Wakil
Gubernur NTB H. Muh. Amin saat memberikan sambutan pada rakor kemiskinan di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur NTB, Selasa (4/11/2014). |
Masih tingginya
angka kemiskinan di NTB menjadi pertanyaan besar bagi pemerintah daerah di NTB,
baik provinsi dan kabupaten/kota. Masing-masing daerah mempertanyakan apa yang
menjadi indikator penilaian dalam menentukan masyarakat yang masih miskin dan
tidak. Sementara di satu sisi, daerah beranggapan kondisi masyarakat yang
dikatakan miskin tidak seperti data yang dipublikasikan pemerintah atau Badan
Pusat Statistik (BPS).
Hal ini terungkap
dalam rapat koordinasi (rakor) kemiskinan yang digelar di Ruang Rapat Utama
Kantor Gubernur NTB yang dipimpin H. Muh. Amin, SH, MSi, Selasa (4/11/2014). Rakor
ini juga menjadi ajang curhat dari beberapa wakil kepala daerah mengenai
kondisi kemiskinan di wilayahnya.
Wakil Bupati
Kabupaten Lombok Utara (KLU) Dr. H. Najmul Akhyar, SH, MH, mengaku bingung dengan persentase kemiskinan
di wilayahnya. Bagaimana tidak, persentase kemiskinan di KLU merupakan yang tertinggi
di NTB, yakni 34,63 persen atau 72.157 orang. Baginya, pihaknya tidak berkecil
hati dengan masih tingginya angka kemiskinan. Meski demikian, pengangguran di
KLU lebih rendah dibandingkan daerah lain di NTB. Malahan di sepanjang jalan di
KLU tidak ada pengemis.
Di satu sisi,
pihaknya sering dihadapkan dengan kondisi yang bertolak belakang di lapangan.
Di mana, saat menghadiri sebuah hajatan besar yang digelar 15 orang yang masuk
dalam data orang miskin. Ternyata dalam hajatan yang digelar tersebut, orang
yang masuk dalam katagori miskin ini memotong 48 ekor sapi, 15 ekor kambing dan
ratusan ekor ayam. ‘’Ada orang yang tidak pakai baju. Rumahnya belum permanen.
Sapi dan kerbaunya banyak, ini membuat pusing soal pendataan kemiskinan,’’ jelasnya.
Untuk itu, pihaknya
tidak terlalu mempermasalahkan persentase kemiskinan di KLU dan tetap akan
melakukan penanganan sesuai program pemerintah daerah. Terkait hal ini, Najmul
akan membentuk Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) KLU yang diharapkan orang
mampu memberikan sumbangan bagi warga miskin di KLU. Tidak hanya itu, harapannya
ada intervensi pemerintah provinsi dalam mengentaskan kemiskinan di daerah.
Begitu juga dengan
Lombok Tengah seperti disampaikan Asisten I Setda Loteng H. L. Moh. Amin.
Menurutnya, data kemiskinan di Lombok Tengah masih menjadi tanda tanya, karena
tidak sesuai fakta di lapangan. Selain itu, adanya kemiskinan berpengaruh
terhadap kondisi keamanan dan kondusivitas di Loteng.
Sementara Wakil Gubernur NTB H. Muh. Amin, mengungkapkan,
Pemprov NTB menargetkan penurunan angka kemiskinan 2 persen per tahun akan bisa
tercapai. Apalagi sudah ada kesepakatan dari pemerintah kabupaten/kota dalam
mengentaskan masalah kemiskinan di wilayahnya masing-masing. Meski pada tahun
2013 masih ada beberapa kabupaten/kota yang belum mencapai
target yang telah disepakati dalam penurunan target kemiskinan hal itu tidak
berpengaruh.
Menurutnya, semakin kecil persentase angka kemiskinan,
maka akan semakin sulit untuk dicapai penurunannya. Untuk itu, melalui rakor
penanggulangan kemiskinan wakil gubernur berharap dapat melakukan kesepakatan
bersama terkait upaya menurunkan angka kemiskinan di NTB.
”Mari kita melakukan kesepakatan bersama, untuk
menurunkan angka kemiskinan pada periode tahun 2014 sampai 2017, guna menekan
angka kemiskinan di NTB, yaitu dengan memberikan alokasi anggaran yang cukup
untuk program-program penanggulangan kemiskinan. Sehingga
kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, lapangan kerja,
infrastruktur dasar, ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat dapat terpenuhi,”
harapnya.
Wakil gubernur menegaskan, pentingnya membangun keterpaduan
dan sinergitas dalam upaya mengentaskan kemiskinan di NTB. Menurutnya, kedua
hal itu penting untuk ditingkatkan, guna menekan angka kemiskinan. ”Keterpaduan
dan sinergitas yang telah terbangun
selama ini, perlu kita jaga dan tingkatkan. Sekaligus untuk terus berusaha
mencari alternatif dan inovasi lain yang lebih baik, guna menekan angka
kemiskinan di seluruh wilayah NTB,” ujarnya.
Menyinggung rencana
pemerintah pusat yang akan menaikkan harga BBM berpengaruh terhadap target,
wakil gubernur tidak membantah. Menurutnya, kenaikan harga BBM akan
mempengaruhi tingkat inflasi pada kebutuhan pokok dan cenderung melemahkan daya
beli masyarakat. ‘’Sekarang belum naik, dan dilihat dampaknya nanti. Pasti akan
ada jaring pengaman dari pemerintah pusat setelah menaikkan BBM. Bahan-bahan
pokok itu pasti akan naik dan ini harus diantisipasi pemerintah daerah,’’
ujarnya.
Sebelumnya, Kepala
Bappeda NTB H. Chairul Machsul, SH, MM, menyebut, jumlah penduduk miskin di NTB
hingga tahun 2013 sebanyak 815.501. Di
mana, Lombok Timur di urutan pertama dengan jumlah penduduk miskin sebanyak
219.559 disusul Lombok Tengah sebanyak 145.151, Lombok Barat sebanyak 110.986,
Bima sebanyak 73.832, Sumbawa sebanyak 73.786. Sementara Lombok Utara sebanyak
72.157, Kota Mataram sebanyak 46.674, Dompu sebanyak 36.397, Sumbawa Barat
sebanyak 21.710 dan Kota Bima dengan penduduk miskin sebanyak 15.249.
Terkait hal ini,
Pemprov NTB berusaha mempercepat penurunan angka kemiskinan dengan target 2
persen per tahun. Untuk mencapai target ini, Pemprov NTB dan pemerintah
kabupaten/kota telah melakukan kesepakatan bersama melalui program pembiayaan
bersama rehabilitasi rumah tidak layak huni periode 2015 hingga 2018.
Untuk Kota Mataram,
ujarnya, pihaknya menargetkan 446 unit, Lombok Barat 1.560 unit, Lombok Utara
744 unit rumah. Sementara di Lombok Tengah, 2.094 unit, Lombok Timur 3.250
unit, Sumbawa Barat 238 unit, Sumbawa sebanyak 830 unit, Dompu 422 unit. Di
Kabupaten Bima, pemerintah menargetkan sebanyak 972 unit dan Kota Bima sebanyak
166. ‘’Sehingga jumlah rumah tidak layak huni yang akan direhabilitasi sebanyak
10.722 unit,’’ sebutnya. (*)
0 komentar:
Post a Comment