangunan.
Jika tidak, pihaknya sudah menyiapkan rencana aksi untuk mengambil alih kembali
lahan-lahan yang ditelantarkan tersebut. Lantaran sudah begitu lama
ditelantarkan oleh pemiliknya.
Pasalnya, kalau lahan-lahan tersebut semakin lama
ditelantarkan maka yang rugi jelas masyarakat Loteng secara umumnya. Karena
akibat tanah yang banyak dikuasai oleh broker,
membuat calon-calon investor lain yang justru lebih mampu untuk mengembangkan
kawasan wisata Loteng tidak bisa masuk.
Akibatnya, pariwisata tidak bisa berkembang dan kemiskinan
bakal semakin lama terjadi. “Kalau memang tidak mampu mengembangkan lahan-lahan
di kawasan wisata, sebaiknya para broker angkat
kaki saja dari Loteng. Berikan kesempatan bagi investor lain yang lebih serius untuk membangun,’’ tandasnya.
Karena yang dibutuhkan dunia pariwisata Loteng ialah
investor yang benar-benar investor. Yang punya kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan
pariwisata Loteng. Bukannya broker-broker
tanah yang tidak jelas tujuan dan arah pengembangannnya. ‘’ Yang kita butuhkan itu investor benaran. Bukan broker
tanah. Jadi tidak mampu mengembangkan pariwisata, sebaiknya segera pergi dari Loteng,’’ tegasnya.
(Suara NTB)
0 komentar:
Post a Comment