Be Your Inspiration

Sunday, 12 October 2014

Pariwisata Loteng Sulit Berkembang


 
Nelayan Selong Belanak Lombok Tengah usai mencari ikan di tengah laut.
Potensi objek wisata Lombok Tengah sangat menjanjikan,
tapi kebanyakan lahan masih dikuasai broker atau makelar tanah. 
Kondisi dunia pariwisata di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) diakui masih sulit untuk bisa berkembang, kendati potensi pariwisatanya cukup menjanjikan. Salah satu kendala utamanya, yakni banyaknya lahan-lahan potesial di sekitar kawasan wisata yang kini sudah dikuasai oleh broker tanah berkedok investor.
Hal itu diakui Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Loteng, H.L. Putrie, Kamis (9/10/2014). 


Putrie mengatakan saat ini sudah sekitar 85 persen lahan-lahan potesial di sekitar kawasan wisata Loteng yang sudah dikuasai oleh broker tanah yang mengaku sebagai investor. Itu artinya masih tinggal sekitar 15 persen saja lahan potensial kawasan pariwisata Loteng yang belum diambil alih oleh broker tanah. “Ini fakta dan kenyataan yang kita hadapi saat ini,” sebutnya.

Ia mencontohkan di kawasan wisata Selong Belanak misalnya, hampir sebagian besar tanah-tanah potesialnya sudah berganti kepemilikan. Baik itu broker tanah kecil hingga broker tanah berlabel perusahaan besar. Yang justru bukannya membangun dan mengembangkan lahan tersebut. Namun justru menelantarkan tanah-tanah yang dikuasai tanpa ada kejelasan pengembangan.
 
Tanah-tanah tersebut, kata Putrie ditelantarkan antara 20 sampai 30 tahun lamanya. Dimana hingga kini rencana pengembangan oleh pemilik tanah tersebut, tidak jelas sama sekali. Dan, dari hasil invetarisasi yang dilakukan pihaknya, tercatat ada lebih dari seratus lebih broker tanah yang kini menguasai lahan-lahan potensial di kawasan wisata Loteng. Sehingga wajar kalau pariwisata Loteng sulit berkembang.

Terhadap persoalan tersebut, pihaknya sudah melalui beberapa upaya. Misalnya dengan melayangkan teguran kepada pemilik lahan. Supaya bisa segera mengembangkan lahan-lahan yang dikuasainya. Sesuai janji dan komitmen awalnya saat membeli lahan-lahan tersebut.
 
Tidak hanya itu, pemerintah daerah sendiri juga sudah melaporkan data hasil inventarisasi atas tanah-tanah milik investor atau broker tanah tersebut. Untuk diusulkan status lahanya supaya ditetapkan sebagai lahan telantar sesuai aturan yang berlaku ke pihak BPN.

Langkah tersebut dilakukan untuk memudahkan proses pengambilalihan lahan-lahan tersebut oleh pemerintah daerah. Pasalnya, sesuai aturan yang berlaku, pemerintah daerah bisa mengambil alih lahan-lahan yang ditelantarkan oleh broker atau investor. Untuk kemudian dikembangkan, jika sudah ada penetapan status tanah telantar oleh BPN.

“Jadi kalau belum ada penetapan status tanah telantar oleh BPN, maka pemerintah daerah tidak bisa mengambil alih lahan tersebut. Atas dasar itulah, kita sudah sampaikan laporan hasil invetarisasi atas lahan-lahan yang ditelantarkan oleh investor atau broker tanah,” tegasnya.

Namun untuk bisa sampai ke tahap itu, tentu masih  butuh proses. Dimana pihak investor atau broker tanah sendiri masih diberikan kesempatan untuk mengembangkan lahan-lahan tersebut. Dengan syarat, bisa segera mengajukan jadwal rencana pengembangan lahan ke pemerintah daerah. “Nah bagi investor atau broker tanah yang sudah menguasai lahan, kita berikan deadline selama 3 tahun setengah untuk melakukan pengembangan atas lahan yang dikuasainya,” imbuhnya. 
 
Deadline waktu itu sendiri sudah mulai diberlakukan sejak tahun 2013 lalu. Artinya, masih ada waktu 2,5 tahun lagi, bagi investor untuk menegaskan rencana pengembangan lahan yang dikuasainya. Kalau batas waktu tersebut tidak bisa dipenuhi, maka terpaksa lahan-lahan tersebut akan ditetapkan sebagai tanah telantar. “Dan, sesuai aturan tanah-tanah yang berstatus tanah terlantas bisa diambil alih oleh negara dalam hal ini pemerintah daerah,” tandasnya. (Suara NTB)


Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive