Be Your Inspiration

Friday, 25 July 2014

Mantan Kajari Praya Divonis 10 Tahun



Ekspresi Subri saat divonis PN Tipikor Mataram

Drama sidang dengan terdakwa mantan Kajari Praya, Subri,SH,MH  (52) berakhir, Jumat (25/7/2014). Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram mengganjar Subri dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 250 juta.
Putusan ini lebih ringan dua tahun dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas putusan ini,  kubu terdakwa maupun JPU menyatakan pikir-pikir.  

Amar putusan setebal 439 halaman dibacakan bergilir Ketua Majelis Hakim, Dr.Sutarno, SH,MH,dan hakim ad hoc Fathurrauzi, SH dan Muh. Amin M. Idris, SH.  Subri hadir dengan kain batik warna cerah, duduk di kursi terdakwa didampingi tim kuasa hukumnya Pieter Sahanaya. Menjelang pembacaan vonis, hakim meminta Subri berdiri.
‘’Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Subri, SH, MH secara sah  dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama – sama. Dua, menjatuhkan pidana olah karenanya terhadap terdakwa Subri, SH, MH dengan pidana penjara selama 10 tahun dan pidana denda Rp 250 juta,” kata Sutarno. Vonis penjara akan ditambah enam bulan, apabila terdakwa tidak  membayar denda Rp 250 juta tersebut. 
Subri dipeluk istrinya usai mendengar putusan hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram
Setelah dipersilakan duduk, dengan mata merah berkaca-kaca Subri sesekali mengusap wajah dan kepalanya. Ia beberapa kali sempat menggeleng setelah mendengar ganjaran hukuman itu.

Atas putusan itu, hakim memberi kesempatan kepada terdakwa untuk berkonsultasi dengan kuasa hukumnya. Pieter Sahanaya menjawab pikir-pikir, demikian juga tanggapan JPU.   

Beratnya hukuman hakim tidak lepas dari beberapa pertimbangan. Di antaranya yang memberatkan, terdakwa dalam posisinya sebagai jaksa menjabat sebagai Kajari Praya, perbuatan terdakwa telah mencoreng citra lembaga Kejaksaan RI dan organisasi persatuan jaksa RI serta penegak hukum lainnya.  Terdakwa dalam kapasitas sebagai Kajari seharusnya menjadi contoh teladan bagi bawahannya dan aparat penegak hukum lainnya, serta perbuatan terdakwa telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dalam upaya penegakan hukum, khususnya tindak pidana korupsi.

Sementara hal yang dianggap meringankan, terdakwa sopan, menyesali perbuatannya,  masih ada tanggungan keluarga dan tidak pernah dihukum sebelumnya.   

Sebelum vonis dibacakan, dalam amar putusannya, hakim mempertimbangkan tiga dakwaan berlapis JPU KPK berdasarkan fakta – fakta persidangan, yakni primair ke satu, Pasal 12 ayat 1 huruf a Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999  tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001.  

Di mana dalam dakwaan ini dibuktikan unsur ‘’barang siapa’’, unsur menerima janji dan tawaran. Hakim menyatakan unsur ini terbukti bahwa Subri menjabat sebagai Jaksa Madya Golongan IV/a. Sedangkan unsur menerima janji dan hadiah dalam jabatan, Subri terbukti menerima janji dari Bambang W. Soeharto untuk dipromosikan menjadi Aspidum Kejati Lampung. Janji itu dalam kaitan terdakwa yang saat itu menangani kasus Sugiharta alias Along jilid I dan Jilid II.

Subri juga menerima hadiah, berupa uang dari Lusita Anie Razak sebesar 8.200 USD atau Rp 100 juta dari Lusita Anie Razak Tanggal 14 Desember 2013 di Hotel Holiday Inn Senggigi, dan ketika itu ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.

Selain itu, Subri juga menerima uang Rp 25 juta  tanggal 13 Desember 2013 dari Nurjanah Usmaini, istri Kapolsek Praya Barat Kompol Ridwan Marzuki.  Uang itu diberikan untuk biaya demonstrasi di PN Praya terkait penangguhan penahanan Along.

Selain itu, pemberian Lusita berupa HP Samsung Galaxy  dan tiket pesawat untuk sekeluarga, serta uang operasional Rp 10 juta dan untuk membeli buah-buahan.  ‘’Maka berdasarkan doktrin dan yurisprudensi sebagaimana di atas, maka unsur menerima hadiah dan janji sudah terpenuhi,’’ kata hakim anggota Muh. Idris M. Amin.  


Kedua primair pasal 5 ayat 1 huruf a   Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999  tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001.  Juga dakwaan ini bisa dibuktikan oleh hakim, setelah memeriksa sejumlah saksi penting, diantaranya Dirut PT. Pantai Aan, Bambang W. Soeharto, Lusita Anie Razak, Kapolres Lombok Tengah, AKBP Supriadi,  Kasat Reskrim Polres Loteng,  Iptu Deni Septiawan, Kasi Pidsus Kejari Praya, Aprianto Kurniawan, serta dua hakim PN Praya, Dewi Santini dan Desak Ketut Yuni Ariyanti. “Juga berdasarkan transkrip pembicaraan yang ditunjukkan jaksa KPK antara terdakwa dengan para saksi,” kata hakim terkait materi pembuktian.   

Berlanjut ke pembuktian ke tiga, primair pasal 5 ayat 1 huruf a   Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999  tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 

Hakim yang menekankan di pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, menjelaskan bukti keterlibatan pihak lain dalam perkara ini.  
Setelah membaca putusan, hakim  memberi kesempatan kepada terdakwa untuk menyatakan menerima atau banding selama 14 hari. (suara ntb)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive