Salah satu sudut pemandangan eksotik di pantai di sekitar daerah Batu Putih di Sekotong Lombok Barat banyak diburu investor. |
Kelompok sadar
wisata (Pokdarwis) di daerah Sekotong, Lombok Barat (Lobar), mengkhawatirkan
aktivitas penambangan ilegal yang marak di kawasan itu, khususnya di daerah wisata akan mengancam
pariwisata Sekotong kedepan. Aktivitas ini dikhawatirkan berdampak pada pencemaran
lingkungan dan laut sekitar.
Bahkan
diduga akibat maraknya alat pengolahan emas di sekitar daerah wisata,
menyebabkan sejumlah investor terpaksa lari dari kawasan Sekotong. “Kawan
pokdarwis khawatir keberadaan aktivitas tambang liar ini menganggu parwisata,
sejumlah gejala dan kejadian mengarah ke sana sudah terjadi,” tukas Ketua
Pokdarwis, Gili Farhan, Senin (17/11/2014).
Menurutnya, sejauh ini Pemda belum mampu memetakan antara pertambangan dengan pariwisata sesuai
kebijakan yang ditetapkan di Sekotong. Terkesan di lapangan antara dua sektor
yang diharapkan berdampingan ini berjalan sendiri-sendiri.
Artinya
ketika berbicara pertambangan, banyak penambang liar yang beraktivitas tanpa kontrol
dan dibiarkan di daerah wisata. Seperti contoh di kawasan Sekotong Barat,
Pelangan dan beberapa lokasi lain. "Jujur saja, setelah penambang liar
berkurang, kami sangat senang, artinya pariwisata akan lebih dimajukan,"
Dia juga
kurang setuju jika ada perusahaan ingin mengeksploitasi tambang di Sekotong
karena ujung-ujungnya masyarakat setempat akan rugi. Sedangkan berbicara soal
pariwisata, penataan kawasan Sekotong masih setengah-setengah. Artinya,
sejumlah fasilitas umum sangat minim di kawasan Sekotong. “Ini kan terjadi
hilang koordinasi, sehingga jalan sendiri-sendiri,” tegasnya.
Menurut
pengusaha investasi di Lobar, Suharmin menilai potensi investasi di daerah
Lombok Barat khususnya kawasan wisata Sekotong terus berkembang. Hal ini
dilihat dari banyaknya investor yang masuk ke daerah ini. “Sayangnya, potensi
ini tak dipelihara dan dimanfaatkan dengan baik oleh Pemda. Lantaran banyak
investor yang datang ke Sekotong ingin berinvestasi justru berpaling
meninggalkan kawasan ini,” tukas Suharmin.
Penyebabnya
beragam, terutama kebijakan Pemda di kawasan Sekotong yang tumpang tindih. Di satu
sisi Pemda menjadikan Sekotong kawasan pariwisata dengan harapan bisa
berkembang seiring dengan tambang. Namun dua sektor ini justru dinilai bertolak
belakang jika tak serius dikembangkan, sehingga menyebabkan investor berfikir
ulang menanamkan investasinya karena khawatir dampak mercury yang diduga
mencemari kawasan pantai setempat.
Penyebab
lainnya, investor banyak dirugikan karena lahan di kawasan Sekotong tak sedikit
bersertifikat ganda. Sehingga alih-laih investor menanamkan investasi, namun
tak jarang dihadapkan pada persoalan hukum yang ditimbulkan sengketa sertifikat
ganda itu.
Ia mengaku
pernah membawa investor dan tamu dari beberapa Negara yang ingin menjajaki
kawasan Sekotong. Awalnya mereka sangat takjub melihat keindahan pantai Sekotong.
Namun setelah mengetahui dan melihat adanya usaha pertambangan menyebabkan
mereka mengalihkan perhatian ke daerah lain seperti Loteng dan Lotim. “Hasil
penelitian pantai Sekotong itu tercemar mercury, itu penelitian investor
langsung lho,” terangnya.
Dikonfirmasi
teprisah, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Lobar, H. Mulyadin, SH, MH., akan
mengkroscek kebenaran informasi tersebut. Menurutnya, terkait pencemaran perlu
melihat data penelitian. “Perlu saya kroscek dulu datanya,”ujarnya. Ia sangat
memahami tuntutan agar kebijakan Sekotong sebagai lokasi tambang ditinjau,
namun hal ini tak bisa diputuskan sendiri melainkan perlu koordinasi dengan
instansi lain dan khususnya bupati selaku pimpinan daerah. (Suara NTB)
0 komentar:
Post a Comment