Benang Kelambu Lombok Tengah |
PERSOALAN pariwisata di NTB seakan tidak pernah
selesai. Selalu ada permasalahan yang muncul dan menjadi penghalang bagi
pemgembangan pariwisata NTB di masa mendatang. Jika selama ini, dunia
pariwisata NTB terhalang masalah keamanan, kini muncul permainan fee antara guide (pemandu wisata) dan pemilik artshop. Akibatnya, para wisatawan
enggan berbelanja di artshop, karena harganya mahal.
Adanya kendala ini telah merusak citra pariwisata
NTB yang sudah terbangun sekian lama. Pemandu wisata yang membawa tamu dan
ingin berbelanja di beberapa artshop
meminta fee yang cukup besar. Hal ini
berdampak pada harga barang-barang atau souvenir yang ingin dibeli wisatawan.
Jika ini terus dibiarkan, maka akan berdampak buruk terhadap perkembangan
pariwisata NTB di masa mendatang.
Sementara di satu sisi, Pemprov NTB bersama
pemerintah kabupaten/kota, termasuk Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB
gencar melakukan promosi wisata di luar daerah dan luar negeri. Tujuannya hanya
satu, yakni bagaimana mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya ke NTB. Namun,
jika permainan fee antara oknum guide dan pemilik artshop masih terus
berlangsung tanpa ada kesadaran menghentikannya, maka promosi yang dilakukan
pemerintah daerah dan BPPD NTB hanya akan sia-sia belaka.
Pernyataan Kepala Dinas Perindustrian dan
Perdagangan (Disperindag) NTB Drs. Lalu Imam Maliki mengenai adanya permainan
oknum guide dan pemilik artshop ini menjadi bahan evaluasi bagi
pemerintah daerah dan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) dalam membina
anggotanya. Imam Maliki menyebut, akibat permainan ini menyebabkan harga
souvenir atau barang yang akan dijadikan oleh-oleh saat berkunjung ke NTB
menjadi mahal.
Mahalnya souvenir dari NTB ini membuat wisatawan
akan berpikir membeli oleh-oleh. Bagi mereka, membeli oleh-oleh di satu daerah
yang dikunjungi merupakan suatu keharusan, karena akan dijadikan sebagai
kenang-kenangan. Namun, para guide di NTB mesti menyadari, jika souvenir khas
Lombok banyak ditemukan di Bali dan dijual dengan harga murah. Itu artinya, tindakan
yang dilakukan oknum-oknum ini akan membuat industri kerajinan lokal dan
pemilik artshop merugi. Hal-hal
seperti ini mesti dijadikan bahan evaluasi bagi pemerintah daerah dan pelaku
pariwisata agar menjaga citra NTB tetap lebih baik dan kunjungan wisatawan
semakin meningkat.
Memang, kalau melihat fakta di lapangan, banyak
oknum guide-guide dari perusahaan
perjalanan wisata yang diduga mencoreng citra pariwisata NTB dengan menekan
pemilik artshop agar menjual souvenir dengan harga lebih mahal. Inilah yang
menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah dalam mencari solusi terhadap
permasalahan ini, sehingga membuat wisatawan senang saat berkunjung. Termasuk
dalam mencari souvenir khas daerah.
Sebagai contoh, harga souvenir di daerah lain,
seperti di Bali, Bukit Tinggi Sumatera Barat cukup murah. Wisatawan cukup
dengan hanya merogoh kocek Rp 15.000, bisa membeli oleh-oleh dalam jumlah cukup
banyak. Hal ini tentu berdampak pada kesan yang didapat saat berkunjung ke
daerah tersebut. Akibatnya, wisatawan ingin kembali datang berwisata di suatu
nanti. Tentunya, apa yang dirasakan saat berkunjung ke daerah lain juga kita
rasakan di NTB.
Paling tidak, dari sisi keamanan, kenyamanan, ramah tamah dan
membuat pengunjung senang ke NTB sangat diharapkan. Untuk itu, pembinaan dan
penataan kembali pariwisata NTB harus dilakukan dengan melibatkan semua stakeholders, sehingga tidak ada lagi
yang menjadi sandungan dalam mengembangkan pariwisata NTB. (*)
0 komentar:
Post a Comment