Gunung Tambora di Dompu Nusa Tenggara Barat menjadi daya tarik bagi fotografer lokal untuk menyalurkan hobi. |
Pengusaha travel asal Madura Lale mengkritik minimnya
persiapan event Tambora Menyapa Dunia (TMD) yang akan digelar April 2015
mendatang. Lale menilai, TMD hingga saat ini terkesan belum siap
diselenggarakan.
Infrastruktur menuju puncak Tambora hingga saat ini belum
siap dan bahkan pilihan akses menuju puncak Tambora yang mudah bagi pendaki
belum tersedia. Menyambut TMD 2015, Pemkab Dompu didorong menonjolkan brand
daerah yang berbeda dengan daerah lain dan mengakar di tengah masyarakat.
Saat bertemu Bupati Dompu Bambang M. Yasin, Senin
(10/11/2014) malam, Lale bersama rombongan asosiasi pelaku pariwisata
Indonesia, awalnya mengaku cukup terkesan dalam perjalanan dari Lombok hingga
Dompu. Termasuk sangat kagum dengan hasil pembangunannya.
Menurutnya, pembangunan pariwisata suatu daerah akan sangat
dipengaruhi oleh brand suatu daerah. Baik dari budaya, kuliner, objek dan
lainnya. Di bidang kuliner, Dompu belum terlihat memiliki brand sendiri untuk
dikenal masyarakat luas. “Seperti ketika disebut ayam Taliwang, orang sudah tahu
itu makanan khas Lombok,” katanya.
Ikan Palumara masih kurang berciri bila dijadikan brand
Dompu, karena rupa, rasa dan cara memasaknya masih sama seperti di Sulawesi
Selatan. Sementara jagung bisa menjadi brand Dompu, tapi harus bisa dikemas
secara baik agar tidak sama dengan daerah lain. “Sebelum 2015, Dompu harus
punya makanan khas yang bisa dikenal orang,” sarannya.
Ia juga mengingatkan, jagung Dompu masih dijual gelondongan
sehingga belum memberi nilai tambah bagi rakyat. Jagung Dompu terjual Rp 3.000
per kg, tapi bisa dijual lebih mahal bila diolah lebih dulu sebagai makanan dan
produk setengah jadi. Untuk menggali kreativitas masyarakat, pemerintah
melakukan lomba kreativitas. Jajanan khas yang dihasilkan kemudian diakomodir
pemerintah dengan menyajikan pada setiap ada acara dan penyambutan tamu. “Di
sini saya tidak melihat ada jajanan yang dibuat dari jagung yang disuguhkan,”
katanya. Bila ini bisa dilakukan, masyarakat Dompu bisa pakai pesawat sendiri
untuk transportasinya.
Sukri Mahmud dari Bandung yang juga memiliki travel agen di
Palembang mengaku, sebelum berkunjung ke Tambora sempat mem-browsing di
internet untuk mendapatkan informasi. Dua kali pesawat ditempuh dari Bandung ke
Lombok dan dilanjutkan dengan perjalanan darat hingga puluhan jam untuk sampai
ke Dompu. “Tapi saya tidak menemukan apa-apa ketika sampai di sini. Semuanya
buyar. Saya tidak menemukan seperti ini (gambar dalam brosur). Yang saya
temukan hanya semak belukar, becek (di lereng Tambora),” katanya. “Padahal
kehadiran kami di sini untuk mendapatkan informasi yang meyakinkan, sehingga
bisa dijual ke wisatawan agar bisa berkunjung ke Tambora,” tambahnya.
Menanggapi masukan dari beberapa travel agen yang berkunjung
ke Dompu, Bupati Dompu, Drs H Bambang M Yasin mengatakan, di awal
pemerintahannya ia dihadapkan dengan angka kemiskinan dan pengangguran yang
tinggi. Pilihan jagung sebagai program unggulan daerah untuk memastikan orang
Dompu memiliki cukup uang untuk memenuhi kebutuhan dasar. “Ini jurus pemadam
kebakaran. Tapi dengan program ini, Dompu yang semula selalu di nomor buncit
jadi terdepan,” kata H. Bambang.
Diakuinya, program unggulan jagung yang digalakkan
pemerintah belum ada yang mengarahkan pada bisnis pengolahan jagung. Namun ia
yakin, suatu saat akan tumbuh. “Sekarang yang kami pastikan, kontinyuitas
produksi, kuantiti, dan kualitas,” terangnya.
Terkait akses menuju puncak Tambora, dikatakan H Bambang,
pihaknya terkendala status gunung Tambora sebagai hutan konservatif. Status ini
membuat pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk melakukan penanaman
pohon saja pihaknya ditegur KSDA. Namun tahun 2015 mendatang, status gunung
Tambora akan dijadikan sebagai taman nasional. Status ini akan memberi ruang
bagi masyarakat dan pemerintah untuk mengelolanya. “Secara bertahap akan kami
tangani,” katanya. (Suara NTB)
0 komentar:
Post a Comment