Para pemangku adat saat membawa kepala sapi dan sesajen lainnya dalam ritual adat Rebo Bontong di Pringgabaya Lombok Timur, Rabu (17/12/2014) |
Ritual adat Rebo Bontong dan Tetulak Tamperan merupakan salah satu dari sekian banyak ritual adat yang ada di daerah Lombok khususnya yang dilakukan oleh masyarakat Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur (Lotim). Adat ini dilakukan dilakukan secara beriringan, di antaranya tetulak desa, tetulak reban dan tetulak nelayan.
Ritual-ritual itu merupakan peninggalan dari para
budaya leluhur, sehingga masyarakat harus tetap menjaga dan melestarikan peninggalan
yang sudah dititipkan. Selain kepala sapi, sesaji berupa hasil bumi seperti padi,
buah-buahan, daun sirih, ayam hidup dan lainnya diikutsertakan dalam ritual
adat itu.
“Kepala
sapi dan seluruh sesaji lainnya itu kemudian dibuang ke laut menggunakan
perahu,” jelas Ketua Panitia Penyelenggara Acara Adat Rebo Buntung atau lebih
dikenal dengan rebo bontong, Judan
Putra Baya, Rabu (17/12/2014).
Pemuka adat NTB pada acara rebo bontong dan tetulak tamperan di Pringgabaya Lombok Timur, Rabu (17/12/2014) |
Dewan
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) NTB, Lalu Satria Wangsa, SH,
menjelaskan, budaya adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat,
Sehingga, segala potensi peninggalan para leluhur itu harus tetap dipertahankan
dan dilestarikan, karena merupakan sebuah peninggalan para leluhur masyarakat Sasak
khususnya di Pringgabaya.
Oleh
sebab itu, nagara Indonesia yang merupakan Negara kesatuan dalam konstitusinya
harus mengakui dan melindungi hak-hak budaya dan masyarakat. Karena, setiap
adat mempunyai nilai-nilai filosofis dari waktu ke waktu. “Leluhur kita tidak sembarang menciptakan
budaya dan adat,” terangnya.
Ia
menambahkan, Pantai Tanjung Menangis dan Pantai Ketapang merupakan salah satu
bukti nyata atas terjadinya peristiwa besar, yakni peralihan agama Budha ke
agama Islam yang berlokasi di pantai tersebut. Oleh sebab itu, ia berpesan
kepada pemerintah agar membangun sebuah monumen di Tanjung Menangis dan
Ketapang supaya bisa menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara.
Sementara
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Lotim, Lalu Wirabhakti, SH
menjelaskan, dikatakan Rebo Bontong, karena merupakan hari Rabo terakhir di
bulan Safar. Di Lotim, jelasnya, Rebo Bontong merupakan salah satu dari sekian
banyak adat yang tetap dilestarikan oleh masyarakat yang sudah diakui dan
dipatenkan tingkat nasional. ‘’Akan tetapi, banyak masyarakat kita yang tidak
mempedulikan adatnya itu,’’ kritiknya.
Untuk
itu, ia mengimbau kepada masyarakat Pringgabaya agar tetap memperhatikan
tatanan adat yang sudah melekat pada masyarakat. Terlebih, kaum muda agar
bersemangat dalam mengembangkan budaya adat dan objek wisata Tanjung Menangis
dan Ketapang supaya bisa memancing para wisatawan.
Selain
itu, Perwakilan Kementerian Kebudayaa RI, Hardi mengatakan, Palau Lombok sangat
kaya dengan segala potensi yang ia miliki. Akan tetapi, ada tiga hal yang harus
diperhatikan dan dipromosikan, yakni pertama, alam
Lombok yang sangat luar biasa, cantik, indah, alami dan belum tercemari, kedua,
adat istiadat dan budaya. Ketiga, wanita Lombok yang cantik-cantik, “Artinya,
jiwa orang Lombok baik dan ramah tamah,”akunya. (Suara NTB)
0 komentar:
Post a Comment