Nurmi, penderita tumor yang terbaring di rumah
ibunya, berharap bantuan pemerintah dan masyarakat. |
Saat dikunjungi di kediaman orang tuanya, Kamis (20/11/2014),
Nurmi terlihat tengah terbaring dalam satu kamar yang khusus disediakan untuknya.
Akibat matanya yang melepuh, penglihatannya juga terganggu. Praktis, lantaran
penglihatan yang kurang baik, aktivitasnya juga terganggu. Belum lagi secara
fisik jika dipandang wajah Nurmi, mungkin akan membuat hati tidak tega karena
mata bagian kiri tersebut sudah rusak akibat melepuh hingga mengikis separuh
pipinya.
Nurmi yang didampingi orang tuanya, Ijo, menyebutkan
penyakit tersebut dialaminya sejak belasan tahun lalu, antara tahun 1997-1998.
Saat tinggal di Makassar, lanjutnya, tiba-tiba di bagian sekitar mata muncul
bintik ukuran kecil. Lantaran mengira bintik tersebut tonjolan biasa, dia
lantas memecahkannya. Namun tak dinyana, yang keluar justru darah. “Lukanya
langsung melepuh,” keluh Nurmi.
Selama ini, lanjutnya, dia sudah menjalani pengobatan medis
sebanyak dua kali di Makassar. Saat itu pun, dokter mendiagnosa penyakit
berbahaya tersebut adalah tumor ganas. Namun dari beberapa kali operasi
tersebut, penyakitnya tidak kunjung sembuh, justru lama kelamaan luka tersebut
membesar bahkan menghilangkan satu bola mata kirinya.
Tidak hanya pengobatan
secara medis, karena ingin sembuh, pengobatan tradisional pun ditempuh. Sama
seperti pengobatan medis, pengobatan tradisional dari beberapa daerah di Bima
tidak mendatangkan hasil.
Diakui Nurmi, meski matanya melepuh, penyakit yang
dideritanya tidak begitu sakit. Hanya terasa sedikit nyeri yang kadang-kadang
dirasakan. Lantaran tidak lagi memiliki uang untuk berobat, Nurmi terpaksa
meminum obat tradisional air perasan daun sirih dan kulit manggis hanya untuk
sekedar menghilangkan rasa nyeri.
Ditambahkannya, pihaknya sebenarnya sudah pernah mengajukan
proposal pengobatan ke Pemkot Bima. Namun proposal yang diajukan suaminya pada
saat Pemilukada lalu tidak ditanggapi oleh Pemerintah. Dia pun kecewa karena
menilai pemerintah tidak memperhatikan kondisi dirinya yang masyarakat kecil.
Jangankan Pemkot, Lurah setempat pun tidak pernah datang untuk sekadar
menjenguk. “Waktu proposal dibawa, dijanjikan tahun depan tapi sampai sekarang
tidak ada,” tuturnya.
Untuk itu, tambahnya, dia berharap Pemerintah bisa
memberikan bantuan untuk biaya pengobatan terhadap dirinya. Apalagi suaminya,
Syafrudin tidak memiliki pekerjaan tetap. (Suara NTB)
0 komentar:
Post a Comment